> >

Majelis Tinggi Rusia Izinkan Putin Gunakan Kekuatan Militer di Luar Rusia, Perang di Pelupuk Mata?

Kompas dunia | 23 Februari 2022, 01:30 WIB
Anggota parlemen Dewan Federasi Majelis Federal Federasi Rusia menghadiri sidang di Moskow, Rusia, Selasa, 22 Februari 2022. Anggota parlemen memberi izin kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menggunakan kekuatan militer di luar negeri. (Sumber: Federation Council of the Federal Assembly of the Russian Federation via AP)

MOSKOW, KOMPAS.TV - Anggota parlemen Majelis Tinggi Rusia, Selasa (22/2/2022), memberi izin kepada Presiden Vladimir Putin untuk menggunakan kekuatan militer di luar negeri, seperti dilaporkan Associated Press.

Langkah tersebut dapat menandakan serangan yang lebih luas ke Ukraina setelah Amerika Serikat (AS) mengatakan invasi sudah berlangsung di sana.

Anggota majelis tinggi, Dewan Federasi Rusia, memberikan suara bulat untuk mengizinkan Putin menggunakan kekuatan militer di luar Rusia, secara efektif meresmikan pengerahan militer Rusia ke wilayah pemberontak, di mana konflik delapan tahun telah menewaskan hampir 14.000 orang.

Beberapa pemimpin Eropa mengatakan satu hari sebelumnya bahwa pasukan Rusia mulai bergerak ke daerah Donetsk dan Luhansk yang dikuasai pemberontak di Ukraina timur, tidak lama setelah Putin mengakui kemerdekaan mereka.

Belum jelas seberapa besar pergerakan pasukan Rusia yang memasuki Donetsk dan Luhansk. Ukraina serta sekutu Baratnya mengatakan pasukan Rusia sudah berada di dalam dan bertempur di wilayah itu sejak konflik separatis meletus pada 2014. Moskow membantah tuduhan itu.

Gedung Putih pada Selasa mulai menyebut penempatan pasukan Rusia di Ukraina timur sebagai “invasi” setelah awalnya ragu-ragu untuk menggunakan istilah itu, sebuah garis merah yang menurut Presiden AS Joe Biden akan mengakibatkan AS memberlakukan sanksi berat terhadap Moskow.

"Kami pikir ini, ya, awal dari sebuah invasi, invasi terbaru Rusia ke Ukraina," kata Jon Finer, wakil utama penasihat keamanan nasional, dalam sebuah wawancara di CNN.

“Invasi adalah invasi dan itulah yang sedang berlangsung,” katanya seperti dilaporkan Associated Press.

Gedung Putih memutuskan untuk mulai menyebut tindakan Rusia sebagai “invasi” berdasarkan situasi di lapangan, kata pejabat AS yang berbicara secara anonim karena membeberkan diskusi internal.

Pemerintah AS awalnya menolak menyebut pengerahan pasukan karena Gedung Putih ingin melihat apa yang sebenarnya akan dilakukan Rusia. Setelah menilai pergerakan pasukan Rusia, menjadi jelas bahwa itu adalah invasi baru, tambah pejabat itu.

Baca Juga: Presiden Rusia Vladimir Putin Putuskan Akui Donetsk dan Lugansk di Ukraina sebagai Negara Merdeka

Presiden Rusia Vladimir Putin saat berpidato di Kremlin, Moskow, Senin (21/2/2022), menyatakan Rusia mengakui kemerdekaan wilayah separatis Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur. Pengakuan tersebut meningkatkan ketegangan dengan Barat. (Sumber: Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

Sekretaris pers Gedung Putih, Jen Psaki, juga menyinggung tindakan Rusia sebagai invasi dalam sebuah cuitan di Twitter. Ia mengomentari keputusan Kanselir Jerman Olaf Scholz untuk menghentikan pipa gas Nord Stream 2 sebagai tanggapan atas tindakan Rusia.

Presiden AS “menjelaskan bahwa jika Rusia menginvasi Ukraina, kami akan bertindak dengan Jerman untuk memastikan Nord Stream 2 tidak bergerak maju,” kata Psaki.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan Rusia mengakui kemerdekaan wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina "di perbatasan yang ada ketika mereka memproklamasikan" kemerdekaan mereka pada tahun 2014.

Itu artinya, wilayah luas yang meluas jauh melampaui daerah yang sekarang di bawah kendali pemberontak dan itu termasuk pelabuhan utama Laut Azov di kota Mariupol.

Langkah Putin mengakui kemerdekaan wilayah itu memberi landasan untuk mengirim pasukan, meskipun Ukraina dan sekutu Baratnya menuduh pasukan Rusia berperang di sana selama bertahun-tahun. Moskow membantah tuduhan itu.

Kecaman dari seluruh dunia datang secepat kilat. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan, dia akan mempertimbangkan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Rusia dan Kiev menarik duta besarnya di Moskow.

Namun kebingungan atas apa yang sebenarnya terjadi di Ukraina timur mengancam akan melumpuhkan tanggapan Barat. Sementara AS dengan jelas menyebutnya sebagai invasi, beberapa sekutu lainnya bertutur dengan hati-hati.

"Pasukan Rusia sudah masuk di Donbas," sebutan atas wilayah di mana dua kelompok separatis berada, kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, di Paris.

“Kami menganggap Donbas bagian dari Ukraina.”

Tetapi dalam perbedaan yang dapat memperumit tanggapan Eropa dan Barat, dia menambahkan: “Saya tidak akan mengatakan bahwa (ini adalah) invasi yang sepenuhnya, tetapi pasukan Rusia jelas berada di dalam wilayah Ukraina.”

Baca Juga: Tanggapi Aksi Sepihak Putin, Jerman Tangguhkan Izin Pipa Nord Stream 2 Salurkan Gas dari Rusia

Jalur pipa gas Rusia ke Eropa, Nord Stream 2, yang terancam mandek jika Rusia menginvasi Ukraina. (Sumber: BBC)

Kremlin belum memastikan pengerahan pasukan ke wilayah Donetsk dan Luhansk, dengan mengatakan itu akan tergantung pada situasi keamanan.

Brigjen Vladislav, seorang anggota dewan lokal separatis di Donetsk, mengatakan kepada wartawan bahwa pasukan Rusia sudah masuk, tetapi para pemimpin pemberontak yang lebih senior tidak mengkonfirmasi hal itu.

Senin (21/2/2022) malam, konvoi kendaraan lapis baja terlihat melintasi wilayah yang dikuasai separatis Ukraina di Donetsk dan Luhansk. Belum jelas apakah mereka orang Rusia atau tentara Donetsk.

Para menteri luar negeri Uni Eropa akan bertemu Selasa malam untuk membahas langkah-langkah tersebut, namun mereka tampaknya tidak memasukkan sanksi besar-besaran yang sebelumnya digaungkan jika terjadi invasi penuh.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson juga mengatakan Inggris akan menjatuhkan sanksi pada lima bank Rusia dan tiga orang kaya.

Sementara dia mengatakan tank Rusia sudah meluncur masuk ke Ukraina timur, seraya memperingatkan serangan skala penuh akan membawa “sanksi yang lebih kuat.”

Parlemen Rusia juga dilaporkan sudah mengesahkan perjanjian yang dilakukan Putin bersama pemimpin Donetsk dan Luhansk, yang isinya memberi dasar bagi Rusia untuk bermain lebih dalam di wilayah Ukraina, termasuk membangun pangkalan militer serta penggelaran pasukan dan alat tempur berat.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Associated Press


TERBARU