Turki dan Arab Saudi Sepakat Perbaiki Hubungan saat Erdogan Berkunjung ke Riyadh
Kompas dunia | 30 April 2022, 01:30 WIBJEDDAH, KOMPAS.TV - Putra mahkota Arab Saudi dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjanji untuk mengatur ulang hubungan, mengakhiri konflik antara dua kelas berat regional sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi, seperti laporan France24, Jumat (29/4/2022).
Erdogan, dalam kunjungan pertamanya sejak pembunuhan Khashoggi tahun 2018 di konsulat kerajaan di Istanbul, yang membuat ketegangan antara kedua negara, bertemu dengan penguasa de facto kerajaan, Putra Mahkota Mohammed bin Salman atau MBS. Pertemuan itu bertujuan untuk “mengembangkan” hubungan.
Kantor berita negara Saudi SPA hari Kamis (28/4/2022) menerbitkan foto pemimpin Turki yang memeluk Pangeran MBS, yang menurut pejabat intelijen AS menyetujui plot terhadap Khashoggi, sesuatu yang disangkal oleh Riyadh.
Erdogan dan MBS "meninjau hubungan Saudi - Turki dan cara mengembangkannya di semua bidang", lapor SPA.
Gambar-gambar yang diterbitkan oleh media pemerintah Turki juga menunjukkan Erdogan duduk dengan Raja Salman, ayah putra mahkota.
Pada Jumat (29/4), Erdogan mengunjungi kota suci Mekah, di mana ia melakukan ziarah di antara ribuan jemaah di tengah pengamanan ketat.
Perjalanan itu dilakukan saat Turki mencoba menarik dukungan keuangan dari negara-negara Teluk yang kaya energi. Turki tengah menghadapi krisis ekonomi yang dipicu oleh jatuhnya mata uang dan melonjaknya inflasi.
Baca Juga: Arab Saudi di Dewan Keamanan PBB Kembali Desak Pembentukan Negara Palestina Merdeka yang Berdaulat
Sebelum terbang ke Arab Saudi, Erdogan mengatakan dia berharap "untuk meluncurkan era baru" dalam hubungan bilateral.
“Kami percaya meningkatkan kerja sama di berbagai bidang termasuk pertahanan dan keuangan adalah kepentingan bersama kami,” kata Erdogan.
Agen Saudi membunuh dan memotong-motong Khashoggi, orang dalam yang menjadi kritikus, di konsulat kerajaan di Istanbul pada Oktober 2018. Jenazahnya tidak pernah ditemukan.
Tindakan mengerikan itu berisiko mengisolasi Arab Saudi, dan terutama Pangeran Mohammed, sambil meningkatkan persaingan regional Riyadh dengan Ankara.
Turki membuat marah Saudi dengan melanjutkan penyelidikan atas pembunuhan Khasoggi, yang saat itu bekerja sebagai kolumnis The Washington Post. Erdogan mengatakan "tingkat tertinggi" pemerintah Saudi memerintahkan pembunuhan itu.
Arab Saudi menanggapi dengan secara tidak resmi menekan ekonomi Turki melalui boikot impor Turki.
Tetapi perdagangan antara keduanya berangsur-angsur membaik, dan pada bulan Januari Erdogan mengatakan dia merencanakan kunjungan ke Arab Saudi.
Baca Juga: Turki Keberatan dengan Rencana AS Bikin Armada NATO di Laut Hitam
Awal bulan ini, pengadilan Istanbul menghentikan persidangan in absentia dari 26 tersangka Saudi yang terkait dengan kematian Khashoggi, mentransfer kasus tersebut ke Riyadh.
Keputusan Turki membuat marah para aktivis hak asasi manusia dan janda Khashoggi, Hatice Cengiz, yang bersumpah untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi.
Dampak dari pembunuhan Khashoggi terus merusak citra Arab Saudi, terutama di Amerika Serikat.
Kunjungan Erdogan akan dilihat sebagai kemenangan oleh pejabat Saudi yang ingin bergerak maju, kata analis politik Saudi Ali Shihabi.
"Tentu saja itu sebuah pembenaran," kata Shihabi. "Erdogan diisolasi dan membayar harga ekonomi yang tinggi dalam kerugian ekonomi besar-besaran akibat boikot ekonomi dan perjalanan, itulah sebabnya dialah yang datang ke Saudi".
Kedua negara akan diuntungkan, tambahnya, karena Erdogan "membutuhkan arus perdagangan dan pariwisata dari Saudi, dan Saudi lebih suka dia 'berpihak' dalam berbagai masalah regional, dan mungkin terbuka untuk membeli senjata Turki. "
Baca Juga: Erdogan Ingatkan Zelensky: Evakuasi Warga Sipil Ukraina di Mariupol Harus Terorganisir
Kepentingan ekonomi adalah "pendorong utama, paling utama" kunjungan Erdogan, kata Dina Esfandiary, penasihat senior Timur Tengah untuk International Crisis Group.
“Sepertinya Turki telah melupakan Khashoggi, dan saya yakin Saudi menghargai itu,” kata Esfandiary.
Turki mengalami tingkat inflasi tahunan yang mencapai 60 persen dan gelombang protes jalanan musim dingin, yang merusak popularitas Erdogan menjelang pemilihan umum tahun depan.
Erdogan sekarang mencari dukungan dari negara-negara Teluk, yang berselisih dengannya satu dekade terakhir sejak pemberontakan Musim Semi Arab atau Arab Spring.
Terakhir kali Erdogan mengunjungi Arab Saudi adalah pada tahun 2017, ketika ia mencoba menengahi perselisihan antara kerajaan dan negara-negara Teluk lainnya melawan Qatar.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : France24