Kiev Berkeras, Syarat Perundingan adalah Pasukan Rusia Mundur dari Seluruh Wilayah Ukraina
Kompas dunia | 13 April 2023, 23:55 WIBKIEV, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina Dmytro Kuleba, Kamis (13/4/2023), mengatakan negaranya tidak akan mundur dari tuntutan agar Rusia menarik pasukannya dari Krimea, serta dari wilayah lain di Ukraina yang secara ilegal dianeksasi oleh Moskow, agar perang dapat berakhir.
Menyebut konflik di Ukraina sebagai "luka terbuka di tengah Eropa", Menlu Dmytro Kuleba mengatakan seluruh wilayah negaranya harus diperlakukan sama oleh Kremlin setelah serangan penuh Rusia lebih dari 13 bulan yang lalu.
"Kami bersatu oleh prinsip-prinsip Piagam PBB dan keyakinan bersama Krimea adalah Ukraina dan akan kembali berada di bawah kendali Ukraina," kata Kuleba, berbicara melalui video link pada pertemuan di ibu kota Rumania, Bucharest.
"Setiap kali Anda mendengar seseorang dari sudut mana pun di dunia mengatakan Krimea secara khusus harus tidak dikembalikan ke Ukraina, seperti bagian lain dari wilayah kami, Anda harus tahu satu hal: Ukraina secara kategorikal tidak setuju dengan pernyataan-pernyataan tersebut," kata Kuleba pada Konferensi Keamanan Laut Hitam.
Rusia mengambil alih Krimea pada tahun 2014, dan selama perang saat ini memperluas kehadirannya di sana. Tindakan sabotase dan serangan lain terhadap fasilitas militer dan lainnya di semenanjung tersebut terjadi sesekali, dengan Kremlin menyalahkan Ukraina.
Pemerintah Kiev tidak mengaku bertanggung jawab atas serangan-serangan tersebut, tetapi menyambut baik upaya untuk mengusir kehadiran Rusia dari Krimea.
Kremlin ingin Kiev mengakui kedaulatan Rusia atas Krimea dan juga mengakui aneksasi provinsi-provinsi Ukraina seperti Donetsk, Kherson, Luhansk, dan Zaporizhzhia pada September lalu.
Baca Juga: Warga Rusia Takut Putin Lakukan Mobilisasi Lagi, Gegara RUU yang Sulitkan Hindari Panggilan Militer
Ukraina menolak tuntutan tersebut dan tidak akan melakukan pembicaraan dengan Rusia sampai pasukan Moskow mundur dari semua wilayah yang diduduki.
Meskipun tidak ada tanda-tanda negosiasi perdamaian yang mungkin terjadi, kedua negara secara sporadis telah bertukar tawanan perang dan telah melakukan kesepakatan perang untuk ekspor biji-bijian Ukraina dan pupuk Rusia.
Kesepakatan tersebut membantu mengurangi kekhawatiran tentang pasokan makanan global, terutama ke negara-negara di Afrika, Timur Tengah, dan sebagian Asia di mana banyak orang sudah berjuang melawan kelaparan.
Namun, kesepakatan itu rapuh dan menjadi subjek ancaman berulang oleh Moskow untuk mengakhiri kesepakatan tersebut.
Dalam perselisihan terbaru, Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada Kamis bahwa tidak akan ada diskusi tentang perpanjangan perjanjian biji-bijian Laut Hitam setelah 18 Mei, sampai ada kemajuan dalam menyelesaikan apa yang disebut sebagai "lima masalah sistemik" yang timbul akibat sanksi terhadap Rusia terkait perang.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Rusia menyebutkan masalah-masalah tersebut meliputi penyambungan kembali bank pertanian milik negara Rusia ke sistem perbankan internasional SWIFT; melanjutkan pasokan mesin pertanian, suku cadang, dan jasa ke Rusia; menghapus batasan asuransi dan reasuransi serta larangan akses ke pelabuhan; memulihkan operasi pipa amonia Tolyatti-Odesa; dan membuka blokir aset dan rekening perusahaan-perusahaan Rusia terkait produksi dan transportasi makanan dan pupuk.
Baca Juga: Dokumen Rahasia AS Kembali Bocor, Sebut Sekjen PBB Mengakomodasi Kepentingan Rusia
Rusia setuju bulan lalu untuk memperpanjang perjanjian biji-bijian selama 60 hari, dibandingkan dengan 120 hari pada perpanjangan sebelumnya, sebagai tanda peringatan kepada Barat.
Di medan perang, analis militer mengatakan serangan balik Ukraina yang diantisipasi dalam beberapa bulan mendatang dapat mengincar koridor darat antara Rusia dan Krimea, dengan harapan membelah pasukan Rusia menjadi dua.
Ini akan menjadi tantangan militer yang menakutkan. Citra satelit menunjukkan pasukan Kremlin sedang menggali sistem parit yang luas di daerah antara Ukraina daratan dan Semenanjung Laut Hitam.
Pertempuran dalam beberapa bulan terakhir telah menjadi perang hancur-hancuran, di mana kedua belah pihak tidak mampu mendapatkan momentum selama musim dingin dan sering kali beralih ke pengeboman jarak jauh.
Setidaknya empat warga sipil tewas dan 11 lainnya terluka dalam serangan Rusia terbaru yang terus melanda infrastruktur sipil, demikian kantor Presiden Ukraina mengatakan pada Kamis.
Militer Ukraina mengatakan bahwa pasukan Rusia selama 24 jam sebelumnya meluncurkan 32 serangan udara, dua serangan peluru kendali, dan 40 serangan dari peluncur roket multipel.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press