Amerika Serikat Pemilu Sela 8 November, Berpeluang Ubah Timbangan Kekuasaan di Kongres
Kompas dunia | 6 November 2022, 00:05 WIBFakta dalam berbagai pemilu sela sebelumnya selalu dimenangkan partai oposisi, dan faktor Donald Trump, membuat Demokrat cemas.
Apalagi dalam berbagai jajak pendapat, tingkat persetujuan rakyat kepada Demokrat dan Biden terbilang rendah.
Jajak pendapat Reuters/Ipsos yang diselenggarakan mulai 31 Oktober sampai 1 November misalnya, menunjukkan tingkat kepuasan kepada Biden hanya 40 persen. Selain itu, 69 persen rakyat AS beranggapan negaranya telah salah jalan, terutama dalam pengelolaan ekonomi yang semakin sulit karena inflasi yang menaikkan harga-harga termasuk BBM, properti, dan layanan kesehatan yang penting sekali di AS.
Isu itu pula yang digoreng Trump dan calon-calon anggota legislatif dari Republik.
Mereka semakin mendapatkan momentum mengingat dalam berbagai jajak pendapat, faktor ekonomi menjadi perhatian utama pemilih.
Walaupun pemerintahan Biden sukses menekan pengangguran, namun situasi ekonomi masih muram akibat belitan inflasi yang melambungkan harga properti, pangan dan energi.
Inflasi tetap menjadi momok, karena kendati harga BBM dan bahan pokok turun, bank sentral AS tetap mempertahankan suku bunga tinggi guna menekan inflasi yang bisa merusak pertumbuhan ekonomi negara ini.
Baca Juga: Dokumen Strategi Keamanan Amerika Serikat Terungkap, Ini Ancaman Jangka Pendek dan Panjang AS
Swing Voter
Kesimpulannya, ekonomi adalah medan tempur yang dihindari Demokrat dalam pemilu sela kali ini.
Sebaliknya mereka mengalihkan perhatian kepada isu-isu nonekonomi, termasuk keputusan Mahkamah Agung melarang aborsi yang dipakai Demokrat untuk menunjukkan kepada rakyat AS bahwa Republik tidak melindungi hak-hak perempuan.
Larangan aborsi pun mulus dikeluarkan MA karena hakim-hakim agung dalam badan peradilan tertinggi di AS tersebut saat ini didominasi hakim-hakim konservatif pilihan Republik.
Perbandingannya adalah 6 hakim agung konservatif dan tiga hakim agung liberal. Hakim agung liberal biasanya menjadi pilihan Demokrat.
Perubahan komposisi hakim MA menjadi 6:3 itu terjadi karena ulah Trump yang mengabaikan konsensus tak tertulis di antara Republik dan Demokrat bahwa komposisi agung harus 5:4, entah liberal atau konservatif.
Yang menarik dari pemilu kali ini, tema kampanye menjadi kentara diasosiasikan dengan pribadi seseorang, yakni Donald Trump.
Salah satu isu lain yang berkaitan dengan Trump dan dimanfaatkan Demokrat adalah perkara hukum yang menjerat mantan presiden itu akibat menyimpan dokumen-dokumen negara di rumah pribadi, bukan di lembaga negara.
Tetapi Demokrat tak akan membidik pemilih Republik yang sudah menentukan pilihannya. Demokrat membidik suara-suara mengambang yang belum menentukan pilihan yang biasa disebut "swing voter" atau "suara mengambang".
Baca Juga: Inilah Sistem Senjata Amerika Serikat yang Akan atau Tidak Akan Diperoleh Ukraina
Kenyataannya, dalam semua pemilu, termasuk pemilu sela, "swing voter" menjadi incaran utama karena menjadi penentu kemenangan dalam pemilu.
Yang menjadi persoalan, khususnya bagi Demokrat, tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu sela biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pemilu setiap empat tahun sekali yang di antaranya untuk memilih presiden AS.
"Swing voter", termasuk pemilih muda, biasanya tak begitu tertarik kepada pemilu sela.
Biden dan Demokrat menyadari hal ini. Untuk itulah mereka mengusung program-program untuk menarik suara pemilih muda, antara lain relaksasi pinjaman studi.
Kendati sejarah tidak berpihak kepada Demokrat, fakta di lapangan setelah pemilu sela bisa saja lain.
Yang tak kalah menarik, mengingat posisi AS yang masih menentukan dalam peta politik dan ekonomi dunia, pemilu sela bisa bergaung global, khususnya ekonomi dunia yang sedang dalam cengkeraman resesi.
Perubahan fakta ekonomi AS akibat pergeseran kebijakan ekonominya karena pertarungan antara eksekutif dan legislatif yang berubah sengit, bakal menciptakan situasi ekonomi baru yang memengaruhi bank sentral Federal Reserve dalam mengambil kebijakan moneter dan membuat kebijakan perdagangan AS bisa saja berubah.
Padahal kebijakan Federal Reserve acap menulari otoritas moneter di seluruh dunia, dan ini bisa memengaruhi upaya dunia dalam menghindarkan resesi global.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Antara