Empat Maskapai China Umumkan Pembelian 292 Pesawat Penumpang Airbus Senilai Rp554 Triliun
Kompas dunia | 2 Juli 2022, 03:05 WIBBEIJING, KOMPAS.TV - Empat maskapai penerbangan China mengatakan mereka akan membeli total 292 pesawat dari Airbus, Jumat (1/7/2022). Pembelian itu akan menjadi rejeki nomplok senilai US$37 miliar atau setara Rp554 triliun bagi raksasa penerbangan Eropa itu, di tengah kebangkitan kembali industri penerbangan usai pandemi Covid-19.
Pesanan itu datang setelah tahun hoki untuk Airbus, yang membukukan rekor keuntungan pada tahun 2021 setelah kemerosotan pandemi dua tahun. Melansir Straits Times, ini memberi Airbus keunggulan lebih lanjut atas saingan dari Amerika Serikat (AS), Boeing.
China Eastern pada Jumat mengatakan pihaknya setuju membeli 100 jet A320neo. Di hari yang sama, China Southern menyatakan mereka akan membeli 96 unit dari model yang sama.
Air China dan anak perusahaannya, Shenzhen Airlines, juga mengonfirmasi pembelian gabungan 96 pesawat A320neo, menurut pengajuan terpisah.
Airbus menyatakan, kesepakatan itu menunjukkan "momentum pemulihan positif dan prospek yang makmur untuk pasar penerbangan China".
Dikatakan, kesepakatan itu "mengakhiri diskusi panjang dan ekstensif yang terjadi selama pandemi Covid-19 yang sulit".
Bisnis Boeing di China, salah satu pasar penerbangan terbesar di dunia, dalam beberapa tahun terakhir dilanda ketidakpastian atas pesawat 737 Max-nya, yang dihentikan penggunaannya di negara itu setelah kecelakaan mematikan tahun 2019.
Pihak berwenang China akhirnya tahun lalu memberikan lampu hijau untuk 737 Max melanjutkan penerbangan setelah melakukan serangkaian penyesuaian keselamatan.
Baca Juga: 78 Pesawat Rusia Disita, tapi Ratusan Pesawat Milik Airbus dan Boeing Terdampar di Rusia
Pada bulan Maret tahun ini, sebuah Boeing 737-800 jatuh di provinsi selatan Guangxi, menewaskan 132 orang dalam bencana udara terburuk di China dalam beberapa dekade.
Penerbangan China Eastern sedang melakukan perjalanan dari kota Kunming ke Guangzhou ketika secara misterius jatuh dari ketinggian 8.840m ke lereng gunung.
Bulan lalu, Wall Street Journal melaporkan bahwa penyelidik AS yakin seseorang di dalam pesawat itu sengaja menabrakkan pesawat, mengutip seseorang yang mengetahui penilaian awal insiden tersebut.
Industri perjalanan China dihantam kebijakan ketat nol-Covid-19 negara itu, yang memberlakukan lockdown besar-besaran sering kali hanya disebabkan beberapa kasus sehingga membebani ekonomi dan kepercayaan konsumen.
Perbatasan internasional negara itu ditutup pada Maret 2020 dan jumlah penerbangan internasional masih dibatasi secara ketat dalam upaya untuk menekan kasus virus "impor".
Tetapi ada harapan beberapa relaksasi dalam kebijakan minggu ini setelah Beijing mengatakan akan memotong panjangnya karantina wajib untuk pelancong yang masuk. Ini dipandang sebagai pelonggaran pembatasan masuk terbesar setelah berpegang teguh pada kebijakan nol-Covid-19 yang kaku selama pandemi.
Air China menyebut pembelian terbarunya akan "mengoptimalkan struktur armada dan menambah kapasitas dalam jangka panjang".
China juga menaruh harapan besar untuk mengembangkan industri manufaktur pesawatnya sendiri, dengan perhatian terfokus pada pesawat berbadan sempit C919 milik Comac, pesaing potensial bagi pesawat Airbus dan Boeing.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Straits Times