Macron Tolak Pakai Kata Genosida: Eskalasi Retorika Tak Selesaikan Perang, Rusia-Ukraina Bersaudara
Krisis rusia ukraina | 13 April 2022, 23:12 WIBPARIS, KOMPAS.TV - Presiden Prancis Emmanuel Macron enggan menyebut tindakan pasukan Rusia di Ukraina sebagai genosida. Sang presiden mengaku tak mau ikut-ikutan dalam eskalasi retorika.
Hal tersebut disampaikan Macron kepada televisi France 2, Rabu (13/4/2022).
Sebelum wawancara ini, bukti-bukti dugaan kejahatan perang di Ukraina yang bermunculan membuat sejumlah kepala negara menuding Rusia melakukan genosida.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas menggunakan istilah genosida untuk menyebut tindakan pasukan Rusia.
Baca Juga: Biden Kembali Tuduh Putin, Kali ini Dituduh Genosida di Ukraina, Sebelumnya Penjahat Perang
Macron mengaku hendak berhati-hati dalam bertutur kata terkait perang Rusia-Ukraina. Ia meyakini retorika pedas tidak bisa menyelesaikan perang.
“Saya berhati-hati menggunakan istilah seperti itu (genosida) karena dua bangsa ini (Rusia dan Ukraina) itu bersaudara,” kata Macron kepada France 2 via The Washington Post.
Meskipun demikian, Macron mengaku pihaknya tetap bersikap tegas mengenai dugaan kejahatan perang oleh pasukan Rusia di Ukraina.
Pembantaian sipil dan pemerkosaan
Belakangan ini, bukti-bukti dugaan kejahatan perang seperti pembantaian sipil dan pemerkosaan bermunculan dari daerah-daerah yang baru ditinggalkan tentara Rusia seperti Bucha dan Borodyanka.
“Apa yang bisa kami katakan dengan pasti bahwa situasi ini tidak bisa diterima dan kejadian-kejadian itu adalah kejahatan perang. Kita hidup melalui kejahatan perang yang tak terduga di tanah kita, tanah Eropa,” lanjut Macron.
Emmanuel Macron juga berupaya menengahi perdamaian Rusia-Ukraina sejak awal invasi.
Pada Maret lalu, ia bertelepon dengan Vladimir Putin. Namun, tidak ada progres diplomatik yang terlihat dari tindakan Macron.
Baca Juga: Ramai Istilah Kejahatan Perang, Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, dan Genosida di Ukraina, Ini Bedanya
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Gading-Persada
Sumber : The Washington Post