Putin Ledek Inggris yang Alami Krisis Pangan, Ejek Rakyat Raja Charles Harus Makan Lobak
Krisis rusia ukraina | 18 Maret 2023, 08:17 WIBMOSKOW, KOMPAS.TV - Presiden Rusia, Vladimir Putin meledek Inggris yang tengah mengalami krisis ekonomi dan Krisis pangan.
Ia pun menyombongkan bahwa perekonomian Rusia tetap kuat meski sanksi yang diberikan Barat karena perang di Ukraina.
Pada pidatonya, Putin menertawakan analis Barat yang memperkirakan toko-toko di Rusia akan kosong dan layanan menjadi hancur karena sanksi, dan yang terjadi malah kebalikannya.
“Hidup tak memiliki ide yang lain. Negara Barat membawa diri mereka sendiri ke semua masalah yang sama,” katanya dikutip dari The Independent, Jumat (17/3/2023).
Baca Juga: Pasukan Rusia Klaim Kuasai 70 Persen Bakhmut, Sedikit Lagi Kuasai Seluruhnya
“Itu mencapai titik di mana pemimpin mereka menyarankan agar warga beralih ke lobak daripada selada atau tomat,” tambah Putin.
Pernyataan Putin tersebut merujuk pada apa yang diungkapkan Menteri Pertanian Inggris, Therese Coffey bulan lalu.
Ketika itu Coffey mengatakan bahwa warga Inggris yang kesulitan mendapat tomat, paprika dan mentimun impor, bisa mempertimbangkan lebih banyak lobak musiman yang ditanam sendiri.
Lobak musiman sendiri di Inggris disebut sebagai perusak citra dalam beberapa decade terakhir karena hubungannya dengan masa-masa kurang Makmur.
Sementara itu, Rusia mengalami kontraksi ekonomi 2 persen pada tahun lalu, menentang sebagian besar perkiraan awal.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi Rusia tumbuh 0,3 persen tahun ini, jauh lebih rendah dari 3,75 persen yang diperkirakan untuk tahun 2022 sebelum invasi.
Meski memuji ketangguhan Rusia, Putin mengakui adanya risiko terhadap ekonomi dan mengatakan kepada para pemimpin bisnis di negaranya untuk menempatkan patriotism di atas keuntungan.
Baca Juga: Bantuan Jet Tempur ke Ukraina Mulai Terjadi, Rusia Mengancam akan Menghancurkannya
Salah satu alasan utama ketangguhan Rusia adalah rekor pendepatan bahan bakar fosil sebesar 325 miliar dolar AS atau setara Rp4.995 triliun tahun lalu, yang disebabkan melonkaknya harga minyak.
Biaya itu berasal dari kekhawatiran bahwa perang akan berarti kehilangan energi besar-besaran dari produsen minyak terbesar ketiga di dunia itu.
Pendapatan tersebut, ditambah dengan jatuhnya apa yang dapat diimpor Rusia karena sanksi, mendorong negara itu ke rekor surplus perdagangan.
Hal itu berarti apa yang diperoleh Rusia dari penjualan ke negara lain jauh melebihi pembeliannya di luar negeri.
Penulis : Haryo Jati Editor : Gading-Persada
Sumber : The Independent