Putin Pergi ke Beijing Hadiri Olimpiade Musim Dingin, sementara Krisis Ukraina Masih Panas
Kompas dunia | 3 Februari 2022, 22:44 WIBBEIJING, KOMPAS.TV — Para pejabat Amerika Serikat dan Eropa mungkin tidak hadir di Olimpiade Musim Dingin Beijing karena masalah hak asasi manusia HAM. Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin hadir, bahkan ketika ketegangan meningkat karena penumpukan pasukannya di sepanjang perbatasan Rusia dan Ukraina, seperti dilansir Associated Press, Kamis (3/2/2022).
Bukan hanya untuk pembukaan Olimpiade Musim Dingin, Putin juga hadir untuk pembicaraan bilateral.
Pembicaraan Putin dengan Presiden China Xi Jinping pada Jumat (4/2) akan menandai pertemuan langsung pertama mereka sejak 2019 dan dimaksudkan untuk membantu memperkuat hubungan Moskow dengan China, serta mengoordinasikan kebijakan mereka dalam menghadapi tekanan Barat.
Setelah itu, keduanya akan menghadiri upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin di Beijing.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Kamis oleh kantor berita China Xinhua, Putin menulis, Moskow dan Beijing memainkan 'peran penting untuk menstabilkan' urusan global dan membantu membuat urusan internasional 'lebih adil dan inklusif'.
Presiden Rusia itu mengkritik 'upaya beberapa negara mempolitisasi olahraga demi kepentingan ambisi mereka', sebuah sindiran atas boikot diplomatik Amerika Serikat dan beberapa sekutunya terhadap Olimpiade Musim Dingin di Beijing.
Banyak pejabat Barat memilih tidak hadir di Olimpiade Beijing sebagai protes atas penahanan China terhadap lebih dari 1 juta Muslim Uyghur di wilayah barat laut Xinjiang.
Tetapi para pemimpin negara-negara Asia Tengah bekas Uni Soviet, yang memiliki hubungan dekat dengan Rusia dan China, semuanya mengikuti jejak dan kehadiran Putin.
Dalam sebuah wawancara dengan China Media Group yang juga dirilis pada Kamis, Putin menekankan, “Kami menentang upaya untuk mempolitisasi olahraga atau menggunakannya sebagai alat pemaksaan, persaingan tidak sehat, dan diskriminasi.”
"Pertemuan Putin dengan Xi dan kehadiran pada upacara pembukaan membawa peningkatan lebih lanjut hubungan China-Rusia,” kata Li Xin, direktur Institut Studi Eropa dan Asia di Universitas Ilmu Politik dan Hukum Shanghai.
Baca Juga: Duh, 4 Pesawat Bomber Rusia Dekati Wilayah Udara Inggris, Bisa Diusir Jet Tempur Inggris
China dan Rusia semakin menemukan akar masalah bersama atas apa yang mereka yakini sebagai pengabaian Amerika Serikat atas masalah teritorial dan keamanan mereka, kata Li. Kedua pemerintah mereka juga meledek Amerika Serikat atas berbagai masalah domestiknya, mulai dari kerusuhan Capitol tahun lalu hingga perjuangannya untuk mengendalikan Covid-19.
“Amerika Serikat dan negara-negara Barat, di satu sisi, memberikan tekanan terhadap Rusia atas masalah Ukraina, dan di sisi lain, memberikan tekanan terhadap China atas masalah Taiwan,” kata Li, mengacu pada Taiwan yang diklaim China sebagai wilayahnya sendiri.
“Tindakan tekanan ekstrem seperti itu oleh Barat hanya akan memaksa China dan Rusia untuk lebih memperkuat kerja sama,” tambahnya.
Yuri Ushakov, penasihat urusan luar negeri Putin, mengatakan kunjungan Putin akan menandai tahap baru dalam kemitraan Rusia-China yang ia gambarkan sebagai “faktor kunci yang berkontribusi pada pembangunan global yang berkelanjutan dan membantu melawan aktivitas destruktif oleh negara-negara tertentu.”
Dia mengatakan, Moskow dan Beijing berencana mengeluarkan pernyataan bersama tentang hubungan internasional yang akan mencerminkan pandangan bersama tentang keamanan global dan masalah lainnya. Selain itu, para pejabat kedua negara akan menandatangani lebih dari selusin perjanjian tentang perdagangan, energi, dan lainnya.
Ushakov mencatat, Moskow dan Beijing memiliki pendirian yang dekat atau identik dalam sebagian besar masalah internasional. Dia secara khusus menekankan bahwa China mendukung Rusia dalam kebuntuan saat ini atas Ukraina.
“Beijing mendukung tuntutan Rusia untuk jaminan keamanan, dan kedua negara berbagi pandangan bahwa keamanan satu negara tidak dapat dijamin dengan melanggar keamanan negara lain,” kata Ushakov dalam panggilan konferensi dengan wartawan.
Penumpukan lebih dari 100.000 tentara Rusia di dekat Ukraina memicu kekhawatiran Barat bahwa Moskow siap untuk menyerang tetangganya.
Rusia membantah merencanakan serangan, tetapi mendesak Amerika Serikat dan sekutunya untuk memberikan jaminan yang mengikat bahwa NATO tidak akan memperluas diri ke Ukraina dan negara-negara bekas Soviet lainnya.
Selain itu, Rusia menuntut Barat berhenti menyebarkan senjata dan menarik kembali pasukannya dari Eropa Timur, tuntutan yang ditolak dengan tegas oleh Barat.
Baca Juga: Tak Kirim Pasukan AS ke Ukraina, Biden Malah Tambah 2.000 Tentara di Polandia dan Jeman
Beberapa pengamat melihat Beijing sedang mengamati dengan cermat bagaimana Amerika Serikat dan sekutunya bertindak dalam kebuntuan atas Ukraina karena merenungkan strategi lebih lanjut atas perkara Taiwan, dengan alasan keragu-raguan oleh Washington bisa mendorong China untuk bertindak lebih tegas.
Putin pada Selasa menuduh Amerika Serikat dan sekutunya menghalangi tuntutan keamanan Rusia walau tetap membuka pintu untuk pembicaraan lebih lanjut.
Dalam argumentasinya, Putin mengatakan, ekspansi NATO ke arah Timur dan tawaran keanggotaan potensial ke Ukraina merusak keamanan Rusia dan melanggar perjanjian internasional yang mendukung "keamanan yang tidak dapat dipisahkan," sebuah prinsip yang berarti bahwa keamanan satu negara tidak boleh diperkuat dengan mengorbankan keamanan negara yang lain.
Pemimpin Rusia memperingatkan jika Barat menolak untuk mengindahkan tuntutan Rusia, dia dapat memerintahkan “langkah teknis militer” yang belum ditentukan.
Selain invasi penuh di Ukraina yang ditakuti Barat, Putin dapat mempertimbangkan opsi lainnya untuk mengeskalasi situasi, termasuk meningkatkan hubungan militer yang sudah luas dengan China.
Rusia dan China mengadakan serangkaian latihan perang bersama, termasuk latihan angkatan laut dan patroli oleh pesawat pengebom jarak jauh di atas Laut Jepang dan Laut China Timur.
Pada bulan Agustus, pasukan Rusia untuk pertama kalinya dikerahkan ke wilayah China untuk manuver bersama.
Meskipun Moskow dan Beijing di masa lalu menolak kemungkinan membentuk aliansi militer, Putin mengatakan prospek seperti itu tidak dapat dikesampingkan.
Dia juga telah mencatat Rusia telah berbagi teknologi militer yang sangat sensitif dengan China yang membantu secara signifikan untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press