4 Presiden AS Sudah Kunjungi Palestina, Pendudukan dan Pencurian Tanah oleh Israel Jalan Terus
Kompas dunia | 15 Juli 2022, 08:45 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Joe Biden akan menjadi presiden Amerika Serikat (AS) kelima yang mengunjungi Palestina sejak berdirinya Otoritas Palestina pada 1993 menyusul penandatanganan Kesepakatan Oslo oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Bill Clinton mengunjungi Palestina pada Desember 1998, dan bertemu dengan mendiang Yasser Arafat.
Clinton berpidato di hadapan Dewan Nasional Palestina, yang atas desakannya, menghapus pasal yang menyerukan perlawanan terhadap pendudukan Israel dari Piagam PLO.
Kemudian George W. Bush mengunjungi Ramallah dan Bethlehem di Tepi Barat yang berada di bawah pendudukan Israel, pada 2008. Bush, kala itu, bertemu dengan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Keduanya membicarakan tentang upaya-upaya untuk mewujudkan perdamaian. Bush juga mengunjungi gereja yang diyakini umat Kristiani sebagai tempat lahirnya Yesus, Church of the Nativity, di Bethlehem.
Sedangkan Barack Obama mengunjungi Palestina pada 2013, disusul oleh Donald Trump pada 2017.
Selama kunjungan mereka, presiden-presiden AS itu berbicara mengenai upaya-upaya perdamaian dan pendirian negara Palestina yang merdeka.
Namun hingga kini, perdamaian dan negara Palestina tidak juga terwujud.
Baca Juga: Sekjen PBB: Israel Bunuh 78 Anak Palestina pada 2021, secara Sitematis Abaikan Tanggung Jawab
Di sisi lain, Israel terus mencaplok tanah Palestina dan memperluas permukiman-permukiman khusus Yahudi yang ilegal menurut hukum internasional.
Biden tiba di Israel pada Rabu (13/7/2022) dalam kunjungan pertamanya ke kawasan tersebut sejak dilantik menjadi presiden AS pada 2021.
Setibanya di Tel Aviv, Biden menyebut hubungan AS dan Israel “sangat dalam”.
“Kau tidak perlu menjadi seorang Yahudi untuk menjadi Zionis,” ucap Biden dalam sambutannya seperti dilansir Al Jazeera.
“Hubungan antara rakyat Israel dan Amerika sangat dalam … Saya bangga mengatakan hubungan AS dengan Israel lebih dalam dan lebih kuat dibanding sebelumnya.”
Biden kembali menyatakan dukungannya terhadap solusi dua negara untuk menyelesaikan persoalan Israel-Palestina. Namun ia tidak menyebut nama Palestina.
Baca Juga: Arab Saudi Akan Izinkan Penerbangan dari dan ke Israel, Sinyal Bakal Normalisasi?
Sementara itu, kedatangan Biden disambut protes oleh warga Palestina dan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM), termasuk yang berpusat di Israel.
Kelompok HAM terkemuka Israel, B’Tselem, memasang poster-poster di wilayah Tepi Barat yang berada di bawah pendudukan Israel, menjelang kunjungan Biden.
“Tuan Presiden, ini apartheid,” bunyi tulisan di poster-poster tersebut.
Biden dijadwalkan akan mengunjungi Tepi Barat, wilayah Palestina yang diduduki Israel, pada hari ini, Jumat (15/7/2022).
Dia direncanakan akan bertemu Presiden Mahmoud Abbas di Bethlehem, sebelum terbang ke Arab Saudi di hari yang sama.
Sehari jelang kunjungan Biden ke Tepi Barat, kantor berita Palestina, WAFA, melaporkan, ratusan pohon zaitun muda dicabut oleh para pemukim Israel.
Baca Juga: Israel akan Bangun 4.000 Rumah di Wilayah Palestina, Pakar PBB: Ini Sama dengan Kejahatan Perang
Sementara menurut Institut Riset Terapan Yerusalem (ARIJ), Kamis (14/7/2022), otoritas pendudukan Israel belum lama ini menyetujui perampasan tanah seluas 6.006 dunam (1 dunam setara dengan 1.000 meter persegi) di Kota Jayyous, Kegubernuran Qalqilya, Tepi Barat.
Nantinya, sebuah permukiman Israel akan dibangun di atas tanah tersebut untuk mendukung permukiman ilegal Zufim yang telah berdiri di dekat lokasi itu.
Permukiman Ilegal
Permukiman Israel merupakan kompleks perumahan khusus Yahudi yang dibangun di atas tanah Palestina dan melanggar hukum internasional.
Michael Lynk, pakar HAM PBB yang ditugaskan menyelidiki situasi HAM di wilayah Palestina yang diduduki Israel, tahun lalu menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menetapkan pembangunan permukiman-permukiman Israel sebagai kejahatan perang.
Statuta Roma yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), kata dia, melarang pihak yang menduduki suatu wilayah (occupying power) memindahkan bagian dari populasi sipilnya ke wilayah pendudukan (occupied territory).
Dengan demikian, pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina yang berada di bawah pendudukan, sesuai dengan definisi kejahatan perang menurut Statuta Roma.
Baca Juga: Palestina Serahkan Peluru yang Tewaskan Jurnalis Al Jazeera ke Pihak AS untuk Diperiksa
"Bagi Israel, permukiman-permukiman ini memiliki dua tujuan yang berkaitan. Satu untuk menjamin wilayah pendudukan akan tetap berada di bawah kontrol Israel selamanya," ungkap Lynk kepada Dewan HAM di Jenewa pada 9 Juli 2021.
"Tujuan kedua adalah untuk memastikan tidak akan pernah ada negara Palestina," imbuhnya.
"Ini adalah alasan-alasan mengapa masyarakat internasional setuju untuk melarang praktik implantasi pemukim saat disusunnya Konvensi Jenewa Keempat pada 1949 dan Statuta Roma pada 1998," tandas Lynk.
"Dalam laporan saya, saya menyimpulkan, permukiman-permukiman Israel sama dengan kejahatan perang," katanya.
Menurut Al Jazeera, saat ini antara 600.000 dan 750.000 pemukim Israel tinggal di sedikitnya 250 permukiman ilegal di Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur.
Pembangunan permukiman-permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur terus meluas sejak Israel menduduki wilayah tersebut dalam Perang Timur Tengah 1967.
Gedung Putih kerap mengatakan menentang perluasan permukiman Israel di wilayah Palestina karena dinilai semakin memperkecil peluang terwujudnya solusi dua negara.
Ironisnya, hal itu tidak menyurutkan bantuan militer yang dikucurkan AS kepada Israel.
AS merupakan penyuplai bantuan militer terbesar bagi Israel. Pada 2020 lalu saja, AS mengucurkan bantuan militer senilai total USD3,8 miliar kepada Israel.
Bantuan tersebut merupakan bagian dari kesepakatan senilai total USD38 miliar selama 10 tahun yang ditandatangani mantan Presiden AS Barack Obama pada 2016.
Penulis : Edy A. Putra Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Middle East Monitor/WAFA/Al Jazeera