> >

Kisah di Balik Foto Ikonik Albert Einstein Menjulurkan Lidah dengan Ekspresi Jahil

Kompas dunia | 8 Juni 2022, 22:41 WIB
Foto asli ikonik Albert Einstein. Sudah 70 tahun sejak fisikawan jenius Albert Einstein menjulurkan lidahnya ke reporter menyebalkan. Hasil fotonya ikonik, hasil kesigapan seorang fotografer atas ekspresi yang terjadi hanya sepersekian detik. (Sumber: Arthur Sasse/UPI)

BERLIN, KOMPAS.TV - Saat itu tanggal 14 Maret 1951, hari Albert Einstein berusia 72 tahun. Fisikawan terkenal yang lahir di Ulm, Jerman itu sudah tinggal di Amerika Serikat (AS) selama bertahun-tahun.

Saat itu, dia bekerja di Institute for Advanced Study di Princeton, New Jersey. Sebuah perayaan ulang tahun diadakan untuk menghormatinya di pusat penelitian, seperti laporan Deutsche Welle.

Paparazi sedang mengintai di luar venue ketika dia pergi, berharap mendengar salah satu sindiran jenaka profesor terkenal dunia tentang situasi politik global dan untuk mengambil foto ulang tahun yang sempurna.

Bukan penggemar media dan merasa semakin lelah menjadi juru bicara, Einstein merasa terganggu dengan kehadiran mereka.

Namun di sanalah dia, terjebak di kursi belakang limusin, terjepit di antara mantan direktur institut itu, Frank Aydelotte, dan istrinya, Marie, tidak dapat melepaskan diri dari lampu yang berkedip. "Cukup sudah ...," katanya berulang kali berteriak pada wartawan yang memaksa.

"Hei, Profesor, tolong tersenyum untuk foto ulang tahun!" teriak seseorang.

Dengan sebal, Einstein menjulurkan lidahnya ke para pengejarnya, menjadi momen yang ditangkap oleh fotografer Arthur Sasse. Gambar itu dengan cepat beredar di seluruh dunia, menjadi gambar ikonik.

Einstein dikenal sebagai profesor pelupa dengan rambut acak-acakan, yang sering lupa mengenakan kaus kaki. Namun, teori relativitasnya dipahami hanya oleh pikiran paling cemerlang di dunia. Einstein diangkat menjadi tokoh mitos selama hidupnya sendiri. Snapshot nakal juga membuatnya mendapatkan status ikon pop.

Namun, bukan fotografer yang membantu foto tersebut mencapai ketenaran di seluruh dunia, tetapi Einstein sendiri.

Dia memesan banyak cetakan dan memotongnya sehingga pasangan Aydelotte tidak lagi terlihat. Dia mengirim lusinan foto ke kolega, teman, dan kenalannya. "Lidah yang terjulur mencerminkan pandangan politik saya," tulisnya kepada temannya Johanna Fantova.

Baca Juga: Manuskrip Langka Tulisan Tangan Albert Einstein Kembali Dilelang, Diperkirakan akan Laku Jutaan Euro

Sudah 70 tahun sejak fisikawan jenius Albert Einstein menjulurkan lidahnya ke reporter menyebalkan. Hasil fotonya ikonik, hasil kesigapan seorang fotografer atas ekspresi yang terjadi hanya sepersekian detik. (Sumber: Arthur Sasse/UPI)

Pada tahun 2009, salinan asli yang ditandatangani dijual seharga 74.324 dollar AS pada sebuah pelelangan, menjadikannya foto jenius termahal yang pernah ada.

Einstein, yang adalah seorang Yahudi, melarikan diri dari Nazi Jerman dan tahu bagaimana rasanya menjadi subjek perburuan penyihir yang dipimpin oleh pemerintah.

Dengan demikian, dia tidak memaafkan Perang Dingin dan pencarian terhadap orang-orang yang diduga komunis yang diprakarsai oleh Senator Joseph McCarthy, di mana banyak politisi, intelektual, dan seniman dituduh "tidak Amerika".

Einstein memiliki banyak hal untuk dikatakan tentang kebodohan manusia seperti itu. "Kekuasaan orang bodoh tidak dapat diatasi karena ada begitu banyak dari mereka, dan suara mereka sama pentingnya dengan suara kita," demikian kutipan Einstein yang diterjemahkan dari bahasa Jerman.

"Dua hal tidak terbatas: alam semesta dan kebodohan manusia. Tetapi saya belum yakin tentang alam semesta," lanjut sindiran lain dari sang profesor Einstein.

Einstein menghadapi kebodohan ini dengan kejeniusan, dan sedikit humor.

Sejak diambil pada hari ulang tahun Einstein pada tahun 1951, foto dirinya yang menjulurkan lidah direproduksi jutaan kali, pada poster dan kaos, kartu ucapan, mug, dan mural.

Dan bahkan hari ini, beberapa dekade setelah kematiannya, pemikir revolusioner dan profesor jenius ini masih memiliki banyak penggemar, dari muda hingga tua.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Deutsche Welle


TERBARU