> >

Ukraina Siap Komitmen Tak Jadi Anggota NATO dengan Sejumlah Imbalan Ini

Krisis rusia ukraina | 22 Maret 2022, 17:34 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky hari Senin malam (21/3/2022) mengatakan dirinya siap membahas komitmen dari Ukraina untuk tidak mencari keanggotaan NATO dengan imbalan gencatan senjata, penarikan pasukan Rusia, dan jaminan keamanan Ukraina. Namun setiap perubahan konstitusi Ukraina harus lewat referendum. (Sumber: AP Photo/Matt Dunham)

KIEV, KOMPAS.TV - Ukraina siap berkomitmen untuk tidak mengejar keanggotaan NATO. Tetapi sebagai imbalannya, Rusia harus menarik pasukannya, gencatan senjata terwujud, dan ada jaminan keamanan Ukraina. 

Hal itu diungkapkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kiev, Senin (21/3/2022) malam, seperti dilaporkan Associated Press, Selasa (22/3). 

"Ini adalah kompromi untuk semua orang: untuk Barat, yang tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kami sehubungan dengan NATO, untuk Ukraina, yang menginginkan jaminan keamanan, dan untuk Rusia, yang tidak ingin ekspansi NATO lebih lanjut," kata Zelensky dalam sebuah wawancara di saluran televisi Ukraina.

Namun, dalam laporan yang dikutip CNN, Selasa (22/3), Zelensky mengatakan, setiap perubahan konstitusi yang berkaitan dengan jaminan keamanan di negara itu perlu diputuskan melalui referendum dan bukan oleh dia sendiri.

"Ini adalah proses panjang yang akan diputuskan oleh parlemen dan oleh rakyat Ukraina," kata Zelensky.

Dia juga mengulangi seruannya untuk pembicaraan langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Kecuali dia bertemu dengan Putin, kata Zelensky, tidak mungkin untuk memahami apakah Rusia bahkan ingin menghentikan perang.

Zelensky mengatakan, Kiev siap untuk membahas status Krimea dan wilayah Donbas timur yang dikuasai oleh separatis yang didukung Rusia, setelah gencatan senjata dan langkah-langkah menuju pemberian jaminan keamanan.

Presiden mengungkapkan hal tersebut pada wawancara dengan penyiar publik Ukraina Suspilne News, Senin.

Baca Juga: Kisah Memilukan Penyintas Pengeboman berbagai Kota di Ukraina, Kelaparan dan Kehabisan Air Minum

Zelensky hari Senin malam (21/3/2022) mengatakan dirinya siap membahas komitmen dari Ukraina untuk tidak mencari keanggotaan NATO dengan imbalan gencatan senjata, penarikan pasukan Rusia, dan jaminan keamanan Ukraina. Namun setiap perubahan konstitusi Ukraina harus lewat referendum. (Sumber: RIA Novosti/Embassy of Russia in Belarus)

Pernyataan tersebut dibuat saat delegasi Ukraina dan Rusia melaksanakan perundingan damai. Zelensky mengatakan dia belum bertemu dengan delegasi Rusia tetapi mengatakan kepada delegasi Ukraina bahwa setiap kompromi yang signifikan akan memerlukan referendum.

"Saya menjelaskan kepada negosiator kami di perundingan, bahwa ketika seseorang berbicara tentang perubahan, dan perubahan ini mungkin penting secara historis,  tidak ada jalan lain, kita harus mengadakan referendum," kata Zelensky.

"Rakyat harus angkat bicara dan menanggapi bentuk kompromi ini atau itu yang Anda sebutkan. Dan apa yang mereka (kompromikan itu) akan menjadi subjek pembicaraan dan pemahaman kami antara Ukraina dan Rusia, " terangnya. 

Ketika seorang reporter Suspilne bertanya tentang batas kompromi yang akan dilakukan Ukraina, Zelensky berkata, "Saya pikir tanpa pertemuan ini (dengan Putin) Anda tidak dapat benar-benar memahami apa yang mereka siap lakukan untuk menghentikan perang dan apa yang mereka siap lakukan jika kita tidak siap untuk kompromi ini atau itu."

Zelensky mengulangi komentar sebelumnya bahwa dirinya siap bertemu dengan Putin.

"Masalah wilayah pendudukan penting bagi kami. Tapi saya yakin tidak akan ada solusi (untuk hal tersebut) dalam pertemuan ini," katanya.

Pada awal 2014, protes massal di Kiev yang dikenal sebagai Euromaidan memaksa presiden yang bersahabat dengan Rusia mundur setelah menolak menandatangani perjanjian asosiasi Uni Eropa.

Baca Juga: Jokowi: Perang Rusia-Ukraina Membuat Pusing Semua Negara

Sebuah kapal pendarat pasukan Rusia tiba di pangkalan angkatan laut Sevastopol, wilayah Krimea, 10 Februari 2022. Zelensky Senin malam (21/3/2022) mengatakan siap membahas komitmen Ukraina untuk tidak mencari keanggotaan NATO dengan imbalan gencatan senjata, penarikan pasukan Rusia, dan jaminan keamanan Ukraina. Namun perubahan konstitusi Ukraina harus lewat referendum. (Sumber: Straits Times)

Menurut versi Barat, Rusia menanggapi dengan mencaplok semenanjung Ukraina di Krimea dan mengobarkan pemberontakan separatis di timur Ukraina, yang menguasai sebagian wilayah Donbas. Pada akhir Februari menjelang invasi, Putin mengakui dua wilayah separatis di Ukraina timur sebagai negara merdeka.

Sementara menurut versi Rusia, referendum status Krimea tahun 2014 adalah referendum yang sah mengenai status Krimea, diadakan pada 16 Maret 2014, di Republik Otonomi Krimea dan pemerintah lokal Sevastopol (keduanya subdivisi Ukraina).

Referendum disetujui dan diadakan di tengah aneksasi Rusia atas Krimea yang menanyakan penduduk setempat apakah mereka ingin bergabung kembali dengan Rusia sebagai bagian federal, atau apakah mereka ingin mengembalikan konstitusi Krimea 1992 dan status Krimea sebagai bagian dari Ukraina.

Hasil resmi dari Republik Otonom Krimea adalah 97 persen suara untuk integrasi wilayah tersebut ke dalam Federasi Rusia dengan jumlah pemilih 83 persen, dan di dalam pemerintahan lokal Sevastopol ada juga 97 persen suara untuk integrasi wilayah tersebut ke dalam Federasi Rusia dengan partisipasi pemilih 89 persen.

Setelah referendum, Dewan Negara Krimea dan Dewan Kota Sevastopol mendeklarasikan kemerdekaan Republik Krimea dari Ukraina dan meminta untuk bergabung dengan Federasi Rusia. Pada hari yang sama, Rusia mengakui Republik Krimea sebagai negara berdaulat.

Referendum tidak diakui secara internasional oleh sebagian besar negara, terutama karena kehadiran pasukan Rusia.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press/CNN


TERBARU