> >

Donetsk dan Luhansk yang pro Rusia di Ukraina Timur Mobilisasi Umum, Situasi Makin Genting

Kompas dunia | 19 Februari 2022, 16:42 WIB
Pemimpin Republik Rakyat Donetsk, Denis Pushilin, yang pro-Rusia dan memisahkan diri dari Ukraina mengeluarkan dekrit mobilisasi umum untuk mengantisipasi perang dan serbuan Ukraina. Sebelumnya, perempuan, anak-anak dan orang tua sebanyak mungkin diungsikan ke Rusia menggunakan bus. (Sumber: Straits Times)

DONETSK/KYIV/MOSKOW, KOMPAS.TV - Pemimpin wilayah Donetsk dan Luhansk dukungan Rusia yang memisahkan diri di Ukraina timur, yang disebut Republik Rakyat Donetsk, Sabtu (19/2/2022) memberlakukan dekrit mobilisasi umum mengantisipasi kekhawatiran perang di negara bekas Soviet itu.

Melansir Straits Times, pemimpin separatis lainnya di Luhansk, Leonid Pasechnik, menandatangani dekrit serupa untuk Republik Rakyat Luhansk tak lama setelah itu.

“Saya mengimbau kepada rekan-rekan warga yang berstatus cadangan (militer) untuk datang ke kantor wajib militer. Hari ini saya menandatangani dekrit tentang mobilisasi umum,” kata Denis Pushilin, pemimpin separatis di Donetsk, setelah pemantau memperingatkan peningkatan besar dalam pertempuran di Ukraina timur.

Separatis yang didukung Rusia sebelumnya mengungsikan warga sipil menggunakan bus dari daerah yang memisahkan diri di Ukraina timur pada Jumat (18/2/2022) menuju Rusia. Manuver tersebut mengejutkan banyak pihak dalam konflik yang ditakuti Barat, dan dianggap bagian dari rencana Moskow untuk membuat dalih demi menyerang tetangganya.

Sirene peringatan meraung di Donetsk setelah itu. "Republik Rakyat" yang memproklamirkan diri lainnya, Luhansk, mengumumkan evakuasi ratusan ribu orang ke Rusia: perempuan, anak-anak dan orang tua menjadi prioritas utama mereka yang diungsikan.

Tanpa memberikan bukti, Pushilin menuduh Ukraina bersiap untuk segera menyerang kedua wilayah. Namun, Kyiv menyangkal tuduhan tersebut.

"Tidak ada perintah untuk membebaskan wilayah kami dengan paksa," kata pejabat tinggi keamanan Ukraina, Oleksiy Danilov.

Baca Juga: Putin Nilai Situasi di Perbatasan Ukraina Memburuk, Minta Zelensky Berunding dengan Pemberontak

Pemimpin Republik Rakyat Luhansk, Denis Pushilin, yang pro-Rusia dan memisahkan diri dari Ukraina juga mengeluarkan dekrit mobilisasi umum tidak lama setelah Donetsk untuk mengantisipasi perang dan serbuan Ukraina. Sebelumnya, perempuan, anak-anak dan orang tua juga sebanyak mungkin diungsikan ke Rusia menggunakan bus. (Sumber: Lugansk Information Center)

Beberapa jam setelah pengumuman evakuasi, sebuah jip meledak di luar gedung pemerintah pemberontak di kota Donetsk, ibu kota wilayah dengan nama yang sama. Media Rusia mengatakan kendaraan tersebut milik seorang pejabat Republik Rakyat Donetsk yang memberontak dari Ukraina.

Sebagian besar dari beberapa juta warga sipil di dua daerah yang dikuasai pemberontak adalah penutur bahasa Rusia, dan banyak yang sudah diberikan kewarganegaraan Rusia oleh Moskow.

Dalam beberapa jam setelah pengumuman, keluarga-keluarga berkumpul untuk naik bus di titik evakuasi di Donetsk. Pihak berwenang mengatakan, sebanyak 700.000 orang akan diungsikan ke Rusia.

Seorang perempuan menangis memeluk anak-anaknya yang masih remaja.

Irina Lysanova (22), baru saja kembali dari perjalanan ke Rusia. Ia mengatakan sedang berkemas untuk kembali dengan ibunya yang sudah pensiun, "Mama orangnya panikan," katanya seraya menambahkan, "Ayah menyuruh kita pergi."

