> >

Iryna Venediktova, Jaksa Agung Ukraina yang Bidik Penjahat Perang di Pemerintahan Vladimir Putin

Krisis rusia ukraina | 23 April 2022, 09:15 WIB
Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova di kantornya di Lviv, 22 Maret 2022. Venediktova kini memimpin proses pengumpulan bukti dan penuntutan atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan Rusia di Ukraina. (Sumber: Tom Jennings/Frontline via AP)

LVIV, KOMPAS.TV - Iryna Vendiktova baru dilantik sebagai Jaksa Agung Ukraina pada Maret 2020. Kurang dari dua tahun kemudian, Venediktova mesti menghadapi tugas besar di tengah perang: mengumpulkan bukti untuk menjerat Vladimir Putin dan pasukannya atas kejahatan di Ukraina.

Dugaan kejahatan perang Rusia di Ukraina tengah diinvestigasi berbagai pengadilan di dunia, termasuk Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Namun, sebagian besar penuntutan agaknya akan dipimpin oleh Ukraina sendiri.

Sebagai jaksa agung, Venediktova memimpin proses ini. Dan bagi Venediktova, proses penuntutan ini personal.

“Saya melindungi kepentingan publik warga Ukraina. Dan sekarang saya tahu bahwa saya tidak bisa melindungi anak-anak yang mati ini. Bagi saya, itu menyakitkan,” kata Venediktova kepada Associated Press.

Jaksa Agung berusia 43 tahun itu tadinya profesor hukum. Kesibukannya bertambah setelah Rusia meluncurkan invasi pada 24 Februari silam. Dengan mengenakan rompi anti-peluru, Venediktova selalu bekerja lebih awal dari jadwal dan baru berhenti saat larut malam.

Baca Juga: Tak Hanya Donbass, Rusia Ternyata Incar Wilayah Selatan Ukraina Menuju Transnistria di Moldova

Kantor Kejaksaan Agung Ukraina kini tengah menangani lebih dari 8.000 investigasi kejahatan terkait perang dan mengidentifikasi lebih dari 500 tersangka, termasuk menteri-menteri Rusia, komandan militer, serta propagandis.

Pekerjaan sehari-hari Venediktova adalah berbicara dengan pejabat luar negeri serta donor, mengoordinasi upaya investigasi dan mencari dukungan.

Ia juga bertolak ke kota-kota Ukraina, mengunjungi pusat pengungsian di seantero negeri dan di perbatasan, di mana kantornya menempatkan jaksa untuk mencari testimoni dari pengungsi Ukraina dan mengubahnya menjadi barang bukti.

“Fungsi utama hukum adalah untuk melindungi dan mengompensasi. Saya harap kami bisa melakukannya, karena itu (hukum) kini hanya sebatas kata-kata indah, tak ada lagi hukum di sini,” kata Venediktova.

“Itu adalah kata-kata yang sangat indah. Saya ingin membuatnya berlaku,” lanjutnya.

Wawancara dengan penyintas bisa memakan waktu berjam-jam. Jaksa menanyai penyintas seperti apa seragam tentara pelaku, seperti apa lencana yang mereka pakai.

Venediktova berharap, petunjuk-petunjuk kecil seperti itu dapat memberi tautan untuk membidik tersangka yang lebih besar, lebih bertanggung jawab, yakni para pemimpin Rusia, tak terkecuali Vladimir Putin.

Pekan lalu, di Lviv, Venediktova mewawancarai sendiri penyintas yang selamat dari artileri Rusia. Namanya, Ala, berusia 34 tahun, enggan nama keluarganya dirilis karena putrinya masih terjebak di daerah yang diduduki pasukan Rusia.

Ala berjanji akan membawakan fragmen mortir yang menghancurkan apartemennya di Vorzel, daerah pinggiran Kiev. Ia menyimpan serpihan metal itu, sebagai pengingat atas momen keselamatannya, juga sebagai bukti.

“Kami perlu bukti agar mereka bisa dihukum. Saya beruntung. Saya masih di sini untuk membicarakan apa yang terjadi kepada saya,” kata Ala.

Baca Juga: Pakar Sebut Putin Bisa Ditangkap karena Kejahatan Perang Pembantaian di Bucha, Ini Alasannya

Ketika Venediktova dilantik Presiden Volodymyr Zelensky, Kejaksaan Agung Ukraina tengah dinodai dugaan korupsi, inefisiensi, serta norma hukum yang menurut para ahli perlu segera direformasi.

Iryna Venediktova kemudian menampilkan diri sebagai reformis. Ribuan jaksa dipecatnya karena tak memenuhi standar integritas dan profesionalisme.

Menjelang perang, kantor Venediktova kekurangan jaksa. Meskipun demikian, itu tak menghentikannya menyiapkan penyelidikan dan pengadilan bagi terduga penjahat perang Rusia. Ia menaksir jumlah terdakwa terkait kejahatan perang di Ukraina sekitar 1.000 orang.

Venediktova pun menjalin kerja sama dengan berbagai kelompok hak asasi manusia, sebagian punya riwayat perselisihan dengan pemerintah Ukraina.

Pada Maret 2022, 16 kelompok masyarakat Ukraina mendirikan koalisi untuk mendokumentasikan kasus-kasus yang berpotensi jadi kejahatan perang.

Selain menganalisis materi sumber terbuka (open source), koalisi itu juga membuat jejaring pemonitor terlatih untuk mengumpulkan bukti-bukti yang nantinya dibagikan ke Kejaksaan Agung.

Organisasi investigator dari luar negeri pun terlibat, seperti Centre for Information Resilience (CIR), Bellingcat, International Partnership for Human Rights (IPHR).

Venediktova juga mendorong warga sipil untuk membantu mengumpulkan informasi melalui ponselnya dan mengunggahnya ke situsweb warcrimes.gov.ua. Kini ada lebih dari 6.000 laporan ke situs tersebut.

Salah satu prioritas Venediktova adalah menyita uang penjahat perang dan memberikannya ke korban. Ia pun butuh kerja sama dari berbagai negara tempat tersangka Rusia memarkirkan kekayaannya.

Ukraina juga mengincar miliaran dolar aset-aset Rusia yang tengah dibekukan Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Inggris Raya, Swiss, dan negara lain. Dana itu diincar untuk membiayai rekonstruksi dan perbaikan di Ukraina setelah perang.

“Saya akan bersukacita ketika kita menjual vila dan yacht seseorang untuk mengompensasi warga biasa Ukraina yang terpaksa meninggalkan rumah,” kata Venediktova.

Baca Juga: Kanselir Olaf Scholz: Prioritas Utama Jerman adalah Menghindari Konflik Nuklir NATO Lawan Rusia


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press


TERBARU