Jurnalis Jepang Dihukum 7 tahun Penjara oleh Pengadilan Junta Militer Myanmar
Kompas dunia | 6 Oktober 2022, 17:34 WIBBANGKOK, KOMPAS.TV — Sebuah pengadilan di Myanmar yang dikuasai junta militer hari Kamis, (6/10/2022) menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang jurnalis Jepang setelah ia merekam protes anti-pemerintah pada bulan Juli lalu, kata seorang diplomat Jepang hari Kamis, (6/10/2022) seperti dilaporkan Straits Times.
Jurnalis tersebut, Toru Kubota hari Rabu, (5/10/2022) dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara karena dianggap oleh pengadilan junta militer melanggar undang-undang transaksi elektronik dan tiga tuduhan penghasutan, kata Tetsuo Kitada, wakil kepala misi Kedutaan Besar Jepang. Hukuman itu harus dijalani secara bersamaan.
Sebuah pernyataan yang dikirim kepada wartawan dari kantor informasi junta militer menjelaskan bahwa Kubota dijatuhi hukuman tujuh tahun secara keseluruhan, sementara persidangan berlanjut dengan tuduhan melanggar undang-undang imigrasi terhadapnya.
Undang-undang transaksi elektronik mencakup pelanggaran yang melibatkan penyebaran informasi palsu atau provokatif secara online, dan berisiko hukuman penjara tujuh hingga 15 tahun.
Penghasutan adalah hukuman politis yang mencakup semua kegiatan yang dianggap pemerintahan junta militer menyebabkan kerusuhan.
Aturan tersebut sering digunakan terhadap jurnalis dan pembangkang, biasanya dengan hukuman penjara tiga tahun.
Baca Juga: Masih Ngeyel, Bos Junta Militer Myanmar Kembali Tidak Diundang ke KTT ASEAN November Nanti
Kubota ditangkap pada 30 Juli oleh polisi berpakaian preman di Yangon, kota terbesar di negara itu, setelah mengambil foto dan video protes kilat kecil terhadap pengambilalihan Myanmar tahun 2021 oleh militer, yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi.
Kubota adalah jurnalis asing kelima yang ditahan di Myanmar setelah militer merebut kekuasaan.
Warga negara AS Nathan Maung dan Danny Fenster, yang bekerja untuk publikasi lokal, dan pekerja lepas Robert Bociaga dari Polandia dan Yuki Kitazumi dari Jepang akhirnya dideportasi sebelum menjalani hukuman penjara penuh.
Sejak militer merebut kekuasaan pada Februari tahun lalu, junta militer memaksa penutupan setidaknya 12 outlet media dan menangkap sekitar 142 wartawan, 57 di antaranya masih ditahan.
Sebagian besar dari mereka yang masih ditahan di bawah tuduhan penghasutan, karena dianggap menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu, atau melakukan agitasi terhadap pegawai pemerintah.
Beberapa outlet media yang ditutup terus beroperasi tanpa lisensi dan menerbitkan berita secara online karena anggota staf mereka menghindari penangkapan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Associated Press