Kisah Pilu Pembantaian 22 Balita Thailand yang Tengah Tidur Siang, Seorang Balita Berhasil Selamat
Kompas dunia | 7 Oktober 2022, 20:36 WIBUTHAI SAWAN, KOMPAS.TV - Kisah tragis yang memilukan mulai bermunculan pada Jumat (7/10/2022) setelah Thailand mengalami syok berat akibat pembantaian 37 orang di sebuah pusat penitipan anak. Sebanyak 22 di antaranya adalah balita yang dititipkan di tempat penitipan anak tersebut.
Saat itu adalah waktu tidur siang di Pusat Penitipan Anak Uthai Sawan di timur laut Thailand. Sebanyak 24 balita usia dua hingga lima tahun tidur siang bersama di ruang berlantai panel kayu dan berpendingin ruangan.
Seperti yang dikisahkan kepada Straits Times, semua tampak tenang, sampai seorang mantan polisi bersenjatakan pistol dan pisau menyerbu masuk ke pusat penitipan anak itu. Staf yang bertugas saat itu, tidak dapat menghentikannya.
Mantan sersan polisi itu menembak pintu kamar tempat anak-anak tidur, lalu membunuh 22 dari mereka, sebagian besar dengan pisau, dalam amukan yang menjadi salah satu pembantaian anak-anak terburuk oleh seorang pembunuh tunggal sepanjang sejarah dunia.
Panya Khamrab, 34 tahun, membunuh total 37 orang, termasuk istri dan anaknya di rumah, sebelum mengarahkan senjata ke dirinya sendiri, dalam pembantaian yang mengejutkan negara Asia Tenggara itu.
Di antara mereka yang meninggal adalah anak kembar Worapat dan Weerapol Nuadkhao yang hanya sebulan lagi merayakan ulang tahun ke-4 mereka.
"Mereka ingin kue, cokelat, dan stroberi. Mereka kembar, tetapi mereka tidak menyukai hal yang sama," kata ibu mereka, Pimpa Thana melalui telepon dalam laporan yang dikutip Straits Times.
Baca Juga: Penembakan Massal Thailand: 34 Orang Tewas, 22 di Antaranya Anak Kecil
"Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan selanjutnya," katanya, dengan suara bergetar setelah nyawa kedua anaknya dirampas dengan keji oleh Panya Khamrab.
Kritsana Sola yang berusia dua tahun menyukai dinosaurus dan sepak bola. Di hari nahas itu, ia terlihat sangat senang pergi ke tempat penitipan anak yang rutin dijalaninya setiap hari untuk bermain dengan teman dan mainan, kata bibinya.
"Dia berdandan rapi dengan seragam. Kadang-kadang dia diizinkan memakai jersey sepak bola Chelsea, klub favoritnya," kata Naliwan Duangket sambil menunjukkan di ponselnya gambar bocah lelaki berwajah gendut menggemaskan yang dijuluki 'Kapten'.
Fasilitas penitipan anak tersebut merupakan tujuan terpercaya bagi keluarga di desa-desa terdekat, dengan sekitar 90 anak biasanya hadir setiap hari, kata pejabat kota Jidapa Boonsom yang bekerja di kantor sebelah.
Orang tua biasanya mengantar anak-anak pada jam 8 pagi. Aktivitas anak-anak diisi dengan kegiatan belajar seperti mendengar cerita, mewarnai, dan bermain.
Makan siang diikuti dengan tidur siang, dan siswa harus membersihkan diri, lalu siap untuk dijemput segera setelah pukul 14:30, kata Jidapa.
Lebih dari sebulan yang lalu, kelas melakukan kunjungan lapangan tahunan. Dalam foto-foto perjalanan yang diunggah di media sosial, anak-anak itu mengenakan kemeja merah dan celana pendek hitam, sepatu kets, beberapa anak perempuan dengan rambut dikuncir, dan yang lain dengan topi olahraga terbalik.
Baca Juga: Pembantaian di Thailand Tewaskan 24 Anak, Korban Tewas Lebih Banyak akibat Luka Tusuk
Dalam salah satu foto, anak-anak melipat tangan berdoa sambil mendengarkan pemandu wisata di luar kuil.
Di tempat lain, mereka duduk di kaki model dinosaurus di museum, memandang dengan kagum.
Mereka terlihat tertawa, membuat ekspresi lucu di wajah mereka, dan berpose dengan guru mereka di bus sekolah.
Pada hari nahas itu, hujan yang turun lebat sejak dini hari membuat lebih sedikit anak yang pergi ke tempat penitipan anak. Dari seluruh balita yang datang hari itu, hanya dua dari mereka yang masih hidup, selamat dari pembantaian keji Panya Khamdab.
Penyiar televisi Amain TV melaporkan, salah satu balita korban selamat, seorang balita bernama Honey, sedang tidur, ditutupi dengan selimut, persis di ujung ruangan.
Kakeknya bergegas ke tempat kejadian dan menemukan seorang guru memegang cucunya itu di lengannya, menutupi wajah anak itu dengan kain sehingga dia tidak bisa melihat teman-temannya yang sudah meninggal.
'Ini keajaiban,' kata kakek yang tidak disebutkan namanya itu kepada penyiar.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV/Straits Times