Kekurangan Obat, Korea Utara Terpaksa Bertarung Melawan Covid-19 dengan Antibiotik dan Obat Rumahan
Kompas dunia | 16 Mei 2022, 18:47 WIBSEOUL, KOMPAS.TV - Berdiri tegak dengan setelan hazmat merah cerah, lima petugas kesehatan Korea Utara berjalan menuju ambulans untuk memerangi wabah Covid-19 menggunakan antibiotik dan pengobatan rumahan untuk merawat pasien Covid-19, demikian laporan Straits Times, Senin (16/5/2022).
Negara yang mengisolasi diri itu adalah satu dari hanya dua negara yang belum memulai kampanye vaksinasi Covid-19 dan, hingga pekan lalu, bersikeras mereka bebas Covid-19.
Sekarang Korea Utara memobilisasi tentara dan kampanye informasi publik untuk memerangi apa yang diakui pihak berwenang sebagai ledakan "wabah".
Dalam sebuah wawancara di televisi pemerintah, Senin (16/5/2022), Wakil Menteri Kesehatan Masyarakat Korea Utara Kim Hyong Hun mengatakan mereka beralih dari karantina ke sistem perawatan untuk menangani ratusan ribu kasus dugaan "demam" yang dilaporkan setiap hari.
Penyiar menunjukkan rekaman tim hazmat, dan pekerja bermasker membuka jendela, membersihkan meja dan mesin dan menyemprotkan disinfektan.
Untuk mengobati Covid-19 dan gejalanya, media pemerintah mendorong pasien untuk menggunakan obat penghilang rasa sakit dan penurun demam seperti ibuprofen, amoksisilin dan antibiotik lainnya, yang tidak melawan virus tetapi terkadang diresepkan untuk infeksi bakteri sekunder.
Sebelumnya Korea Utara mengecilkan vaksin Covid-19 sebagai "bukanlah obat mustajab", media juga merekomendasikan berkumur air garam, atau minum teh lonicera japonica atau teh daun willow tiga kali sehari.
"Perawatan tradisional adalah yang terbaik!" kata seorang perempuan kepada penyiar negara ketika suaminya menggambarkan anak-anak mereka berkumur dengan air garam setiap pagi dan malam.
Baca Juga: Wabah Covid-19 di Korea Utara: 8 Kematian Baru dan 392.920 Orang Bergejala Demam
Seorang lansia Pyongyang mengatakan dia dibantu oleh teh jahe dan ventilasi kamarnya.
"Saya awalnya takut dengan Covid-19, tetapi setelah mengikuti saran dokter dan mendapatkan perawatan yang tepat, ternyata bukan masalah besar," katanya dalam wawancara yang disiarkan televisi.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mengatakan cadangan obat-obatan tidak mencapai warga, seraya memerintahkan korps medis tentara untuk membantu menstabilkan pasokan di Pyongyang, di mana wabah tampaknya terpusat.
Pada saat itu, kantor berita negara KCNA melaporkan 392.920 tambahan kasus demam dan delapan kematian tambahan.
KCNA mengatakan penghitungan kumulatif warga yang diidentifikasi mengalami demam mencapai 1.213.550 orang, dengan 50 kematian. Laporan itu tidak menyebut berapa banyak infeksi yang dicurigai telah dites positif sebagai infeksi Covid-19.
Pihak berwenang Korea Utara mengatakan sebagian besar kematian disebabkan oleh orang-orang yang ceroboh dalam mengonsumsi obat-obatan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang varian Omicron dan metode pengobatan yang benar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirimkan peralatan kesehatan dan persediaan lainnya ke Korea Utara, tetapi belum mengatakan obat apa yang dikirimkan.
Tetangga China dan Korea Selatan telah menawarkan untuk mengirim bantuan jika Pyongyang memintanya.
Baca Juga: Wabah Covid-19 di Korea Utara: 8 Kematian Baru dan 392.920 Orang Bergejala Demam
Meskipun tidak mengsklaim antibiotik dan pengobatan rumahan akan menghilangkan Covid-19, Korea Utara punya sejarah panjang mengembangkan pengobatan yang belum terbukti secara ilmiah, termasuk suntikan yang terbuat dari ginseng yang ditanam dalam unsur rare earth yang diklaim dapat menyembuhkan segala penyakit mulai dari AIDS hingga impotensi.
Beberapa berakar pada obat-obatan tradisional, sementara yang lain dikembangkan untuk mengimbangi kekurangan obat-obatan modern atau sebagai ekspor "buatan Korea Utara".
Meskipun sejumlah besar dokter terlatih dan berpengalaman memobilisasi untuk keadaan darurat kesehatan, sistem medis Korea Utara sangat kekurangan sumber daya, kata para ahli.
Dalam laporan bulan Maret, seorang penyelidik hak asasi manusia PBB yang independen mengatakan Korea Utara mengalami kekurangan investasi dalam infrastruktur, tenaga medis, peralatan dan obat-obatan, pasokan listrik yang tidak teratur dan fasilitas air dan sanitasi yang tidak memadai.
Kim Myeong-hee, 40 tahun, yang meninggalkan Korea Utara ke Korea Selatan pada tahun 2003, mengatakan kekurangan seperti itu membuat banyak warga Korea Utara bergantung pada pengobatan rumahan.
"Bahkan kalau kita ke rumah sakit, sebenarnya tidak ada obat-obatan. Listrik juga tidak ada sehingga peralatan medis tidak bisa digunakan," katanya.
Ketika dia mengidap hepatitis akut, dia mengatakan diberitahu untuk meminum minari, peterseli air yang terkenal oleh film tahun 2020 dengan judul yang sama, setiap hari, dan makan cacing tanah ketika terkena penyakit lain yang tidak diketahui.
Pengobatan rumahan dilaporkan sering gagal mencegah hilangnya nyawa selama epidemi pada 1990-an, tambah Kim.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Straits Times