> >

Teheran Tak Dapat Keringanan Sanksi, Perundingan Nuklir Iran dan AS di Qatar Berakhir tanpa Kemajuan

Kompas dunia | 30 Juni 2022, 19:30 WIB
Juru runding top Iran, Ali Bagheri Kani. Perundingan nuklir Iran dan Amerika Serikat tentang kesepakatan nuklir Teheran dengan kekuatan dunia berakhir tanpa kemajuan hari Rabu (29/6/2022) di Qatar. (Sumber: AP Photo/Vahid Salemi, File)

DUBAI, KOMPAS.TV — Perundingan tidak langsung antara Iran dan Amerika Serikat (AS) tentang kesepakatan nuklir Teheran dengan kekuatan dunia berakhir pada Rabu (29/6/2022) di Qatar.

Perundingan itu disebut gagal membuat kemajuan signifikan di tengah krisis yang berkembang atas program nuklir Iran, kata para diplomat seperti dikutip Associated Press, Kamis (30/6).

Pembicaraan Doha bubar setelah dua hari berlangsung tanpa terobosan, beberapa bulan setelah pembicaraan di Wina antara semua pihak kesepakatan "berhenti".

Sejak saat itu, Iran mematikan kamera pengintai inspektur internasional dan sekarang memiliki cukup uranium yang diperkaya tinggi untuk berpotensi menjadi setidaknya satu bom nuklir jika ia mau.

Dengan Iran dan AS saling menyalahkan atas kegagalan pembicaraan itu, masih belum jelas kapan, atau apakah akan ada putaran perundingan baru.

Mediator Uni Eropa Enrique Mora di Twitter menggambarkan pembicaraan yang "intens" selama dua hari di Doha. 

"Sayangnya, belum ada kemajuan yang diharapkan oleh tim UE sebagai koordinator," tulis Mora.

"Kami akan terus bekerja dengan urgensi yang lebih besar untuk mengembalikan ke jalur kesepakatan utama untuk non-proliferasi dan stabilitas regional," imbuhnya.

Komentar Mora muncul beberapa jam setelah kantor berita semi-resmi Tasnim, yang diyakini dekat dengan Pengawal Revolusi garis keras Iran, menggambarkan negosiasi itu selesai beberapa jam sebelum berakhir, dan "tidak berpengaruh pada pemecahan kebuntuan dalam pembicaraan."

Mengutip sumber informasi anonim, Tasnim mengeklaim, posisi AS tidak termasuk "jaminan bagi Iran untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari kesepakatan itu". 

Baca Juga: Iran Luncurkan Roket ke Luar Angkasa Jelang Perundingan Nuklir

Gambar satelit ini menunjukkan situs nuklir Natanz bawah tanah Iran, serta konstruksi yang sedang berlangsung untuk memperluas fasilitas di gunung terdekat ke selatan, dekat Natanz, Iran, 9 Mei 2022. (Sumber: Planet Labs PBC via AP)

"Washington berusaha untuk menghidupkan kembali (kesepakatan) pembatasan nuklir Iran tanpa pencapaian ekonomi bagi negara kita," klaim laporan Tasnim.

Poin utama yang mencuat adalah sanksi AS yang menargetkan Garda Revolusi.

Perwakilan Khusus AS Rob Malley berbicara kepada Iran melalui Mora selama pembicaraan. Mora kemudian membawa pesan ke negosiator nuklir terkemuka Iran Ali Bagheri Kani.

Menurut laporan kantor berita Tasnim, juru bicara Menteri Luar Negeri Nasser Kanaani mengeluarkan pernyataan yang menggambarkan pembicaraan itu sebagai "diselenggarakan dalam suasana profesional dan serius."

Dia kemudian mengatakan, Iran dan Mora "akan berhubungan mengenai kelanjutan rute dan tahap pembicaraan selanjutnya."

Namun, masih belum jelas apakah akan ada putaran pembicaraan lain mengenai kesepakatan itu, yang dikenal secara resmi sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).

Baca Juga: Iran Peringatkan Israel, Tak akan Toleransi ‘Aksi Provokatif’ Sabotase Nuklir

Fasilitas nuklir Iran di Natanz, Teheran.Perundingan nuklir Iran dan Amerika Serikat tentang kesepakatan nuklir Teheran dengan kekuatan dunia berakhir tanpa kemajuan hari Rabu, (29/6/2022) di Qatar. (Sumber: Atomic Energy Organization of Iran via AP, File)

Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Iran "mengangkat masalah yang sama sekali tidak terkait dengan JCPOA dan tampaknya tidak siap untuk membuat keputusan mendasar: apakah ingin menghidupkan kembali kesepakatan atau menguburnya."

"Diskusi tidak langsung di Doha telah selesai, dan sementara kami sangat berterima kasih kepada Uni Eropa atas upayanya, kami kecewa bahwa Iran, sekali lagi, gagal menanggapi secara positif inisiatif Uni Eropa dan oleh karena itu tidak ada kemajuan yang dibuat," kata Kemlu AS.

Iran dan kekuatan dunia pada 2015 menyetujui kesepakatan nuklir, yang membuat Teheran secara drastis membatasi pengayaan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.

Tahun 2018, Presiden AS saat itu, Donald Trump, secara sepihak menarik AS dari perjanjian. Ini kontan meningkatkan ketegangan di Timur Tengah dan memicu serangkaian serangan serta insiden.

Pembicaraan di Wina tentang menghidupkan kembali kesepakatan, kemudian macet sejak bulan Maret.

Sejak kesepakatan itu gagal, Iran mengerjakan sentrifugal canggih dan persediaan uranium yang diperkaya dengan cepat.

Namun, sementara Barat berharap untuk kembali membatasi program nuklir Iran, Teheran terus menderita di bawah sanksi ekonomi yang kuat. 

"Insentif bagi Washington dan Teheran untuk menjaga prospek kesepakatan tetap hidup adalah kuat, bahkan ketika kemungkinan sebenarnya untuk mencapai kompromi berkurang," kata Henry Rome, seorang analis dengan Grup Eurasia yang melacak negosiasi.

"Untuk alasan itu, kami mengharapkan kedua pihak untuk melanjutkan pembicaraan di Doha dalam waktu dekat, meskipun kami tidak optimis tentang terobosan."

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU