Luar Biasa, Satelit Surya-1 Karya Ilmuwan Muda Indonesia Meluncur dari International Space Station
Kompas dunia | 7 Januari 2023, 03:05 WIBTSUKUBA SPACE CENTER, KOMPAS.TV - Indonesia berkolaborasi dengan Jepang meluncurkan satelit Surya-1 karya ilmuwan muda Indonesia dari International Space Station ISS ke luar angkasa, Jumat (6/1/2023).
Bertempat di Pusat Komando Badan Eksplorasi Antariksa Jepang (Japan Aerospace Exploration Agency - JAXA) Tsukuba Space Center, Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi menyaksikan langsung pelepasan Satelit Surya-1 (SS-1) karya tim ilmuwan muda Indonesia, Jumat.
Dubes Heri mengapresiasi kerja sama yang terjalin erat antara Universitas Surya, Badan Riset Nasional BRIN dengan JAXA dan The United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA) hingga pelepasan satelit SS-1 ini berjalan lancar, seperti pernyataan yang diterima dari kedutaan besar Indonesia di Tokyo, Jumat.
“Besar harapan saya, ke depannya kerja sama riset dan teknologi Indonesia dengan Jepang akan terus menghasilkan inovasi gemilang bagi kedua negara. Satelit Surya-1 ini salah satu bentuk kolaborasi yang harus lebih banyak lagi didorong untuk mencetak lebih banyak ilmuwan-ilmuwan muda, khususnya di bidang eksplorasi luar angkasa,” ujar Dubes Heri yang didampingi Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Tokyo Meinarti Fauzie, Diplomat Muda Mukti R. Setianto dan Jurman Saputra Nazar. Mewakili Universitas Surya, turut hadir dalam pelepasan satelit Dr. Luluk Sumiarso.
“Ini adalah capaian yang baik untuk mengawali hubungan Indonesia Jepang yang sudah mencapai 65 tahun di tahun 2023 ini,” tambah Dubes Heri.
Presiden JAXA Yamakawa Hiroshi dalam pesan video mengucapkan selamat kepada Tim Surya Satellite-1 dalam pelepasan Surya Satellite (SS-1).
“Selamat atas pelepasan satelit ini. Saya berharap satelit ini sukses menyelesaikan misinya. Kami memberikan dukungan penuh kepada masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kerja sama.
Keberhasilan pengembangan SS-1 ini tentunya ini akan semakin menarik keterlibatan generasi muda Indonesia dalam membuat inovasi baru,” kata Yamakawa Hiroshi yang sebelumnya sempat memandu rombongan KBRI Tokyo berkeliling di area eksibisi Badan Eksplorasi Dirgantara Jepang “Space Dome”.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji dalam pesan videonya berharap dalam peringatan 65 tahun hubungan Indonesia Jepang terdapat peningkatan kerja sama pengembangan riset kedua negara.
Astronot JAXA Wakata Koichi dalam kesempatan yang sama melalui saluran telepon mengaku bangga dan merasa terhormat menyaksikan langsung pelepasan SS-1 dari International Space Station (ISS).
Baca Juga: AS Luncurkan Satelit Canggih SWOT, Mampu Petakan Samudra Sungai dan Danau untuk Antisipasi Bencana
Seperti laporan Kompas, Jumat (6/1), pelepasan SS-1 dari stasiun luar angkasa internasional (ISS) menuju orbit Bumi rendah (low earth orbit/LEO) ini dilakukan pada Jumat (6/1) dan disiarkan secara langsung di Gedung BJ Habibie Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta, serta Tsukuba Space Center, Jepang. Acara pelepasan satelit ini juga dihadiri langsung oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji.
Sebelum mengorbit di LEO dengan modul deployer (modul JSSOD) milik Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), SS-1 telah diluncurkan menuju ISS pada Minggu, 27 November 2022. Peluncuran SS-1 menuju ISS tersebut menggunakan roket SpaceX CRS-2 dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) Kennedy Space Center, Florida.
Pelepasan SS-1 menuju orbit ini membuat satelit tersebut akan beroperasi di ketinggian rendah, yakni 400-420 kilometer di atas permukaan Bumi, dengan sudut inklinasi 51,7 derajat. Satelit ini akan melewati Indonesia selama 1,5 jam hingga dua jam sekali.
Peluncuran satelit nano relatif baru di Indonesia karena mayoritas yang beroperasi dan dipakai saat ini merupakan satelit mikro. Berdasarkan spesifikasinya, SS-1 adalah satelit nano atau cubesat yang berukuran 10 sentimeter (cm) x 10 cm x 11,35 cm. Satelit ini memiliki berat 1-1,3 kilogram atau lebih kecil dari satelit mikro dengan berat mencapai 50-70 kilogram.
Dimensi SS-1 yang sangat kecil, satelit ini diperkirakan dapat beroperasi minimal hingga dua tahun. Lama waktu SS-1 mengorbit juga bergantung dari baterai yang ditanam dalam satelit ini.
Setelah beroperasi, satelit nano ini bisa berfungsi sebagai media komunikasi via satelit dalam bentuk pesan singkat (SMS). Teknologi ini juga dapat dimanfaatkan untuk mitigasi bencana, pemantauan jarak jauh dan level ketinggian air, serta komunikasi darurat.
”Untuk aplikasi ke depan, layanan SMS tidak dilakukan oleh orang, melainkan alat seperti sensor gempa, tsunami, hingga gunung berapi. Namun, pemanfaatan untuk sistem pelacakan harus mengubah frekuensi dari amatir ke komersial,” ujarnya.
Baca Juga: Inilah Citra Satelit Ledakan Jembatan Crimea Andalan Rusia yang Dibangun Putin
Beragam fungsi dari SS-1 membuat satelit ini sangat efektif terutama untuk potensi penggunaan di Indonesia sebagai negara kepulauan. Pemanfaatan SS-1 bisa lebih optimal apabila terdapat berbagai sensor yang bisa secara otomatis memperbarui kondisi di Bumi.
Ketua Tim Pengembangan Satelit Nano Setra Yoman Prahyang mengatakan, secara umum perbedaan antara satelit nano dan satelit konvensional yang paling signifikan ialah dari segi ukuran. Ukuran satelit nano yang kecil ini akan memudahkan dalam proses desain dan manufaktur sehingga dapat dikembangkan oleh ilmuwan muda, termasuk mahasiswa.
”Untuk saat ini kami akan memantau SS-1 terlebih dahulu. Kemudian untuk rencana ke depan, kami memiliki tim yang sangat bersemangat untuk pengembangan lebih lanjut. Namun, agar ada aspek keberlanjutan perlu persiapan visi hingga pengguna,” tuturnya.
Tahap pengembangan
Proyek SS-1 pertama kali diinisiasi oleh ilmuwan muda Indonesia dari Surya University bekerja sama dengan Organisasi Radio Amatir Indonesia (Orari) sejak 2016. Pada 2017, SS-1 memulai pengerjaan dan pelatihan pembuatan satelit nano dengan supervisi dari para periset di Pusat Teknologi Satelit yang saat itu masih di bawah naungan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) atau sebelum melebur ke dalam BRIN.
Pengembangan SS-1 kemudian mendapat dukungan kembali dari BRIN berupa bimbingan yang dimulai dari tahap desain, manufaktur, perangkaian, hingga pengujian satelit.Dukungan dalam pengembangan satelit ini semakin diperkuat dengan kolaborasi multipihak antara tim insinyur muda bersama PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Pudak Scientific, Orari, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/KBRI Tokyo/Kompas