Kisah Legiun Rusia yang Berperang Bela Ukraina: Jalani Tes Poligraf dan Tolak Cap Pengkhianat
Krisis rusia ukraina | 29 Desember 2022, 06:45 WIBDOLINA, KOMPAS.TV – Bagi warga Rusia yang berperang membela Ukraina di bawah legiun “Kebebasan Rusia” sejak Presiden Vladimir Putin mengirimkan tentara menginvasi Ukraina, kerahasiaan adalah hal yang paling penting.
Berapa jumlah personel legiun ini amat dirahasiakan. Pun posisi mereka, tak pernah diungkap. Pernyataan-pernyataan legiun ini juga ditata dengan hati-hati.
Baru-baru ini, juru bicara mereka, yang menggunakan julukan perang ‘Caesar’, mengungkapkan pandangannya.
“Saya tidak memerangi tanah air saya. Saya berperang melawan rezim Putin, melawan iblis,” ujar Caesar seraya berjalan di antara puing reruntuhan sebuah biara Ortodoks di Dolina, sebuah desa di kawasan Donetsk, Ukraina, seperti dilansir dari Moscow Times, Rabu (28/12/2022).
Pada musim gugur lalu, kawasan Ukraina timur yang diduduki tentara Putin ini berhasil direbut kembali oleh pasukan Ukraina.
“Saya bukan pengkhianat. Saya seorang patriot Rusia yang memikirkan masa depan negara saya,” imbuh Caesar.
Ia berdiri di antara serakan kubah emas berbentuk bawang yang kini hancur.
Legiun tempatnya bergabung, yang dibentuk saat invasi Rusia dimulai, merupakan bagian korps relawan internasional yang berperang bersama pasukan Ukraina. Kepalan tangan dengan tulisan “Rusia” dan “Kebebasan” adalah lambang yang diusung legiun ini.
Baca Juga: Pesan Natal Zelenskyy, Serukan Perjuangan untuk Kebebasan Ukraina
Menurut Caesar, legiunnya terdiri dari beberapa ratus warga Rusia, yang setelah menyelesaikan pelatihan selama dua bulan, diterjunkan ke wilayah Donbas di kawasan industri Ukraina pada Mei silam.
Sejumlah personel lainnya kini berperang di Kota Bakhmut di garis depan sebelah timur, lokasi perang sengit selama beberapa bulan terakhir.
Rekrutmen Legiun Libatkan Tes Poligraf
Di bawah komando pasukan Ukraina, legiun ini biasanya terlibat dengan meluncurkan artileri.
“Mereka para pejuang profesional yang memiliki motivasi, dan mereka melakukan pekerjaan mereka dengan sempurna,” sebut seorang personel pasukan Ukraina yang tak disebutkan identitasnya.
Proses rekrutmen legiun ini, ungkap sang personel anonim, melibatkan wawancara beberapa kali, tes-tes psikologi, dan bahkan tes poligraf. Ini semua, tekannya, adalah untuk memastikan dukungan mereka.
Sejatinya, kontribusi legiun Rusia ini dalam perang, terbilang jauh lebih signifikan justru bukan di medan perang.
“Mereka ambil bagian dalam perang, tetapi tak ada dampak berarti karena jumlah mereka yang kecil,” ujar pakar militer Oleg Zhdanov.
“Pentingnya keberadaan mereka lebih ke unsur politis. Menguntungkan bagi Ukraina untuk bisa menunjukkan (pada dunia, dan terutama Rusia) bahwa ada orang-orang Rusia yang mendukung demokrasi dan kebebasan dan berjuang di sisi mereka,” urai Zhdanov.
Di media sosial, legiun ini terutama mengunggah video-video propaganda dan mengeklaim telah menerima ribuan pelamar.
Seluruh personelnya memiliki motivasi spesifik untuk bergabung. Beberapa di antaranya bahkan memiliki alasan personal ketimbang politis demi bergabung dalam legiun ini.
Lelaki berjuluk Tikhiy, yang dalam bahasa setempat berarti Pendiam, misalnya. Ia menikah dengan seorang perempuan Ukraina yang ia temui di Rusia, tempat mereka tinggal bersama dua orang anak.
Saat Rusia menginvasi pada akhir Februari silam, Tikhiy tengah mengunjungi keluarga istrinya di Kiev.
“Jika kami tinggal di Rusia, dia tak akan mengerti,” ujar Tikhiy merujuk istrinya.
Baca Juga: Presiden China Xi Jinping Ingin Pembicaraan Damai Terjadi di Ukraina, Minta Semua Pihak Menahan Diri
Sejak perang dimulai, lelaki berusia 40-an tahun asal Tolyatti, sebuah kota di barat-daya Rusia, ini nyaris tak pernah berkabar dengan keluarganya di Rusia.
“Mereka mengalami pencucian otak sedikit. Tapi saya tahu, mereka mengkhawatirkan saya,” akunya menyebut keluarganya di Rusia.
Tikhiy menganggap tentara Rusia sebagai musuh. Ia kini berupaya mendapatkan kewarganegaraan Ukraina. Namun ia sadar, ia tak akan mendapatkannya hingga perang Rusia-Ukraina usai.
“Untuk sementara ini, paspor saya masih atas nama musuh,” ujarnya.
“Rusia Tengah Sekarat”
Caesar sang juru bicara legiun, dulunya adalah seorang ahli fisioterapi di St Petersburg, bekas ibu kota Rusia dan kota terbesar kedua di Negeri Beruang Merah.
Ia sendiri mengaku memiliki motivasi politis, menggambarkan dirinya sebagai nasionalis sayap kanan yang meyakini rezim Putin hanya bisa digulingkan dengan kekuatan.
“Mereka boneka,” ujar Caesar mencibir pasukan Rusia. Dan orang-orang Rusia, imbuhnya, “Tak mau melihat atau mendengar apa pun.”
“Rusia tengah sekarat. Pergilah ke pedesaan, kau akan lihat pemabuk, pemadat, penjahat. Orang-orang menderita,” tambahnya lagi.
Sudah jelas, tekannya, bahwa dua dekade kekuasaan Putin adalah sumber masalahnya.
“Sistemnya, pemerintahannya, pejabat-pejabatnya, semuanya omong kosong. Mereka pecundang, korup, pencuri, yang hanya memikirkan hidup untuk uang dan kesenangan. Bukan begitu cara menjalankan negara,” sergahnya.
Setelah Moskow menginvasi Ukraina pada 24 Februari, Caesar menjemput istri dan keempat anaknya dan pindah ke Kiev. Kini tinggal di Ukraina, ia yakin keluarganya akan lebih aman dan ia dapat berbicara dengan bebas.
“Mereka pun hidup dalam ketakutan karena gempuran artileri tentara Rusia, juga kedinginan di tengah musim dingin yang membekukan, tapi mereka sepakat dengan pilihan-pilihan saya,” pungkasnya.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : The Moscow Times