Sebelum Raja Charles III Ada Sejarah Mengerikan dengan Raja Inggris Charles I dan Charles II
Kompas dunia | 11 September 2022, 06:30 WIBKeesokan paginya, Selasa 30 Januari, Charles I bangun pagi-pagi dan berpakaian untuk cuaca dingin agar tidak menggigil, supaya orang-orang tidak akan mengira dia gemetar ketakutan.
Pintu sel penjaranya diketuk pada pukul 10 pagi.
Charles, Uskup Juxon dan pelayannya Thomas Herbert berjalan melintasi Taman St James, Raja terbungkus jubah hitam, dikelilingi di semua sisi oleh penjaga.
Raja, yang rambutnya diikat dengan topi tidur putih, melepas jubahnya dan berbaring. Dia mengatakan kepada algojo bahwa dia akan mengucapkan doa singkat, dan kemudian memberikan sinyal bahwa dia sudah siap.
Setelah beberapa saat, Raja memberi kode, lalu kapak algojo jatuh menghunjam, memenggal kepalanya dalam satu sapuan bersih.
Putuslah nyawa Raja Charles I.
Baca Juga: Apa Alasan Ratu Elizabeth II dan Keluarga Kerajaan Inggris Tidak Pernah Memakai Nama Belakang?
RAJA CHARLES II
Putra Charles I, yang akan menjadi Raja Charles II, menghabiskan masa mudanya di luar negeri selama 11 tahun pemerintahan Inggris di bawah Cromwell, dan naik takhta ketika monarki dipulihkan pada tahun 1660.
Raja Charles II memiliki kekuatan dan kekuasaan yang jauh lebih kecil daripada yang dinikmati ayahnya, Raja Charles I.
Raja Charles II dilucuti dari kuasa untuk membuat undang-undang tanpa persetujuan Parlemen.
Reformasi lebih lanjut dalam dekade berikutnya menetapkan bahwa takhta Inggris harus menerima kehendak Parlemen yang dipilih secara demokratis, sekarang menjadi dasar monarki konstitusional Inggris.
Ketika Charles II kembali dari pengasingan tahun 1660, opini publik berayun kembali mendukung monarki.
Banyak orang benar-benar muak dengan pengekangan Puritanisme ala Cromwell.
Oliver Cromwell, yang meninggal sebagai orang yang kecewa pada tahun 1658, gagal menciptakan Parlemen yang berfungsi dan putra serta pewarisnya yang tidak kompeten, Richard, terpaksa mengundurkan diri.
Baca Juga: King Charles III Pemimpin Baru Kerajaan Inggris, Inilah Momen Pidato Perdananya Usai Naik Takhta
Menurut Brittanica, George Monck, salah satu jenderal terkemuka Cromwell, menyadari bahwa di bawah penerus Cromwell, negara itu dalam bahaya tercerai berai.
Pasukannya yang tangguh kemudian digunakan untuk menciptakan tekanan politik, menciptakan situasi yang menguntungkan bagi pemulihan tahta Charles II tahun 1660.
Setelah kematian Oliver Cromwell tahun 1658, peluang Charles untuk merebut kembali tahta Inggris awalnya tampak tipis.
Oliver Cromwell digantikan sebagai Lord Protector oleh putranya, Richard Cromwell.
Namun, Lord Protector yang baru, dipandang tidak kompeten. Parahnya, Richaed tidak punya basis kekuatan di Parlemen dan tidak punya tentara, akhirnta dipaksa turun takhta tahun 1659.
Protektorat Inggris kemudian dihapuskan, dan Persemakmuran Inggris didirikan kembali.
Selama kerusuhan sipil dan militer berikutnya, George Monck, Gubernur Skotlandia, khawatir bangsanya akan jatuh ke dalam anarki.
Baca Juga: Momen Raja Charles III Temui Rakyat Meski Memiliki Sejumlah Skandal di Masa Lalu
Monck dan pasukannya berbaris ke Kota London dan memaksa Parlemen untuk membubarkan diri.
Untuk pertama kalinya dalam hampir 20 tahun, anggota DPR menghadapi pemilihan umum.
Sebuah House of Commons yang didominasi Royalis atau pendukung monarki kemudian terpilih dari hasil pemilu.
Segera setelah bersidang pada 25 April 1660, Parlemen Konvensi menerima berita tentang Deklarasi Breda (8 Mei 1660), di mana Charles setuju, antara lain, untuk mengampuni banyak musuh ayahnya.
Parlemen juga kemudian menyatakan Charles II menjadi Penguasa yang sah sejak eksekusi Charles I pada tahun 1649.
Charles lantas berangkat ke Inggris, tiba di Dover tanggal 23 Mei 1660 dan mencapai London pada tanggal 29 Mei, yang dianggap sebagai tanggal Pemulihan tahta Inggris, dan merupakan hari ulang tahun Charles yang ke-30.
Baca Juga: Dinobatkan Jadi Raja, Pangeran Charles Disebut Sosok Visioner, Terutama soal Lingkungan Hidup
Meskipun Charles memberikan amnesti kepada pendukung Cromwell dalam Act of Indemnity and Oblivion, akta ini membuat ketentuan khusus bagi orang-orang untuk dikecualikan oleh tindakan Parlemen.
Di bawah Charles II, 41 anggota republik yang masih hidup yang menandatangani surat perintah eksekusi mati Charles I dipanggil untuk bertanggung jawab.
Sebagian besar melarikan diri ke luar negeri, atau menyerah secara sukarela untuk menghindari eksekusi.
Sepuluh orang yang menolak untuk memohon pengampunan diadili dan dijatuhi hukuman mati.
Pada akhirnya 13 orang dieksekusi: mereka digantung, ditarik hingga mati dan dipotong-potong; yang lainnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau dikeluarkan dari jabatannya seumur hidup.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/Associated Press/Brittanica/Historical Royal Palace