Ayah Irina, Konstantin (62), tidak ikut mengungsi, "Ini adalah tanah air saya dan tanah ini milik kita. Saya akan tinggal dan memadamkan api," katanya.

Evakuasi penduduk Donetsk dimulai setelah zona konflik Ukraina timur pada hari Jumat dilaporkan mengalami serangan artileri paling intens selama bertahun-tahun.

Pemerintah Ukraina dan para separatis saling menuding pihak lawan sebagai pelaku.

Baca Juga: Biden Yakin Putin Telah Memutuskan akan Serang Ukraina, Bakal Terjadi Beberapa Hari Lagi

Warga Donetsk yang memisahkan diri dari Ukraina mengantri untuk masuk ke bus yang akan mengungsikan mereka ke Rusia pada 18 Februari 2022 (Sumber: Straits Times)

Negara-negara Barat mengatakan rangkaian serangan tersebut, yang dimulai pada hari Kamis dan meningkat pada hari Jumat, bisa jadi adalah bagian dari upaya pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membuat dalih dan membenarkan serangan ke Ukraina.

Rusia mengatakan tidak memiliki niat seperti itu dan menuduh Barat menyebarkan ketakutan yang tidak bertanggung jawab.

Tidak ada tanda-tanda kepanikan pada Jumat malam di Donetsk. "Saya pikir semuanya akan berakhir dalam beberapa hari," kata seorang pria, Ilya, berusia 20-an, mengantre untuk menarik uang tunai dari ATM.

Ukraina adalah kerugian paling menyakitkan bagi Rusia dari 14 bekas republik di bawah kendalinya setelah pecahnya Uni Soviet pada 1991.

Putin, yang menyebut perpecahan itu sebagai bencana geopolitik terbesar abad lalu, telah mengabdikan kekuasaannya untuk memulihkan Rusia sebagai kekuatan global dan menentang Barat.

Pemberontak yang didukung Rusia merebut sebagian besar Ukraina timur pada 2014, tahun yang sama ketika Moskow mencaplok wilayah Krimea Ukraina. Kyiv mengatakan lebih dari 14.000 orang telah tewas dalam konflik di timur.

Baca Juga: Putin: Rusia Tetap akan Disanksi Barat meski Tak Serang Ukraina

Peta Ukraina dengan wilayah Donetsk dan Lugansk yang dikuasai separatis pro-Rusia. Pemimpin Wilayah Donetsk dan Luhansk pro-Rusia yang memisahkan diri di Ukraina Timur berlakukan mobilisasi umum mengantisipasi serangan Ukraina. (Sumber: France24)

Pasar Terguncang

Saat pasar makin terguncang akibat kekhawatiran terjadinya perang baru, ditambah lagi dengan Eropa yang mengalami krisis diplomatik, Rusia mengatakan pekan ini pihaknya mulai menarik pasukan dari perbatasan dekat Ukraina setelah latihan militer besar-besaran.

Tetapi Amerika Serikat mengatakan mereka malah meningkatkan kekuatan, mengancam tetangganya, menjadi antara 169.000 dan 190.000 tentara, dari 100.000 pada akhir Januari.

"Kami melihat pasukan tambahan (Rusia) pergi ke perbatasan termasuk pasukan terdepan," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Konferensi Keamanan Munich.

Kremlin mengerahkan puluhan ribu tentara yang melakukan latihan tempur di Belarus dan akan berakhir hari Minggu. Pemimpin Belarusia yang didukung Rusia, Alexander Lukashenko, bertemu dengan Putin pada hari Jumat, dengan mengatakan sebelumnya bahwa tentara Rusia dapat tinggal di Belarus selama diperlukan.

Negara-negara Barat mengkhawatirkan konflik dalam skala yang tidak terlihat di Eropa setidaknya sejak perang Yugoslavia dan Chechnya pada 1990-an, yang menewaskan ratusan ribu orang dan memaksa jutaan orang mengungsi.

"Ini adalah mobilisasi militer paling signifikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua," kata duta besar AS Michael Carpenter dalam pertemuan di Organisasi Keamanan dan Kerjasama di Eropa OSCE yang berbasis di Wina.

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Straits Times


TERBARU