> >

PM Sri Lanka Sebut Ekonomi Negaranya Runtuh, Tak Mampu Beli BBM walau Tunai Sekali pun

Kompas dunia | 22 Juni 2022, 23:14 WIB
PM Sri Lanka Ranil Wickremesinghe di Parlemen hari Rabu (22/6/2022) mengatakan ekonomi negaranya runtuh, bahkan tidak mampu membeli bahan bakar secara tunai. (Sumber: Eranga Jayawardena/Associated Press)

KOLOMBO, KOMPAS.TV — Ekonomi Sri Lanka yang dibebani utang dinyatakan "runtuh" setelah berbulan-bulan kekurangan makanan, bahan bakar dan listrik.

Hal itu dinyatakan Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe kepada anggota parlemen, Rabu (22/6/2022), seperti dilansir Associated Press.

Pernyataan itu makin menegaskan situasi mengerikan negara itu saat mencari bantuan dari pemberi pinjaman internasional.

"Sri Lanka menghadapi situasi yang jauh lebih serius daripada sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik dan makanan. Ekonomi kita benar-benar runtuh,” kata PM Ranil pada parlemen. 

Meski krisis Sri Lanka dianggap yang terburuk, pernyataan PM Ranil bahwa ekonomi telah runtuh tidak menyebutkan perkembangan baru yang spesifik.

Pernyataan tersebut, menurut laporan Associated Press, terlihat dimaksudkan untuk menekankan kepada para pengkritik dan anggota parlemen oposisi bahwa ia mewarisi tugas sulit yang tidak dapat diperbaiki dengan cepat, fundamental ekonomi yang memanggul beban utang sangat besar, kehilangan pendapatan pariwisata dan dampak lain dari pandemi. Plus, lonjakan biaya untuk komoditas.

Anggota parlemen dari dua partai oposisi utama negara itu memboikot parlemen minggu ini untuk memprotes PM Ranil, yang menjadi perdana menteri lebih dari sebulan lalu sekaligus menteri keuangan, karena tidak memenuhi janjinya untuk mengubah perekonomian.

PM Ranil mengatakan, Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor, bahkan dengan uang tunai. Sebabnya, utang besar oleh perusahaan minyak negara gagal dibayar kepada pemberi utang.

Baca Juga: Kisah Runtuhnya Kelas Menengah Sri Lanka Akibat Krisis Ekonomi Terparah Sejak Merdeka

Warga Kolombo naik Bajay mengangkut barang dari pasar. Warga Sri Lanka dijungkirbalikkan krisis ekonomi. Kelas menengah mulai masuk kategori miskin, masak dengan kayu bakar, dan menjatah makan keluarga. (Sumber: AP Photo/Eranga Jayawardena)

"Saat ini, Ceylon Petroleum Corporation berutang $700 juta," katanya kepada anggota parlemen. “Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang mau menyediakan bahan bakar untuk kita. Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai.”

PM Ranil menjabat setelah berhari-hari protes keras atas krisis ekonomi negara itu dan memaksa pendahulunya untuk mundur.

Dalam pernyataan pada Rabu, dia menyalahkan pemerintah sebelumnya karena gagal bertindak tepat waktu ketika cadangan devisa Sri Lanka menyusut.

Krisis mata uang asing menghambat impor, menyebabkan kelangkaan pangan, bahan bakar, listrik dan kebutuhan pokok lainnya seperti obat-obatan. Krisis itu juga memaksa orang untuk mengantre panjang untuk mendapatkan kebutuhan dasar.

“Jika langkah-langkah setidaknya diambil untuk memperlambat keruntuhan ekonomi di awal, kita tidak akan menghadapi situasi sulit hari ini. Tetapi kita kehilangan kesempatan ini. Kita sekarang melihat tanda-tanda kemungkinan jatuh ke titik terendah,” katanya.

Sejauh ini Sri Lanka bertahan, terutama didukung oleh jalur kredit senilai $4 miliar dari negara tetangga India. Namun PM Ranil mengatakan, India tidak akan mampu mempertahankan Sri Lanka agar bisa bertahan lebih lama.

Baca Juga: Meski Stok Gas Langka karena Negara Bangkrut, Sri Lanka Pilih Gunakan Cadangan Gas untuk Kremasi

Kelas menengah Sri Lanka kini ambruk dan mulai merasakan hantaman keras krisis ekonomi. Seorang perempuan duduk menunggu datangnya tabung gas di Kolombo, Sri Lanka pertengahan Mei 2022. (Sumber: AP Photo/ Eranga Jayawardena)

Sri Lanka juga telah menerima janji $300 juta-$600 juta dari Bank Dunia untuk membeli obat-obatan dan barang-barang penting lainnya.

Sri Lanka mengumumkan mereka menangguhkan pembayaran utang luar negeri sebesar $7 miliar yang jatuh tempo tahun ini, sambil menunggu hasil negosiasi dengan Dana Moneter Internasional mengenai paket penyelamatan. Sri Lanka harus membayar rata-rata $ 5 miliar per tahun hingga 2026.

PM Ranil mengatakan, bantuan IMF tampaknya menjadi satu-satunya pilihan negara itu sekarang. Pejabat dari badan tersebut mengunjungi Sri Lanka untuk membahas paket penyelamatan. Kesepakatan tingkat staf kemungkinan akan dicapai pada akhir Juli.

“Kami telah menyelesaikan diskusi awal dan kami telah bertukar pikiran di berbagai sektor seperti keuangan publik, keuangan, keberlanjutan utang, stabilitas sektor perbankan dan jaringan jaminan sosial,” kata PM Ranil.

Perwakilan penasihat keuangan dan hukum untuk pemerintah tentang restrukturisasi utang, Lazard dan Clifford Chance, juga mengunjungi pulau itu dan tim dari Departemen Keuangan AS akan tiba minggu depan, katanya.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU