Krisis Ekonomi Sri Lanka Makin Parah, Anggota Parlemen Koalisi Berkuasa Ramai-Ramai Mundur
Kompas dunia | 5 April 2022, 16:37 WIBIndeks Semua Saham Bursa Efek Kolombo melonjak lebih dari 5 persen karena anggota parlemen membuat posisi mereka jelas di dalam parlemen.
Sirisena, bersama dengan anggota parlemen lainnya, meminta Presiden Rajapaksa dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, membeberkan rencana yang jelas untuk menemukan penyelesaian atas kekacauan keuangan Sri Lanka.
Tetapi partai-partai oposisi, yang mencerminkan suasana gelombang protes negara berpenduduk 22 juta orang itu, mendesak presiden dan perdana menteri untuk mundur.
Mereka juga menolak langkah Presiden Rajapaksa hari Senin untuk membentuk pemerintah persatuan yang terdiri dari semua partai yang diwakili di parlemen.
Baca Juga: Sri Lanka Umumkan Keadaan Darurat usai Krisis Ekonomi Terparah Picu Unjuk Rasa Besar
“Tidak boleh ada suara yang bertentangan dengan suara di jalanan. Dan suaranya adalah harus ada perubahan,” kata Sajith Premadasa, pemimpin Samagi Jana Balawegaya, aliansi oposisi utama Sri Lanka.
“Yang diinginkan rakyat adalah presiden ini dan seluruh pemerintahan mundur.”
Sekelompok kecil orang berunjuk rasa di dekat parlemen, dimana polisi berjaga dengan gas air mata dan meriam air.
“Jika pemerintah kehilangan mayoritasnya, Anda bisa melihat oposisi membawa mosi tidak percaya tetapi ada prosedur parlemen yang yang membuat hal itu tidak mungkin terjadi segera,” kata pengacara Luwie Niranjan Ganeshanathan, pakar dalam masalah konstitusi.
Jika mosi tidak percaya diadopsi, maka presiden dapat menunjuk perdana menteri baru, katanya.
Oposisi juga dapat mengajukan resolusi untuk membubarkan parlemen dan menyerukan pemilihan umum segera, tambah Ganeshanathan.
Partai-partai oposisi dan bahkan anggota aliansi penguasa Rajapaksa menolak langkah membentuk pemerintah persatuan.
Baca Juga: Krisis Ekonomi Sri Lanka Makin Parah, Dua Orang Meninggal saat Antre Minyak Tanah
Pemerintah memberlakukan keadaan darurat Jumat lalu untuk memadamkan protes publik dan akan berakhir hari Kamis minggu depan kecuali jika keadaan darurat disahkan dalam pemungutan suara parlemen.
Kekurangan mata uang asing yang kritis membuat Sri Lanka berjuang untuk melunasi utang luar negerinya yang membengkak sebesar 51 miliar dollar AS, diperparah pandemi Covid-19 yang merusak pendapatan utama Sri Lanka dari sektor pariwisata dan pengiriman uang.
Akibatnya, terjadi kelangkaan pangan dan bahan bakar yang belum pernah terjadi sebelumnya berbarengan dengan rekor inflasi dan pemadaman listrik yang melumpuhkan, tanpa tanda-tanda berakhirnya kesengsaraan ekonomi.
Para ekonom mengatakan krisis Sri Lanka diperburuk oleh salah urus pemerintah, akumulasi pinjaman selama bertahun-tahun dan pemungutan pajak yang keliru.
Pemerintah berencana merundingkan dana talangan Dana Moneter Internasional IMF, tetapi pembicaraan belum dimulai.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Straits Times