Pengakuan Duta Besar RI: Pekerja Indonesia di Malaysia Alami Perbudakan Modern
Kompas dunia | 21 Februari 2022, 12:34 WIBKUALA LUMPUR, KOMPAS.TV - Duta Besar RI untuk Malaysia, Hermono membuat pengakuan mengejutkan terkait kondisi para pekerja Indonesia di Malaysia.
Hermono mengungkapkan bahwa para pekerja Indonesia yang bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) mengalami perbudakan modern.
Hal itu diungkapkan oleh Hermono kepada portal berita Free Malaysia Today.
Hermono mengungkapkan banyak tenaga kerja Indonesia yang bekerja dengan posisi yang sama dengan negara lainnya seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan.
Baca Juga: Kenakan Pakaian Dalam Perempuan dan Berpose Tak Senonoh, 2 Pria Malaysia Ditangkap Polisi
Tetapi menurutnya hal itu tak terjadi di sana, dan hanya terjadi di Malaysia.
Hermono mengungkapkan ada banyak kasus ART Indonesia yang bekerja selama bertahun-tahun tanpa dibayar.
Dokumen identitas mereka juga diambil oleh para majikannya.
Ia juga mengungkapkan ada banyak tenaga kerja Indonesia yang disuruh bekerja tanpa diberikan istirahat.
Selain itu juga banyak yang mengalami kekerasan fisik.
Hermono pun merujuk pada kasus seorang majikan yang tak membayarkan gaji ke ART-nya yang berasal dari Indonesia selama 10 tahun.
Alasannya adalah karena ia mengizinkan ART itu tinggal di rumah mereka, dan ia yang membayarkan makanan sang ART.
“Itu adalah contoh dari perbudakan modern atau kerja paksa,” tutur Hermono.
“Kita memiliki pekerja domestik di Singapura, Hong Kong dan Taiwan, tetapi kami tak mengalami masalah serius seperti di sini (Malaysia). Kenapa kami memiliki masalah seperti itu di sini,” lanjutnya.
Baca Juga: Kisah Menyeramkan, Mayat Hidup Lagi Setelah Dinyatakan Tewas dan Akan Diautopsi
Hermono mengatakan pada tahun lalu Kedutaan Besar Indonesia telah membantu 206 kasus, yang mengaharuskan majikan membayar lebih dari 2 juta ringgit atau setara Rp6,8 miliar, dan ada 40 kasus yang saat ini ada di pengadilan.
Kedutaan Besar Indonesia pada tahun ini juga mendampingi 16 ART dan membantu mendapatkan 300.000 ringgit (Rp1 miliar) upah yang belum dibayar kepada mereka.
Hermono menegaskan bahwa ART memiliki kemungkinan besar untuk mendapat kekerasan dibandingkan pekerjaan migran lainnya.
Menurutnya para ART harus bekerja sendiri dan tinggal di rumah majikannya.
Selain itu para ART Indonesia juga banyak yang tak bisa melarikan diri dari para majikannya dan mendapat tantangan saat ingin memberikan informasi ke Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal.
“Mereka diperingatkan jika melarikan diri, polisi akan menangkap mereka dan imigrasi akan mendeportasi mereka. Ancaman ini jelas meruapakan elemen dari kerja paksa,” tuturnya.
Baca Juga: Akhirnya Biden dan Putin Setuju Bertemu, tapi Ada Syaratnya
Indonesia sendiri saat ini sedang dalam pembicaraan untuk kesepakatan tenaga kerja baru.
Hermono pun berharap kesepakatan yang baru akan lebih melindungi orang Indonesia yang dipekerjakan sebagai ART dalam sistem satu saluran, sehingga akan memungkinkan pemerintah negaranya untuk mengawasi mereka selama bekerja di sini.
Ia juga menyinggung usulan sistem gaji online yang memungkinkan Pemerintah Indonesia bisa melihat apakah pekerja Indonesia bisa menerima gaji yang seharusnya.
“Jika mereka melewatkan bahkan satu bulan (membayar gaji), kami dapat menghubungi majikan melalui agen dan bertanya kenapa mereka belum membayarnya,” ujar Hermono.
Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Free Malaysia Today