Moskow Tuntut Barat Hapus Hambatan Ekspor Gandum, atau Rusia Mundur dari Kesepakatan Gandum Ukraina
Kompas dunia | 8 April 2023, 03:30 WIBANKARA, KOMPAS.TV - Rusia menyatakan mungkin akan mundur dari kesepakatan perang yang memungkinkan ekspor gandum Ukraina ke pasar global jika Barat gagal menghapus hambatan pada ekspor pertanian Rusia, demikian dikatakan menteri luar negeri Rusia Sergei Lavrov di Moskow, Jumat (7/4/2023).
Kesepakatan tersebut, yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Turki bulan Juli tahun lalu, membuka ekspor yang terhenti di pelabuhan Ukraina yang diblokir dan penuh ranjau, melonjakkan harga makanan dan memunculkan ancaman kelaparan di beberapa negara.
Kesepakatan terpisah dengan Rusia bertujuan untuk memfasilitasi ekspor pupuk dan gandum Rusia. Moskow berkali-kali mengeluh bahwa kesepakatan itu gagal untuk ekspor pertanian Rusia, yang sulit mencapai pasar dunia karena sanksi Barat.
Berbicara pada konferensi pers bersama dengan menteri luar negeri Turki, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan kepada wartawan bahwa Rusia setuju bulan lalu untuk memperpanjang kesepakatan namun hanya selama 60 hari, bukan 120 hari yang ditetapkan dalam perpanjangan sebelumnya, untuk memberi sinyal peringatan kepada Barat.
“Setelah kami memperpanjang kesepakatan selama 120 hari, kami tidak melihat tanda-tanda bahwa masalah-masalah tersebut bisa diatasi dan lelah mengimbau hati nurani mereka yang memutuskannya,” kata Lavrov mengenai ketidakpuasan Moskow, seperti laporan Associated Press.
"Kami melakukan eskalasi kecil dan menawarkan untuk memperpanjang kesepakatan hanya selama 60 hari dengan asumsi jika tidak ada perubahan dalam menghapus hambatan untuk ekspor pupuk dan gandum Rusia, kami akan berpikir apakah kesepakatan diperlukan." tutur Lavrov.
Baca Juga: Perang Belum Selesai, Rusia-Ukraina Perpanjang Kesepakatan Pengiriman Gandum
Lavrov menepis argumen Barat bahwa makanan dan pupuk Rusia tidak termasuk dalam sanksi, seraya mencatat "hambatan terkait dengan pembiayaan, logistik, transportasi, dan asuransi ekspor Rusia tetap ada dan bahkan semakin sulit."
Para ahli mengatakan perusahaan pengiriman dan asuransi swasta tetap berhati-hati dalam menangani komoditas Rusia di tengah perang di Ukraina, meskipun pengiriman gandum Rusia mencapai rekor tertinggi pada November, Desember, dan Januari, menurut penyedia data keuangan Refinitiv.
Lavrov mengatakan Barat secara efektif memblokir kesepakatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Turki mengenai ekspor pertanian Rusia dan "itulah mengapa kami meminta surat jaminan dari beberapa pemerintah."
Alih-alih setuju dengan perpanjangan lainnya di akhir tahun ini, Rusia mungkin akan memutuskan untuk bekerja sama langsung dengan Turki dan Qatar untuk memastikan gandum sampai ke negara-negara yang membutuhkannya.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, yang bergabung dengan PBB dan Ukraina dalam mendesak perpanjangan selama 120 hari sebelum kesepakatan ekspor Ukraina berakhir bulan lalu, mengatakan dirinya dan Lavrov "setuju bahwa hambatan-hambatan untuk ekspor gandum dan pupuk Rusia harus segera dihapus."
“Kami menghargai kelanjutan kesepakatan ini,” kata Cavusoglu. “Ini tidak hanya penting untuk ekspor gandum dan pupuk Ukraina dan Rusia. Ini juga penting dalam mengurangi krisis pangan dunia dan terutama masalah yang dialami oleh setiap rumah tangga di dunia.”
Baca Juga: Teleponan dengan Jokowi, Vladimir Putin Sebut akan Kirim Bantuan Gandum Ke Negara Miskin
Peringatan Lavrov mengulang peringatan dari Presiden Rusia Vladimir Putin, yang mengatakan bulan lalu bahwa Moskow dapat mengakhiri partisipasinya dalam inisiatif tersebut jika kondisinya tidak terpenuhi.
Putin mengatakan Rusia berharap untuk memfasilitasi ekspor produk pertanian sendiri sebagai bagian dari paket kesepakatan.
Lavrov dan Cavusoglu juga membahas upaya Rusia untuk menyatukan kembali Turki dan Suriah. Awal minggu ini, Moskow menjadi tuan rumah wakil menteri luar negeri Turki, Suriah, dan Iran untuk memfasilitasi rekonsiliasi.
Turki telah mendukung kelompok oposisi bersenjata yang mencoba menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar Assad selama perang sipil Suriah. Turki mengendalikan wilayah yang luas di barat laut Suriah, dan Damaskus menekan untuk penarikan pasukan Turki dari Suriah sebagai prasyarat untuk normalisasi hubungan.
Sementara itu, Turki mencari jaminan keamanan, termasuk tentang militan Kurdi di Suriah yang dianggap Ankara sebagai teroris.
“Kami tahu bahwa tidak semua masalah dapat diselesaikan dalam satu atau dua pertemuan,” kata Cavusoglu. “Namun, dialog harus terus berlanjut dan akan bermanfaat jika konsultasi berlanjut dengan cara yang sama.”
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Associated Press