Fakta-Fakta tentang Roe v Wade, Hak Aborsi yang Dibatalkan Mahkamah Agung AS dan Bikin Gempar Publik
Kompas dunia | 26 Juni 2022, 07:10 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV – Aborsi dilegalkan di seantero Amerika Serikat (AS) setelah adanya keputusan hukum penting di tahun 1973, yang sering disebut sebagai kasus 'Roe versus Wade'.
Kini, Mahkamah Agung (MA) AS, badan hukum paling senior di negara itu, telah membatalkan hak itu.
Sebanyak 26 negara bagian konservatif yakin, atau dianggap akan memberlakukan pembatasan atau pelarangan aborsi yang baru.
Berikut sejumlah fakta untuk memahami lebih dalam seputar hak aborsi Roe v Wade.
Kasus Roe v Wade tentang Apa?
Pada 1969, seorang perempuan single 25 tahun, Norma McCorvey yang menggunakan nama samaran ‘Jane Roe’ mengajukan banding atas hukum aborsi kriminal di Texas. Negara bagian itu melarang aborsi dan menganggapnya melanggar hukum, kecuali dalam kasus di mana nyawa ibu berada dalam bahaya.
Baca Juga: Salinan Asli Konstitusi AS Terjual 43,2 Juta dollar AS, Ditandatangani George Washington
Sementara itu, jaksa wilayah Dallas County yang bernama Henry Wade, kukuh membela undang-undang antiaborsi. Jadilah, kasus itu dikenal sebagai Roe versus Wade, atau Roe v Wade.
Saat mengajukan kasus itu, McCorvey tengah hamil anak ketiga, dan mengeklaim bahwa ia telah diperkosa. Namun, kasusnya ditolak, hingga ia terpaksa melahirkan bayinya.
Pada 1973, bandingnya sampai ke Mahkamah Agung AS. Kasusnya disidang bersama kasus serupa dari seorang perempuan 20 tahun dari Georgia bernama Sandra Bensing.
Keduanya berpendapat bahwa hukum aborsi Texas dan Georgia bertentangan dengan Konstitusi AS karena melanggar hak privasi perempuan.
Dengan pemungutan suara 7 berbanding 2, pengadilan lalu memutuskan bahwa pemerintah kekurangan kekuasaan untuk melarang aborsi. Mereka pun memutuskan bahwa hak perempuan untuk mengakhiri kehamilannya dilindungi oleh Konstitusi AS.
Baca Juga: Joe Biden Kesal Mahkamah Agung Batalkan Hak Aborsi, Sebut AS Terasing dari Negara-Negara Maju
Hak Aborsi Perempuan
Kasus Roe v Wade, seperti dilansir dari BBC, mengubah hak perempuan terkait aborsi dalam hitungan trimester atau tiga bulan, yakni:
- Hak mutlak untuk melakukan aborsi selama trimester pertama kehamilan.
- Sejumlah pemerintah (negara bagian) memperbolehkan aborsi pada trimester kedua.
- Negara bagian membatasi atau melarang aborsi pada trimester terakhir karena janin mendekati titik di mana ia dapat hidup di luar rahim.
Baca Juga: Hakim di AS Putuskan Donald Trump Dapat Diadili atas Perannya dalam Kerusuhan Gedung Capitol 2021
Kasus Roe v Wade juga menyatakan bahwa pada trimester akhir, seorang perempuan dapat melakukan aborsi meski dilarang secara hukum, hanya jika dokter menyatakan bahwa tindakan itu diperlukan untuk menyelamatkan nyawa atau kesehatannya.
Mahkamah Agung AS memutuskan mendukung larangan aborsi setelah 15 minggu yang diberlakukan di Mississippi. Dengan demikian, Mahkamah Agung AS telah mengakhiri secara resmi hak konstitusional aborsi bagi jutaan perempuan AS.
Negara-negara bagian AS kini bisa melarang prosedur aborsi lagi.
Separuh negara bagian AS diperkirakan akan memperkenalkan pembatasan atau pelarangan baru.
Sebanyak 13 negara bagian telah meloloskan undang-undang yang secara otomatis akan mengkriminalisasi aborsi, menyusul keputusan MA AS. Sejumlah negara bagian lain tampaknya juga akan menyusul melakukan langkah serupa.
Ada 9 hakim di Mahkamah Agung AS. Sebanyak 6 di antaranya ditunjuk oleh para presiden dari Partai Republik yang beraliran konservatif.
Sebuah dokumen rancangan opini dari salah seorang hakim itu, Hakim Samuel Alito, bocor pada Mei 2022. Dokumen itu mencantumkan komentar yang menyebut bahwa kasus Roe v Wade adalah ‘sangat salah’.
Sejumlah Pembatasan Aborsi
Bahkan sebelum Mahkamah Agung AS mengeluarkan keputusan yang menggemparkan itu, para pendukung anti-aborsi telah memiliki sejumlah landasan untuk menyuarakan pendapat mereka.
Pada 1980, pengadilan menegakkan UU yang melarang penggunaan dana federal untuk aborsi, kecuali jika diperlukan untuk menyelamatkan nyawa seorang perempuan.
Lalu pada 1989, UU itu mengizinkan negara bagian untuk melarang aborsi dilakukan di klinik negara bagian, atau dilakukan oleh pegawai negara bagian.
Dampak terbesar berasal dari keputusan pengadilan tinggi pada kasus Planned Parenthood versus Casey di tahun 1992.
Baca Juga: Perlindungan Hak Aborsi Dibatalkan, Demonstrasi Besar Guncang Amerika Serikat
Keputusan itu menyebutkan, negara bagian dapat membatasi aborsi bahkan pada trimester pertama atas dasar alasan nonmedis. Akibatnya, banyak negara bagian melakukan berbagai pembatasan, seperti persyaratan bahwa perempuan muda yang hamil harus melibatkan orang tua mereka atau seorang hakim dalam keputusan aborsi mereka.
Negara bagian lainnya juga mensyaratkan waktu tunggu antara kunjungan awal ke klinik aborsi dan prosedur mengakhiri kehamilan itu.
Akibatnya, banyak perempuan yang harus melakukan perjalanan lebih jauh untuk melakukan aborsi, kerap melintasi perbatasan negara bagian, dan mereka pun harus membayar lebih mahal untuk itu.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : BBC