Marcos Jr Sahabat Erat China Segera Jadi Presiden Filipina, Sengketa Wilayah Mengintip di Tikungan
Kompas dunia | 31 Mei 2022, 18:00 WIBMANILA, KOMPAS.TV — Pemerintah Filipina, Selasa (31/5/2022), mengirim nota protes diplomatik terbaru kepada China atas perselisihan di Laut China Selatan.
Hal itu membuat masalah pelik lama kembali berkobar ketika presiden Filipina berikutnya bersiap untuk menjabat bulan depan, seperti laporan Associated Press, Selasa.
Filipina telah mengajukan ratusan protes diplomatik terhadap China dalam beberapa tahun terakhir atas apa yang dianggapnya sebagai tindakan agresi di perairan yang disengketakan, meskipun hubungan antara Beijing dan Manila membaik di bawah Presiden Rodrigo Duterte yang mengakhiri masa jabatan pada 30 Juni.
Konflik teritorial adalah salah satu tantangan utama yang akan dihadapi Presiden terpilih Ferdinand Marcos Jr. ketika ia menjabat setelah kemenangan telaknya dalam pemilihan umum pada 9 Mei lalu.
Dia mengatakan akan menggunakan cara diplomatik dengan China atas masalah ini, pendekatan yang sama yang diadopsi oleh Duterte, yang dikritik karena tidak mengambil sikap lebih agresif terhadap tindakan Beijing yang semakin tegas di perairan kaya sumber daya dan sibuk itu.
Departemen Luar Negeri (Deplu) Filipina, Selasa, mengatakan mereka mengajukan nota protes diplomatik atas tindakan China awal bulan ini yang memberlakukan larangan penangkapan ikan tahunan selama tiga setengah bulan di wilayah di perairan yang disengketakan, di mana "Filipina memiliki kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksi."
Dikatakan larangan itu tidak terbatas pada kapal penangkap ikan China dan melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 serta keputusan pengadilan arbitrase 2016 yang membatalkan klaim bersejarah besar Beijing di jalur air strategis dan menjunjung tinggi hak kedaulatan Filipina atas garis pantai kepulauan di dalam zona ekonomi eksklusif.
China tidak mengakui putusan arbitrase dan terus menentangnya.
Baca Juga: Presiden Terpilih Filipina Marcos Jr Pilih Intensifkan Hubungan Bilateral dengan China
Larangan China “tidak memiliki dasar hukum, merusak rasa saling percaya, percaya diri, dan rasa hormat yang seharusnya menopang hubungan bilateral,” kata Kemlu Filipina dalam sebuah pernyataan.
“Filipina mendesak China mematuhi kewajibannya di bawah hukum internasional” dan “berhenti melakukan tindakan ilegal,” termasuk “praktik tahunannya yang menyatakan larangan penangkapan ikan di wilayah yang jauh melampaui hak maritim China yang sah,” kata Deplu Filipina.
Secara terpisah, pejabat urusan luar negeri Filipina pada Senin malam mengatakan, mereka telah memanggil seorang diplomat China pada awal April untuk memprotes dugaan pelecehan oleh penjaga pantai China terhadap sebuah kapal penelitian di Laut China Selatan.
Mereka mengatakan, mereka sedang meninjau pelanggaran hak Filipina baru-baru ini di Second Thomas Shoal dan Reed Bank, yang terletak di dalam zona ekonomi eksklusif Manila tetapi juga diklaim oleh China, sebelum mengambil tindakan diplomatik lebih lanjut.
Filipina juga mengatakan telah memanggil seorang pejabat Kedutaan Besar China di Manila untuk memprotes “pelecehan oleh penjaga pantai China” terhadap kapal penelitian R/V Legend, yang sedang melakukan survei garis patahan bawah laut di sepanjang Palung Manila di sebelah barat Filipina utara.
Para diplomat Filipina tidak memberikan perincian lain, tetapi orang-orang yang terlibat dalam penelitian ilmiah itu mengatakan kepada The Associated Press bulan lalu, sebuah kapal penjaga pantai China membayangi R/V Legend, yang membawa lima ilmuwan Filipina dan sejumlah rekan Taiwan yang tidak ditentukan, mulai 25 sampai 30 Maret lalu.
Baca Juga: Filipina Umumkan Pembelian Peluru Kendali Jelajah BrahMos dari India, Laut China Selatan Makin Panas
Sebuah kapal penjaga pantai China bermanuver sekitar 2 hingga 3 mil laut (3 hingga 5 kilometer) dari R/V Legend, menimbulkan kekhawatiran di antara para ilmuwan karena kapal penelitian itu menarik kabel survei di laut, kata Carla Dimalanta dari Institut Nasional Ilmu Geologi di Universitas Filipina.
Survei lepas pantai, yang dijadwalkan berakhir 13 April, merupakan proyek bersama institut Filipina dan Universitas Pusat Nasional di Taiwan dan bertujuan untuk membantu memetakan patahan lepas pantai dan fitur geologis lainnya yang dapat memicu gempa bumi, tsunami, dan bahaya lainnya.
Penelitian ini sebagian didanai oleh Departemen Sains dan Teknologi Filipina, katanya.
Ilmuwan Filipina melaporkan insiden itu kepada pemerintah Filipina, yang mengerahkan kapal patroli penjaga pantai, BRP Capones, untuk mengawasi kapal penelitian itu, kata penjaga pantai di Manila bulan lalu.
China, Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Brunei telah terkunci dalam kebuntuan teritorial yang tegang di jalur perairan yang sibuk selama beberapa dekade.
Dalam beberapa tahun terakhir, Filipina memprotes pemblokiran penjaga pantai China terhadap kapal pasokan Filipina dalam perjalanan ke Second Thomas Shoal, di mana marinir Filipina berjaga-jaga di atas kapal angkatan laut yang sudah lama terdampar.
Kapal-kapal China juga mengganggu kapal-kapal Filipina yang mengeksplorasi minyak dan gas bawah laut di Reed Bank, kata para pejabat Filipina.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Associated Press