Putra Mahkota Arab Saudi Tawarkan Jadi Penengah Konflik Rusia - Ukraina Usai Ditelepon Putin
Krisis rusia ukraina | 4 Maret 2022, 07:15 WIBRIYADH, KOMPAS.TV - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menawarkan diri untuk menengahi pembicaraan antara Moskow dan Kiev. Hal ini dilakukannya usai sang putra mahkota menerima telepon dari Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (3/3/2022).
Seperti diberitakan oleh CNN, Jumat (4/3), Muhammad Bin Salman atau MBS mengatakan negaranya mendukung upaya yang mengarah pada solusi politik, yang mengarah pada tujuan akhir, mencapai keamanan dan stabilitas.
"Dimana Kerajaan Saudi siap melakukan upaya untuk menengahi antara semua pihak," katanya dalam sebuah pernyataan yang diposting di Saudi Press Agency yang dikelola pemerintah, Kamis.
Dia juga membahas kekhawatiran sektor energi atas situasi di Ukraina, menegaskan kembali komitmen negaranya terhadap perjanjian OPEC+, sebuah pakta yang dibuat oleh 10 produsen minyak mentah utama dan Rusia untuk secara bertahap memompa lebih banyak minyak di pasar untuk memenuhi permintaan.
Arab Saudi, yang menganggap Rusia sebagai mitra utamanya dalam aliansi OPEC+, mengatakan pada Selasa (1/3) bahwa pihaknya mendukung upaya de-eskalasi internasional di Ukraina.
Sementara itu Kremlin juga mengeluarkan pernyataan tentang pembicaraan telepon antara Putin dan MBS.
“(Rusia) sangat puas negara-negara anggota OPEC Plus secara konsisten memenuhi kewajiban mereka, berkontribusi untuk memastikan stabilitas di pasar minyak dunia. Rusia dan Arab Saudi akan terus mengoordinasikan pendekatan mereka dalam format ini.”
Baca Juga: AS dan Rusia Buka Saluran Komunikasi Langsung Untuk Hindari Insiden Militer Dekat Ukraina
“Dengan mempertimbangkan sanksi anti-Rusia yang dijatuhkan oleh sejumlah negara Barat, Vladimir Putin menekankan tidak dapat diterimanya politisasi masalah pasokan energi global, dan juga menguraikan pendekatan mendasar dari pihak Rusia dalam konteks operasi militer khusus yang sedang berlangsung untuk melindungi Donbass,” kata Kremlin.
Minyak Rusia belum secara langsung menjadi sasaran sanksi Barat terhadap Moskow, setidaknya sejauh ini.
Faktanya, Amerika Serikat dan Eropa berusaha keras untuk menghindari penggunaan bahan bakar fosil Rusia.
Tetapi pasar tidak mau mengambil risiko terkait minyak Rusia. Pedagang, pengirim barang, perusahaan asuransi dan bank tidak mau menyentuhnya, karena takut bertabrakan dengan sanksi Barat.
Ini berarti sejumlah besar minyak Rusia telah secara efektif dikesampingkan, sesuatu yang diharapkan Barat untuk tidak terjadi. Harga minyak dan bensin pun kini melonjak.
"Sanksi menyebabkan larangan de facto terhadap minyak Rusia," kata Andy Lipow, presiden perusahaan konsultan Lipow Oil Associates, kepada CNN.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/CNN