Balita Tewas Keracunan Gas Terjebak di Area Lockdown China, Kebijakan Nol-Covid-19 Picu Kemarahan
Kompas dunia | 4 November 2022, 12:52 WIBLANZHOU, KOMPAS.TV - Kematian balita tiga tahun karena keracunan gas di perumahan yang menjadi area lockdown di China memicu kemarahan atas kebijakan nol-Covid-19.
Ayah anak laki-laki itu mengklaim dalam sebuah postingan media sosial bahwa pekerja Covid-19 berusaha mencegahnya meninggalkan kompleks mereka di Lanzhou, Ibu Kota Provinsi Gansu.
Padahal, mereka berusaha mencari perawatan bagi anaknya, menyebabkan penundaan yang dia yakini akhirnya berakibat fatal.
Dikutip dari CNN, sebuah postingan media sosial ayah dari balita itu, Rabu (2/11/2022), tentang kematian putranya disambut dengan curahan kemarahan dan kesedihan publik.
Baca Juga: Penembakan Mantan PM Pakistan Imran Khan Pancing Kemarahan, Dikecam sebagai Tindakan Keji
Beberapa tagar terkait tragedi itu mengumpulkan ratusan juta tampilan pada hari berikutnya di Weibo, platform mirip Twitter di China.
“Tiga tahun pandemi merupakan seluruh kehidupannya,” bunyi komentar populer mengenai insiden tersebut.
Tragedi terakhir tersebut semakin menyiramkan kemarahan terhadap kebijakan nol-Covid-19 yang ketat.
Kebijakan tersebut terus menjungkirbalikkan kehidupan sehari-hari dengan lockdown yang tak henti-hentinya, karantina dan mandat pengujian massal.
Hal itu bahkan terjadi ketika seluruh dunia mulai beralih dari pandemi.
Banyak kasus serupa melibatkan orang yang sekarat setelah ditolak akses cepat ke perawatan medis darurat selama lockdown.
Meski para pejabat China, termasuk Presiden Xi Jinping menegaskan kebijakan Covid-19 itu akan menempatkan orang dan kehidupan mereka terlebih dahulu.
Sebagian Lanzhou, termasuk permukiman tempat keluarga balita itu tinggal, telah melakukan lockdown sejak Oktober lalu.
Baca Juga: China Lakukan Kebijakan Aneh usai Covid Mewabah Lagi, Tes Swab Ikan Kepiting dan Udang
Ayah balita itu mengatakan putra dan istrinya sakit pada Selasa (1/11/2022), menunjukkan tanda-tanda keracunan gas.
Menurut postingan media sosialnya ayahnya, kondisi sang ibu membaik setelah menerima CPR dari sang ayah, tetapi anaknya malah koma.
Sang ayah mengatakan telah berusaha menghubungi ambulans dan polisi, tetapi gagal untuk mencapai mereka.
Ia pun mengatakan meminta bantuan dari pekerja Covid-19, yang bertanggung jawab melakukan lockdown di wilayahnya, tetapi ditolak dan diminta terus meminta pertolongan dari pejabat di wilayahnya atau menghubungi ambulans sendiri.
Ia mengatakan para petugas memintanya menunjukkan hasil tes Covid-19 negatif, tetapi ia tak bisa melakukannya karena tak ada tes yang dilakukan di kompleks dalam 10 hari sebelumnya.
Ia pun putus asa dan akhirnya membawa putranya keluar, di mana seorang penduduk yang baik hati memanggil taksi untuk membawa mereka ke rumah sakit.
Namun sudah terlambat pada saat mereka tiba, dan para dokter gagal menyelamatkan putranya.
“Anak saya mungkin bisa diselamatkan jika ia dibawa ke rumah sakit lebih cepat,” tulis sang ayah.
Berdasarkan peta online, rumah sakit terdekat hanya berjarak 3km dari rumah balita tersebut, hanya 10 menit berkendara.
Sang ayah mengklaim bahwa polisi tidak muncul, hingga setelah membawa anaknya ke rumah sakit.
Namun kepolisian lokal mengatakan dalam pernyataannya bahwa mereka langsung menuju lokasi kejadian setelah menerima permintaan tolong dari publik.
Mereka juga mengatakan telah mengirim dua orang, termasuk seorang anak, ke rumah sakit 14 menit kemudian.
Baca Juga: Netanyahu Kembali Jadi PM Israel usai Menangi Pemilu, Lapid Janjikan Transisi Kekuasaan yang Teratur
Pernyataan polisi juga mengatakan anak itu tewas karena keracunan karbon monoksida dan ibunya tetap di rumah sakit dengan kondisi stabil.
Tetapi mereka tak mengungkapkan apakah lockdown telah menunda perawatan mereka.
Otoritas Lanzhou pun mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan duka cita atas tewasnya anak itu.
Mereka berjanji akan secara serius menangani pejabat dan unit kerja yang gagal memfasilitasi penyelamatan tepat waktu untuk balita itu.
Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : CNN