Kim Jong-Un Nyatakan Bisa Lancarkan Serangan Nuklir Pendahuluan, AS Beri Peringatan
Kompas dunia | 30 April 2022, 18:44 WIBSEOUL, KOMPAS.TV — Amerika Serikat (AS) mendesak Korea Utara tidak melakukan apa pun yang akan menambah runyam dan memperparah ketidakstabilan serta keamanan di semenanjung Korea.
Desakan itu dilontarkan menyusul pernyataan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un bahwa negaranya bisa melancarkan serangan nuklir preemptif atau pendahuluan bila dilihat ada ancaman nyata, seperti laporan Associated Press, Sabtu (30/4/2022).
Wakil juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jalina Porter mengatakan, AS mengetahui laporan bahwa Korea Utara bersiap melakukan uji coba nuklir. Uji coba itu disebut akan sangat mengganggu kestabilan kawasan dan merusak rezim non-proliferasi global.
“Kami mendesak DPRK untuk menahan diri dari aktivitas destabilisasi lebih lanjut dan alih-alih terlibat dalam dialog yang serius dan berkelanjutan,” kata Jalina Porter, merujuk pada Korea Utara dengan nama resminya, Republik Rakyat Demokratik Korea.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un pada Sabtu (30/4) menyatakan, negaranya dapat menggunakan senjata nuklirnya terlebih dahulu jika ada ancaman nyata.
Kim Jong-un juga memuji para pejabat tinggi militernya atas parade militer besar-besaran yang akan digelar di Pyongyang pekan ini.
Kim menyatakan "keinginan kuat" untuk terus mengembangkan militer bersenjata nuklirnya. Tujuannya, kata seorang pejabat Korea Utara yang dikutip KCNA, agar dapat "mencegah dan secara menyeluruh menahan dan menggagalkan semua upaya berbahaya dan manuver yang mengancam, termasuk ancaman nuklir yang terus meningkat dari pasukan musuh, jika perlu."
Serangan preemptif atau pendahuluan adalah perang yang dimulai dalam upaya untuk menangkal atau mengalahkan serangan atau invasi yang dirasakan akan segera terjadi. Atau, untuk mendapatkan keuntungan strategis dalam perang yang akan terjadi, yang diduga tidak dapat dihindari, sesaat sebelum serangan itu terwujud. Ini adalah perang yang secara preemptif 'menghancurkan perdamaian'.
KCNA mengatakan Kim memanggil pejabat militernya untuk memuji pekerjaan mereka selama parade. Pada Senin (25/4) lalu, Korea Utara memamerkan senjata terbesar dalam persenjataan nuklirnya, termasuk rudal balistik antarbenua yang berpotensi mencapai daratan AS.
Baca Juga: Kim Jong-Un Janji Senjata Nuklir Korea Utara Jadi Lebih Kuat, Siap Menyerang Jika Diserang
Korea Utara meluncurkan berbagai rudal berbahan bakar padat jarak pendek yang dirancang untuk ditembakkan dari kendaraan darat atau kapal selam. Ini, jelas menimbulkan ancaman bagi Korea Selatan dan Jepang.
KCNA tidak mengatakan kapan pertemuan Kim dengan petinggi militer terjadi.
Parade yang menandai peringatan 90 tahun tentara Korea Utara itu digelar ketika Kim menghidupkan kembali ambang batas nuklir. Tujuannya, memaksa AS untuk menerima gagasan negaranya sebagai kekuatan nuklir dan menghapus sanksi ekonomi yang melumpuhkan Korea Utara.
Berbicara kepada ribuan tentara dan penonton yang dimobilisasi untuk pawai, Kim berjanji mengembangkan kekuatan nuklirnya “secepat mungkin” dan mengancam akan menggunakannya jika diprovokasi.
Dia mengatakan senjata nuklirnya “tidak akan pernah terbatas pada misi tunggal pencegah perang” dalam situasi di mana Korea Utara menghadapi ancaman eksternal atas “kepentingan fundamentalnya.”
Komentar Kim menunjukkan dia akan melanjutkan uji coba senjata yang provokatif untuk meningkatkan tekanan pada Washington dan Seoul.
Korea Selatan akan meresmikan pemerintahan konservatif baru pada bulan Mei yang berpotensi mengambil sikap dan tindakan yang lebih keras terhadap Pyongyang. Ini menyusul kebijakan engagement presiden liberal sebelumnya, Moon Jae-in yang hanya menghasilkan sedikit capaian.
Ancaman Kim menggunakan kekuatan nuklir untuk melindungi "kepentingan mendasar" negaranya, yang didefinisikan secara ambigu, mungkin menandakan pergeseran doktrin nuklir yang dapat menimbulkan kekhawatiran lebih besar bagi Korea Selatan, Jepang dan AS, kata para ahli.
Baca Juga: Korea Utara Pamerkan Rudal Hwasong-17, Kim Jong-un Ancam Gunakan Senjata Nuklir jika Diprovokasi
Korea Utara telah melakukan 13 putaran peluncuran senjata sepanjang tahun ini, termasuk uji coba peluru kendali (rudal) balistik jarak penuh atau ICBM pertama sejak 2017.
Sementara, Kim memanfaatkan lingkungan yang menguntungkan untuk mendorong program senjatanya, karena Dewan Keamanan PBB tetap terpecah, dan secara efektif lumpuh, karena perang Rusia di Ukraina.
Ada juga tanda-tanda Korea Utara sedang membangun kembali terowongan di tempat uji coba nuklir yang terakhir aktif pada tahun 2017.
Beberapa ahli mengatakan Korea Utara mungkin akan mencoba melakukan tes baru antara waktu pelantikan Presiden terpilih Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada 10 Mei dan pertemuan puncaknya dengan Presiden AS Joe Biden pada 21 Mei untuk memaksimalkan efek politiknya.
Pernyataan Kim baru-baru ini mengikuti pernyataan berapi-api yang dikeluarkan oleh saudara perempuannya awal bulan ini, yang mengecam menteri pertahanan Korea Selatan karena menggembar-gemborkan kemampuan serangan pendahuluan terhadap Korea Utara.
Dia mengatakan kekuatan nuklir negaranya akan memusnahkan kekuatan konvensional Selatan jika diprovokasi.
Yoon, selama kampanyenya, juga berbicara tentang peningkatan kemampuan serangan pendahuluan dan pertahanan rudal Korea Selatan.
Dia juga berjanji untuk memperkuat pertahanan Korea Selatan dalam hubungannya dengan aliansinya dengan AS.
Seiring koleksi ICBM Kim Jong-un menarik banyak perhatian internasional, Korea Utara sejak 2019 juga memperluas persenjataan rudal bahan bakar padat jarak pendek yang mengancam Korea Selatan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press