Erdogan Dianggap Dihina lewat Pepatah, Jurnalis Terkenal Turki Ditahan
Kompas dunia | 24 Januari 2022, 06:26 WIBANKARA, KOMPAS.TV - Seorang jurnalis Turki ditahan setelah dianggap menghina Presiden Recep Tayyip Erdogan lewat pepatah.
Jurnalis terkenal Turki Sedef Kabas ditangkap pada Sabtu (22/1/2022) karena dianggap menghina Erdogan lewat pepatah yang diungkapkannya di TV.
Pengadilan pun memerintahkannya untuk ditahan sebelum diadili.
Meski begitu, Kabas menolak semua tuduhan tersebut.
Baca Juga: Nekat Beri Salam Nazi di Kamp Konsentrasi Auschwitz, Turis Belanda Ditangkap
Dakwaan atas penghinaan terhadap Erdogan diyakini akan membuatnya dihukum penjara satu hingga empat tahun.
Kabas mengatakan sebuah pepatah yang diyakini telah menyindir Erdogan saat berbicara di siaran Tele1.
“Ada sebuah pepatah yang mengatakan kepala yang dimahkotai menjadi lebih bijak. Tetapi kita bisa lihat bahwa itu tak benar,” tuturnya dalam siaran tersebut dilansir dari BBC.
“Seekor kerbau tak menjadi raja ketika memasuki istana, tetapi istana menjadi sebuah lumbung,” katanya.
Kabas kemudian memposting pepatah tersebut di Twitter.
Kepala Juru Bicara Erdogan, Fahrettin Altun mengungkapkan komentar yang dikeluarkan Kabas sebagai tak bertanggung jawab.
Tetapi dalam pernyataannya di pengadilan, Kabas membantah berniat menghina Erdogan.
Editor Tele1, Merdan Yanardag pun mengkritik penahanan Kabas.
“Ia ditangkap pukul 2 pagi, karena pepatah yang tak bisa diterima. Langkah ini merupakan usaha mengintimidasi juranlis, media dan masyarakat,” ucap dia.
Baca Juga: Erdogan Dikabarkan Telepon Presiden Iran, Ada Apa Ya?
Erdogan yang menjadi Presiden Turki sejak 2014 lalu, kerap membungkam pengkritiknya dengan hukuman penjara.
Hal itulah yang kemudian membuat dinginnya hubungan Turki dengan Uni Europa, dan salah satu yang membuat usaha Turki bergabung dengan blok itu terhambat.
Ribuan orang telah didakwa karena menghina Erdogan sejak ia menjadi Presiden Turki.
Pada 2020, dilaporkan telah terjadi lebih dari 31.000 investigasi terkait dakwaan tersebut.
Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : BBC