Luhut: Indonesia Bisa Capai Emisi Nol Tahun 2055, Lima Tahun Lebih Cepat dari Target, Ada Syaratnya
Kompas dunia | 7 Juni 2023, 04:00 WIBSINGAPURA, KOMPAS.TV - Indonesia bisa mencapai emisi nol atau emisi net-zero tahun 2055, lima tahun lebih cepat dari target pemerintah tahun 2060, dengan catatan jika mendapatkan dukungan finansial dan teknologi. Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan, Selasa (6/6/2023) di Konferensi Ecosperity Singapura.
Indonesia adalah salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia, dan lebih dari 60 persen listrik negara ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar tersebut, yang merupakan sumber tunggal terbesar emisi karbon dioksida yang memanaskan bumi.
Indonesia telah bekerja sama dengan negara-negara kaya, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan pihak lain untuk membantu pembiayaan pensiun dini pembangkit listrik batu bara.
"Saya yakin dengan teknologi, dengan kerja sama, dengan semangat pemerintah Indonesia, dan rakyat Indonesia, kita bisa melakukannya lebih awal dari tahun 2060. Saya harap kita bisa melakukannya mungkin tahun 2055 atau lebih awal," kata Luhut di sela-sela konferensi Ecosperity Week di Singapura, seperti dilansir Straits Times.
Konferensi yang berlangsung dari Selasa hingga Kamis ini diadakan di Marina Bay Sands Convention Centre dengan fokus pada cara mempercepat transisi hijau.
Luhut juga mengatakan pemerintah Indonesia tidak akan melarang ekspor gas alam cair LNG.
Baca Juga: Jepang Segera Uji Coba Kereta Komuter Berbahan Bakar Hidrogen, Penuhi Ambisi Emisi Nol pada 2050
"Kami tidak punya rencana melarang ekspor LNG, tapi kami menjaga kepentingan nasional terlebih dahulu," katanya, dengan mengungkapkan kekhawatiran akan kemungkinan kekurangan pasokan.
Ia mengatakan pemerintah akan mempelajari situasi dengan hati-hati. "Kita lihat, mungkin dalam dua atau tiga bulan, kita bisa memberikan jawaban."
Laporan media sebelumnya menyebutkan Indonesia berencana melarang ekspor LNG untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri.
Luhut pernah dikutip oleh media di Indonesia bahwa pelarangan ini tidak akan berdampak pada kontrak ekspor yang sedang berjalan, tetapi kebijakan ini akan berlaku saat perpanjangan kontrak.
Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk energi, tetapi berusaha beralih dengan berinvestasi di energi terbarukan dan mengembangkan industri pemrosesan mineral penting untuk mempercepat produksi kendaraan listrik.
Luhut mengatakan Indonesia punya potensi menghasilkan sekitar 342 gigawatt energi hijau, seperti panas bumi, angin, dan energi air, tetapi membutuhkan pendanaan untuk berinvestasi di bidang ini.
Baca Juga: Prancis Umumkan Pembangunan Enam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Baru, Gapai Emisi Nol
Angka ini hampir lima kali dari total kapasitas pembangkit listrik yang terpasang di Indonesia.
Luhut juga mengatakan ada rencana investasi energi surya di Pulau Rempang, Riau, dan Indonesia juga berencana mengembangkan industri panel surya dan manufaktur semikonduktor sendiri.
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah donor, bank, dan yayasan untuk membantu mempercepat transisi hijau, menekankan keyakinan Luhut bahwa Indonesia mungkin mencapai target net-zero lebih awal dari tahun 2060.
Tujuan 2060 ini merupakan bagian dari target iklim resmi Indonesia yang disampaikan kepada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim.
Tahun 2022 Indonesia mencapai dua kesepakatan untuk membantu mempercepat penutupan dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
Dalam kesepakatan terbesar, negara-negara kaya, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, sepakat menyediakan US$20 miliar dalam bentuk pendanaan publik dan swasta bagi Indonesia.
Baca Juga: KTT Iklim COP27: Negara Kepulauan Tuntut Industri Migas Dunia Ganti Rugi Dampak Perubahan Iklim
Dikenal sebagai Just Energy Transition Partnership, kesepakatan ini akan membantu Indonesia meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan membantu pekerja di sektor batu bara yang mencemari untuk beralih ke pekerjaan yang ramah lingkungan.
Selain itu, tujuannya juga adalah membantu sektor listrik Indonesia mencapai puncak emisinya pada tahun 2030.
Dana publik sebesar US$10 miliar akan disediakan dalam jangka waktu tiga hingga lima tahun, dan tergantung pada pencapaian negara dalam membatasi emisi sektor listriknya menjadi 290 juta ton pada tahun 2030.
Program kedua, yang berada di bawah Mekanisme Transisi Energi ADB ETM, bertujuan melakukan kesepakatan dengan perusahaan pembangkit listrik untuk membahas ketentuan pensiun dini pembangkit listrik.
Pada akhir tahun 2022, nota kesepahaman mengenai kesepakatan ETM pertama ditandatangani di Bali dalam rangka pertemuan pemimpin kelompok G20.
Sebuah pembangkit listrik batu bara 660 megawatt di Jawa Barat akan menjalani perencanaan ulang dalam kesepakatan senilai US$250 juta hingga US$300 juta yang akan digunakan untuk menghentikan operasi pembangkit sekitar 10 hingga 15 tahun sebelum akhir masa pakainya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Straits Times