Sri Lanka Berlakukan Jam Malam di Seluruh Negeri Usai Umumkan Keadaan Darurat Nasional
Kompas dunia | 3 April 2022, 01:05 WIBKOLOMBO, KOMPAS.TV - Sri Lanka memberlakukan jam malam di seluruh negeri mulai hari Sabtu (2/4/2022) malam hingga Senin (4/4/2022) pagi. Pemberlakuan keadaan darurat yang diumumkan oleh presiden tersebut dalam upaya untuk mencegah lebih banyak protes yang menyalahkan pemerintah atas memburuknya krisis ekonomi.
Dilaporkan Associated Press, Sabtu (4/2/2022), juru bicara pemerintah Mohan Samaranayake mengatakan, jam malam diberlakukan di bawah wewenang Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa di luar kediaman presiden pada Kamis malam. Unjuk rasa ini membuat aparat kepolisian menembakkan gas air mata dan menangkap sejumlah orang.
“Jam malam adalah upaya untuk membungkam orang-orang,” kata Ruki Fernando, seorang aktivis hak asasi manusia yang akan menuju ibu kota, Kolombo, untuk melakukan aksi. Aksi sendiri bubar lebih awal setelah jam malam diberlakukan.
“Saya tidak tahu mengapa jam malam diumumkan. Yang kami butuhkan sekarang bukanlah jam malam, kami membutuhkan makanan, gas, bahan bakar, dan kebebasan untuk berekspresi,” kata Fernando.
Rajapaksa mengaktifkan kekuasaan darurat pada Jumat tengah malam di tengah seruan untuk berunjuk rasa di seluruh negeri pada Minggu besok, karena kemarahan atas kekurangan makanan penting, bahan bakar dan pemadaman listrik yang berkepanjangan selama minggu ini.
Sri Lanka saat ini punya kewajiban utang besar dengan cadangan devisa yang semakin menipis. Penipisan cadangan devisa itu membuat Sri Lanka kepayahan membayar impor.
Baca Juga: Sri Lanka Umumkan Keadaan Darurat usai Krisis Ekonomi Terparah Picu Unjuk Rasa Besar
Warga mengular untuk mengantre bahan bakar. Adapun listrik padam beberapa jam setiap hari karena tidak cukup bahan bakar untuk mengoperasikan pembangkit listrik, sementara cuaca kering melemahkan kapasitas pembangkit listrik tenaga air.
Pemerintah dituding menjadi biang kesengsaraan ekonomi beruntun Sri Lanka. Pemerintah dianggap tidak melakukan diversifikasi ekspor dan selalu mengandalkan sumber devisa tradisional seperti teh, garmen, dan pariwisata.
Pemerintah Sri Lanka juga dituding gagal mengubah budaya mengonsumsi barang-barang impor.
Pandemi Covid-19 memberi pukulan berat bagi ekonomi Sri Lanka, di mana pemerintah Sri Lanka memperkirakan adanya kerugian USD14 miliar dalam dua tahun terakhir.
Sri Lanka juga memiliki utang luar negeri yang sangat besar setelah meminjam banyak dana untuk berbagai proyek yang tidak menghasilkan uang.
Kewajiban pembayaran utang luar negeri Sri Lanka sekitar USD7 miliar untuk tahun ini saja.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press