Jurnalis Jepang Dihukum 7 tahun Penjara oleh Pengadilan Junta Militer Myanmar
Kompas dunia | 6 Oktober 2022, 17:34 WIBBaca Juga: Pensiunan Perwira Senior Myanmar Ditembak Mati di Rumahnya oleh Gerilyawan Pemberontak
Media lainnya beroperasi dari pengasingan.
Pengambilalihan oleh tentara memicu protes publik massal yang ditanggapi oleh militer dan polisi dengan kekuatan mematikan, memicu perlawanan bersenjata dan meningkatkan kekerasan yang telah menyebabkan apa yang oleh beberapa pakar PBB dicirikan sebagai perang saudara.
Menurut daftar rinci oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok pengawas yang berbasis di Thailand, 2.336 warga sipil tewas dalam tindakan keras pemerintah militer terhadap lawan dan setidaknya 15.757 orang telah ditangkap.
Segera setelah penangkapan Kubota, junta militer mengumumkan bahwa dia ditahan saat mengambil gambar dan video dari 10-15 pengunjuk rasa di kotapraja South Dagon Yangon.
Dikatakan dia mengaku kepada polisi bahwa dia telah menghubungi peserta protes sehari sebelumnya untuk mengatur pembuatan filmnya.
Lulusan Universitas Keio Tokyo dengan gelar master dari Universitas Seni London, Kubota, 26 pada saat penangkapannya, telah melakukan tugas untuk Yahoo! News Japan, Vice Japan dan Al Jazeera English.
Karyanya berfokus pada konflik etnis, imigran dan masalah pengungsi, termasuk penderitaan minoritas Muslim Rohingya yang teraniaya di Myanmar.
Baca Juga: PM Malaysia Kecewa dengan PBB, Tuduh Dewan Keamanan ‘Cuci Tangan’ tentang Myanmar
Militer sangat sensitif tentang masalah Rohingya karena pengadilan internasional sedang mempertimbangkan apakah mereka melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius, termasuk genosida, dalam kampanye kontra-pemberontakan tahun 2017 yang brutal yang menyebabkan lebih dari 700.000 anggota minoritas Muslim melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh untuk keselamatan.
Rekan senegara Kubota, Kitazumi, seorang jurnalis lepas, ditangkap pada April 2021 dan dibebaskan serta dideportasi kurang dari sebulan kemudian, setelah didakwa tetapi tidak diadili.
Junta militer mengatakan pada saat itu, mereka memutuskan untuk membebaskan Kitazumi "dengan pertimbangan hubungan baik antara Myanmar dan Jepang hingga sekarang dan mengingat hubungan bilateral di masa depan, dan atas permintaan utusan khusus pemerintah Jepang untuk rekonsiliasi nasional Myanmar."
Jepang secara historis mempertahankan hubungan hangat dengan Myanmar, termasuk di bawah pemerintahan militer sebelumnya.
Berbeda dengan negara Barat, Jepang mengambil garis yang lebih lembut terhadap pemerintah Myanmar saat ini daripada banyak negara Barat, yang memperlakukannya sebagai negara paria karena catatan hak asasi manusianya yang buruk dan dianggap merusak demokrasi
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Associated Press