Krisis Lebanon Buat Nasabah Rampok Bank demi Dapatkan Simpanannya, Pemerintah Disebut Tak Bergerak
Kompas dunia | 7 Oktober 2022, 18:05 WIBBEIRUT, KOMPAS.TV - Krisis Lebanon membuat nasabah bank merampok banknya sendiri untuk mendapatkan uang simpanan mereka.
Namun, Pemerintah Lebanon disebut tak bergerak untuk memperbaiki krisis ini.
Seperti diketahui, sejumlah perampokan bank oleh para nasabah yang mencari akses uang mereka sendiri semakin umum terjadi.
Insiden ini terjadi setelah selama lebih dari dua tahun, pemerintah Lebanon yang acuh tak acuh membatasi penarikan uang nasabah.
Baca Juga: Bikin AS Ketar-ketir dengan Uji Coba Rudal, Kim Jong-Un Malah Menghilang Tiga Pekan
Bahkan dalam dua bulan terakhir, lebih dari selusin perampokan bank telah terjadi di seluruh negeri.
Beberapa melibatkan senjata palsu dan asli, serta ketegangan yang buruk.
Pada Agustus lalu, seorang pria merampok bank menggunakan senjata rifle, hingga ia menerima 20.000 dolar AS atau setara Rp305 juta uang simpanannya, yang harus ia bayarkan untuk pengobatan anggota keluarganya.
Meski diselidiki, ia diperlakukan secara lembut oleh penyelidik dan petugas pengadilan, yang tampaknya sudah kehabisan ide menghadapi fenomena ini.
Apalagi, hal itu mendapat dukungan luas dari populasi yang putus asa.
“Akar dari kejadian ini adalah pelanggaran hukum yang terjadi di tanah ini,” ujar Dina Abou Zour, pengacara dan pendiri kelompok yang dikenal sebagai Serikat Penabung dikutip dari The Guardian, Jumat (7/10/2022).
Kelompok itu mengampanyekan hak masyarakat untuk mengakses tabungan mereka.
“Pemerintah perlu bergerak cepat, tetapi mereka malah ta melakukannya sama sekali,” ujarnya.
Para pemerintah Lebanon tampaknya mendasarkan sikap apatis mereka pada keyakinan bahwa paket penyelamatan akan muncul dari komunitas internasional.
Hal itu akan bersamaan dengan pendapatan dari ladang gas potensial di perbatasan selatan dengan Israel.
Baca Juga: Kemlu: Tak Ada WNI yang Jadi Korban Demonstrasi di Iran, Warga Indonesia Diminta Tak Ikut Unjuk Rasa
Tetapi tidak ada yang segera, bahkan pada jangka menengah, membuat cadangan bank sentral semakin menipis dan tak dapat mendukung impor atau layanan penting apa pun.
Artinya, Lebanon harus menghadapi inflasi hampir 200 persen dan sebagain besar pengeluaran yang baru telah dibayar dengan dolar yang dibawa ke negara itu, bukan oleh cadangan bank.
“Banyak bank bangkrut. Seharusnya semua tak menuju arah ini. Taka da perubahan yang dilakukan,” kata Abou Zour.
“Itu yang membuat para nasabah kehilangan harapan. Hakim melakukan pemogokan. Pegawai melakukan pemogokan. Pengadilan, institusi tak bekerja,” lanjutnya.
Penulis : Haryo Jati Editor : Gading-Persada
Sumber : The Guardian