Penjualan Minyak Surut Akibat Sanksi AS dan Eropa, Rusia Tawarkan Diskon ke India
Krisis rusia ukraina | 1 April 2022, 06:50 WIBMOSKOW, KOMPAS.TV – Rusia menawarkan diskon besar penjualan langsung minyaknya ke India. Hal ini dilakukan Rusia seiring meningkatnya tekanan internasional hingga menyurutkan penjualan minyaknya, menyusul invasi negara itu ke Ukraina.
Melansir Bloomberg yang mengutip sejumlah sumber anonim, Kamis (31/3/2022), Rusia menawarkan minyak ke India dengan diskon hingga USD35 per barel pada harga sebelum perang. Tawaran diskon ini untuk menarik India agar mengangkut lebih banyak minyak Rusia.
Harga minyak patokan internasional Brent sendiri telah naik sekitar USD10 sejak perang. Ini menandakan besarnya potongan harga minyak Rusia dari harga sekarang.
Menurut sumber itu, Rusia ingin agar India mengambil kontrak 15 juta barel untuk tahun ini sebagai permulaan. Pembicaraan itu tengah dibahas antarpemerintah kedua negara.
Baca Juga: Polandia Umumkan Stop Impor Minyak Rusia Akhir 2022, Jerman Minta Warganya Berhemat Gas
Sebagai pengimpor minyak nomor dua Asia, India justru menggandakan pembelian minyak mentah Rusia, menentang sanksi internasional. Minyak Rusia kini mengalir lebih deras ke Asia lantaran para pembeli dari Eropa dan Amerika Serikat (AS) menutup keran impor akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Kini, India dan China disebut sebagai para pembeli utama minyak Rusia.
Rusia juga menawarkan pembayaran dalam rupee yang akan diubah menjadi rubel menggunakan sistem pesan SPFS Rusia. Menurut sumber yang menolak disebut identitasnya karena membahas masalah rahasia itu, tawaran ini bisa membuat perdagangan dengan Rusia jadi lebih menarik buat India.
Namun, keputusan final belum diambil. Masalah ini kemungkinan akan dibahas saat Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov tiba di India dalam kunjungan selama dua hari pekan ini.
Pembelian langsung minyak itu akan melibatkan Rosneft PJSC Rusia dan pengolah minyak terbesar Asia, Indian Oil Corp. Perusahaan itu memiliki kontrak berjangka opsional, yang jarang digunakan, hampir 15 juta barel per tahun.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Bloomberg