China Bantah Tuduhan Manipulasi Data Covid-19, Akui Sulit untuk Tentukan Angka Pasti
Kompas dunia | 6 Januari 2023, 11:40 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV - China membantah tuduhan WHO bahwa mereka tidak transparan dan diduga melakukan manipulasi data Covid-19.
Kedutaan Besar China di Washington menegaskan mereka telah berhubungan dengan badan kesehatan dunia itu terkait informasi dan data Covid-19 di China.
Sebelumnya ada dugaan manipulasi data dilakukan oleh China, dan sulitnya mendapatkan informasi mengenai wabah Covid-19 dari negara tersebut.
“China selalu membagikan informasi dan data yang bertanggung jawab dengan komunitas internasional,” ujar Juru Bicara Kedutaan Besar China di Washington, Liu Pengyu dikutip dari South China Morning Post, Jumat (6/1/2022).
Baca Juga: Indonesia Belum Terapkan Pembatasan, China Minta Warganya Periksa Kesehatan Sebelum ke Luar Negeri
Ia mengatakan bahwa dua bulan lalu pihaknya telah dua kali melakukan pertemuan dengan WHO.
“Sehari sebelum kemarin, kami juga telah melakukan diskusi teknis dengan WHO,” ucapnya.
Ia pun menegaskan bahwa ilmuwan China saat ini tengah bekerja dengan WHO dalam diskusi lebih jauh lagi terkait data Covid-19.
Namun seperti diungkapkan oleh Newsweek, Liu mengakui kesulitan untuk dalam memastikan jumlah pasti kasus Covid-19, dan jumlah kematian terkait wabah.
Hal itu karena pelonggaran pembatasan yang telah dilakukan selama bertahun-tahun di negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia tersebut.
“Setelah penyesuaian tanggapan Covid-19, China berhenti melakukan tes Covid untuk semua penduduk, sehingga sulit mengetahui secara akurat berapa jumlah kasusnya,” katanya.
Liu pun menjelaskan proses China untuk mengidentifikasi korban virus Corona, untuk menjawab kekhawatiran yuang diungkapkan para ahli dan pejabat asing mengenai transparansi data atas tingkat kematian yang rendah.
Baca Juga: Kota Culiacan di Meksiko Lumpuh usai Kartel Narkoba Sinaloa Lawan Penangkapan Putra El Chapo
“Ada dua kriteria untuk memastikan kematian karena Covid-19 secara global,” ujarnya.
“Secara gampangnya, satu adalah kematian yang disebabkan karena kegagalan pernapasan karena Covid-19, dan yang lainnya adalah karena infeksi selama 28 hari,” ujar Li.
China sendiri mengadopsi kematian pada kategori pertama sejak 2020.
Meski begitu, ia menegaskan kondisi saat ini tidak kondusif untuk mencapai angka pasti, meski pejabat sedang melakukan kampanye massal untuk menyelidiki angka tersebut.
Penulis : Haryo Jati Editor : Gading-Persada
Sumber : South China Morning Post/Newsweek