Pertemuan Oslo: Taliban Minta Pencairan Aset 10 Miliar Dolar, Barat Tuntut Jaminan Hak Perempuan
Kompas dunia | 24 Januari 2022, 18:13 WIBOSLO, KOMPAS.TV - Delegasi Taliban bertemu dengan diplomat negara-negara Barat di Oslo, Norwegia pada Minggu (23/1/2022) hingga Selasa (25/1). Ini adalah kunjungan resmi pertama Taliban ke Eropa usai menguasai Afghanistan pada Agustus 2021 lalu.
Delegasi Taliban dipimpin oleh menteri luar negeri interim, Amir Khan Muttaqi, dan tiba di Norwegia pada Sabtu (22/1) malam waktu setempat.
Menurut laporan Associated Press, masing-masing pihak membawa agenda utama ke meja perundingan.
Taliban meminta pencairan aset untuk memerintah Afghanistan, sedangkan Barat mendesakkan agenda hak perempuan dan minoritas.
Hampir 10 miliar dolar Amerika Serikat (AS) aset negara Afghanistan dibekukan AS dan sekutunya sejak kudeta pada Agustus 2021 lalu.
Baca Juga: Taliban Memohon Negara Islam Mengakui Pemerintahannya di Afghanistan
Pembekuan aset itu memperparah krisis ekonomi yang dihadapi Afghanistan. Diperkirakan sekitar 38 juta orang di negara itu hidup di bawah garis kemiskinan.
“Kami meminta mereka untuk mencairkan aset Afghan dan tidak menghukum rakyat jelata Afghanistan karena masalah politik,” kata salah satu delegasi Taliban, Shafiullah Azam, pada Minggu (23/1) malam waktu setempat.
“Karena kelaparan, karena musim dingin yang mematikan, saya pikir ini waktunya komunitas internasional mendukung Afghanistan, tidak menghukum mereka karena pertentangan politik,” imbuhnya.
Jelang pertemuan, diplomat Barat sempat menemui aktivis perempuan dan hak asasi manusia Afghanistan. Mereka juga meminta pendapat diaspora tentang tuntutan warga Afghanistan dan situasi di negaranya.
Selain Norwegia, pertemuan dengan Taliban dihadiri oleh utusan dari Uni Eropa, Inggris Raya, Prancis, Italia, dan AS.
Usai pertemuan hari pertama, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, merilis pernyataan tentang pembicaraan kedua pihak.
“Partisipan pertemuan menyadari bahwa kemengertian dan kerja sama adalah satu-satunya solusi segala masalah di Afghanistan,” kata Mujahid.
“Setiap warga Afghanistan perlu bekerja sama untuk hasil politik, ekonomi, dan keamanan yang lebih baik di negara ini,” imbuhnya.
Baca Juga: Orang Tua Jual Anak demi Makanan, Buntut Ekstrem Krisis Afghanistan
Afghanistan sangat membutuhkan pencairan aset dan donor internasional untuk mengatasi krisis. Gara-gara krisis pasca-kudeta, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar satu juta anak-anak terancam kelaparan.
PBB sendiri telah mengupayakan pencairan segelintir aset dan memperbolehkan rezim Taliban melakukan aktivitas impor, termasuk untuk keperluan kelistrikan.
Di lain sisi, negara-negara Barat diketahui hendak mendesakkan agenda hak-hak perempuan sebagai ganti permintaan pencairan aset.
Barat juga dilaporkan meminta Taliban mengakomodasi etnis dan penganut agama minoritas di pemerintahan.
Menurut rilis Kementerian Luar Negeri AS, Washington akan berupaya mendesakkan “sistem politik representatif, respons darurat krisis ekonomi dan kemanusiaan, isu keamanan dan kontraterorisme, serta hak asasi manusia, khususnya hak pendidikan perempuan.”
Baca Juga: Kemlu Tegaskan RI Tak Akui Pemerintahan Taliban meski Kirim Bantuan Kemanusiaan ke Afghanistan
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press