Media Dunia Soroti Pertarungan Kartika Puspitasari Tuntut Kompensasi di Hong Kong Karena Disiksa
Kompas dunia | 7 Oktober 2022, 10:16 WIBHONG KONG, KOMPAS TV - Seorang perempuan Indonesia mantan pekerja migran yang jadi korban penyiksaan saat menjadi pekerja rumah tangga di Hong Kong, pergi ke pengadilan setempat pada hari Kamis, (6/10/2022) untuk menuntut kompensasi dari bekas pemberi kerjanya di sana,
Kompensasi dituntut untuk perawatan yang membuatnya terluka berat secara fisik dan mengalami trauma mental, seperti dilaporan Strait Times yang mengutip kantor berita AFP.
Pelecehan dan penyiksaan yang dilakukan terhadap Kartika Puspitasari, kini berusia 40 tahun, sebenarnya terjadi satu dekade lalu dan menjadi berita utama dunia. Kala itu, memicu gelombang protes atas perlakuan terhadap pekerja asing di Hong Kong.
Majikannya, yang telah dihukum dan dipenjara, melakukan kekerasan dan penghinaan berulang selama dua tahun terhadap Kartika saat masih bekerja, termasuk membakarnya dengan besi dan memukulinya dengan rantai sepeda.
“Saya masih merasakan trauma berat yang membuat saya rentan secara emosional, saya sering mengalami mimpi buruk dan gemetar setiap kali saya melihat orang-orang yang mirip dengan mantan majikan saya,” kata Kartika melalui juru bahasa pada konferensi pers.
"Saya kehilangan kepercayaan diri dan juga merasa tidak aman karena bekas luka yang terlihat di tubuh saya, yang masih perih dan nyeri."
Kartika mengatakan dia kembali ke rumah pada tahun 2014 tanpa kompensasi atas kerja selama dua tahun, karena upah bulanannya tidak pernah dibayar.
Nah, saat ini, dengan bantuan dari para aktivis, dia kembali ke Hong Kong dan bersaksi di pengadilan pada hari Kamis untuk menuntut para pelakunya untuk membayar lebih dari HK$930.000 atau setara 1,8 miliar rupiah, upaya yang jarang terjadi untuk menuntut ganti rugi secara langsung.
Hong Kong adalah rumah bagi sekitar 340.000 pekerja rumah tangga migran, terutama perempuan dari Indonesia dan Filipina.
Baca Juga: Majikan Penyiksa TKI Adelina Lisao Sampai Tewas Dibebaskan, Indonesia Terus Cari Keadilan
Para pendukung hak pekerja telah lama berargumen bahwa mereka sangat rentan terhadap berbagai bentuk pelecehan dan eksploitasi.
Kartika yang berlinang air mata mengatakan kepada wartawan bahwa dia masih takut untuk berbicara di depan umum tentang pengalamannya.
"Pada saat itu, saya sangat putus asa ... saya tidak punya teman, tidak bisa menghubungi siapa pun dan disiksa setiap hari."
Eni Lestari, juru bicara Badan Koordinasi Migran Asia di Hong Kong, mengatakan kasus Kartika "ekstrim, tetapi tidak terisolasi" yang artinya diduga kuat banyak terjadi.
Pekerja migran yang disiksa dan dilecehkan sering kekurangan makanan dan istirahat yang layak, situasi yang diperburuk oleh pandemi yang memberi majikan alasan untuk menahan pekerja di rumah, tambahnya.
Para aktivis pekerja migran mengatakan, sistem Hong Kong mengharuskan pekerja rumah tangga untuk tinggal di rumah majikan mereka dan membayar gaji bulanan minimum HK$4.730, mirip dengan "perbudakan modern".
Adalah umum bagi para korban untuk tidak berbicara karena mereka tidak mampu mencari ganti rugi di Hong Kong, terutama ketika visa mereka berakhir pada akhir kontrak mereka, tambah mereka.
Mantan majikan Kartika, yang masing-masing dipenjara selama tiga setengah tahun dan lima setengah tahun dan telah menyelesaikan hukuman mereka - tidak muncul di pengadilan pada hari Kamis untuk gugatan perdata tersebut.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Straits Times