Perjalanan Roman Abramovich: Yatim-Piatu sejak Kecil hingga Jadi Sekutu Putin dan Kaisar Chelsea FC
Kompas dunia | 30 Maret 2022, 06:50 WIBBaca Juga: Roman Abramovich Disanksi, Antonio Conte Sedih Lihat Kondisi Chelsea
Pada masa-masa awal kekuasaan Putin, ia berupaya menegaskan dominasi atas para oligarki Rusia. Oligarki yang tak mau patuh, dipenjara atau diasingkan. Abramovich termasuk oligarki yang bertahan hingga kini.
Abramovich menjadi gubernur Chukotka, daerah di ujung timur laut Rusia pada periode pertama kepresidenan Putin. Abramovich menjadi sosok populer di sini karena menginvestasikan uangnya untuk layanan sosial, tetapi ia pilih mundur pada 2008.
Sembari memperkuat posisi politik, Abramovich tetap lancar mengembangkan bisnisnya. Per 2022, Bloomberg memperkirakan Abramovich punya kekayaan 13,7 miliar dolar AS, sedangkan Forbes memperkirakan kekayaannya 12,3 miliar dolar AS.
Akan tetapi, kekayaan Abramovich terus disorot Barat karena kedekatannya dengan penguasa Rusia. Pengacara Abramovich telah membantah bahwa pemilik Chelsea itu mengumpulkan kekayaan sangat besar melalui tindak kriminal.
Namun, Abramovich sendiri mengaku di pengadilan Inggris Raya pada 2012 bahwa ia terlibat suap dalam pembelian Sibneft.
Meski begitu, sebelum invasi Rusia ke Ukraina, tidak ada tekanan politik yang mampu melengserkan Abramovich dari jajaran orang terkaya dunia dan imperium Chelsea-nya.
Dalam bayang-bayang Vladimir Putin
Isu kedekatan dengan Vladimir Putin membuat Abramovich selalu diintai masalah. Ketika membeli Chelsea pada 2003 lalu, ia diduga melakukannya karena disuruh Putin.
Dugaan tersebut diungkapkan dalam buku Putin’s People tulisan Catherine Belton. Buku ini membuat Abramovich tak senang. Pada 2021 lalu, Abramovich menuntut penerbit buku itu, HarperCollins, atas tuduhan fitnah.
Kedua pihak dilaporkan menyelesaikan masalah ini di luar pengadilan. HarperCollins sepakat untuk membuat sejumlah klarifikasi.
“Uang tidak bisa membelikanmu kebahagiaan, tetapi sejumlah kebebasan? Ya,” kata Abramovich kepada The Guardian pada 2006 lalu.
Pertanyaannya, jika uang bisa membeli “sejumlah kebebasan”, seberapa bebas Abramovich dari Putin?
Asosiasi Abramovich sebagai oligarki pendukung Putin terus-menerus membelitnya, terlebih setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Bantah Abramovich Diracun dengan Senjata Kimia, Kremlin: Itu Sabotase Informasi
Ketika mengumumkan pembekuan aset Abramovich dan oligarki Rusia lain, Menteri Luar Negeri Inggris Raya Elizabeth Truss mengatakan “Dengan hubungan dekat ke Putin, para oligarki ini ikut bersalah dalam agresinya. Darah rakyat Ukraina membasahi tangan mereka.”
Aset-aset Abramovich berupa rumah, karya seni, dan barangkali yang terpenting, Chelsea FC, dibekukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Sanksi Abramovich pun membuat opini publik, khususnya suporter sepak bola, terbelah dua. Meskipun tak sedikit kalangan suporter yang mengkritik kiprah sebuah klub di tangan oligarki Rusia, kebanyakan suporter The Blues membelanya.
Pemerintah Inggris Raya memastikan Abramovich tak akan mendapatkan keuntungan dari penjualan Chelsea.
Sanksi berat itu mesti ditempuh ketika Abramovich menjalankan peran sebagai mediator Rusia-Ukraina, dengan risiko cukup besar hingga meliputi dugaan peracunan.
“Saya harap saya bisa mengunjungi Stamford Bridge untuk terakhir kalinya, demi mengucapkan selamat tinggal kepada kalian secara langsung,” kata Abramovich kepada suporter Chelsea.
Akan tetapi, dalam waktu dekat, harapan Abramovich itu berkemungkinan besar tidak akan bisa dipenuhi. Dalam jangka panjang, akhir perang Rusia-Ukraina pun dapat menjadi penentunya.
Setelah dengan tangguh melalui intrik politik dan bisnis Rusia serta dugaan tindak kriminal di pengadilan Barat, kini Abramovich dihajar huru-hara akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Kremlin Pastikan Abramovich Berperan dalam Proses Perundingan Damai Rusia dan Ukraina
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : BBC