Parlemen AS Kecam TikTok, Menyebutnya Obat Bius Digital China yang Bikin Kecanduan dan Merusak
Kompas dunia | 2 Januari 2023, 15:55 WIB
WASHINGTON, KOMPAS.TV - Anggota parlemen Amerika Serikat (AS) mengecam TikTok sebagai obat bius digital China yang bikin kecanduan.
Anggota parlemen Mike Gallagher, Republikan dari Wisconsin, menyebut TikTok sebagai fentanyl digital, karena membuat kecanduan dan sangat merusak.
Gallagher yang akan menjadi Ketua Komite Pemilihan DPR AS itu mengatakannya pada Minggu (2/1/2023).
“Kami melihat data yang meresahkan tentang dampak korosif dari penggunaan media sosial yang terus menerus, terutama pria dan perempuan muda di Amerika,” ujarnya dilansir dari CNN.
Baca Juga: Kekacauan di Bandara Filipina akibat Listrik Mati saat Tahun Baru, Puluhan Ribu Penumpang Telantar
Ia pun menambahkan karena TikTok secara efektif akan memberikan informasi ke Partai Komunis China (CCP).
Gallagher pun mengatakan bahwa ia percaya seharusnya aplikasi video tersebut dilarang di AS.
Ia juga mengatakan saat TikTok semakin popular, ia merasa yakin hal tersebut perlu dikendalikan.
“Kami harus bertanya, apakah kami ingin CCP mengendalikan apa yang akan menjadi perusahaan paling kuat di Amerika,” ucapnya.
Gallagher mendukung larangan TikTok pada perangkat pemerintah dan mengatakan AS harus memperluas larangan itu secara nasional.
Baca Juga: Peringatan IMF: 2023 Tahun Sulit, Sepertiga Dunia akan Resesi
TikTok merupakan milik perusahaan China, ByteDance, dan telah dilarang dari alat elektronik yang digunakan oleh anggota DPR AS,
Sementara itu, Pemerintah AS akan melarang TikTok dari semua perangkat federal bagian dari undang-undang yang termasuk dalam RUU omnibus senilai 1,7 triliun AS atau setara Rp26,5 triliun yang ditandatangai Presiden Joe Biden pekan lalu.
TikTok sebelumnya menyebut upaya untuk melarang aplikasi itu dari perangkat pemerintah sebagai isyarat politik yang tak berhubungan dengan kepentingan keamanan nasional.
TikTok sendiri tak berkomentar terkait rencana pelarangan dari DPR AS tersebut.
Penulis : Haryo Jati Editor : Iman-Firdaus
Sumber : CCN