Rusia Kukuh Menuntut Pelarangan Perluasan NATO ke Eropa Timur dan Bekas Uni Soviet
Kompas dunia | 20 Januari 2022, 03:00 WIBMOSKOW, KOMPAS.TV — Rusia kukuh dengan sikap kerasnya di tengah ketegangan atas penambahan pasukannya di dekat Ukraina.
Seorang diplomat tinggi memperingatkan bahwa Moskow hanya akan menerima jaminan "ketat" Amerika Serikat yang menghalangi ekspansi NATO ke Ukraina.
Pemimpin delegasi Rusia pada pembicaraan keamanan dengan Amerika Serikat di Jenewa pekan lalu.
Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov, menegaskan kembali hari Rabu, (19/1/2022) Moskow tidak berniat menyerang Ukraina seperti yang ditakuti Barat.
Tetapi jaminan keamanan barat adalah keharusan mutlak bagi Moskow, seperti dilansir Associated Press, Rabu (19/1/2022).
Pembicaraan di Jenewa dan pertemuan NATO-Rusia terkait di Brussel pekan lalu digelar saat Rusia sudah mengumpulkan sekitar 100.000 tentara di dekat Ukraina dalam apa yang dikhawatirkan Barat akan menjadi invasi.
Dalam sebuah langkah yang semakin memperkuat pasukan di dekat Ukraina, Rusia mengirim sejumlah pasukan yang tidak diketahui jumlahnya.
Pengiriman itu dilakukan untuk latihan perang besar-besaran bulan depan.
Dari timur jauh negara itu ke sekutunya Belarusia, yang berbatasan dengan Ukraina.
Pejabat Ukraina mengatakan, Moskow bisa saja menggunakan wilayah Belarusia untuk meluncurkan invasi multi-cabang potensial.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, beberapa pasukannya tiba di Belarus untuk latihan Sekutu Resolusi 2022 yang akan berlangsung hingga 20 Februari.
Dikatakan, latihan itu akan diadakan di lima lapangan tembak dan daerah lain di Belarus dan melibatkan empat pangkalan udara Belarusia.
Baca Juga: Situasi Ukraina Memanas, Erdogan Undang Putin dan Zelensky Mediasi ke Turki
Di tengah meningkatnya ketegangan, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken berkunjung ke Ukraina.
Kunjungan pada hari Rabu itu untuk meyakinkan dukungan Barat dalam menghadapi apa yang disebutnya agresi "tanpa henti" Rusia.
Sedangkan Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak Uni Eropa untuk segera menyusun rencana keamanan baru.
Yakni berisi proposal untuk membantu meredakan ketegangan dengan Rusia.
Kanselir Jerman, Olaf Scholz mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah pembicaraan dapat meredakan krisis.
Ia menambahkan bahwa "setelah bertahun-tahun meningkatnya ketegangan, berdiam diri bukanlah pilihan yang masuk akal."
“Pihak Rusia menyadari tekad kami,” kata Scholz dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia.
“Saya berharap mereka juga menyadari bahwa keuntungan kerja sama lebih besar daripada harga konfrontasi lebih lanjut," imbuhnya.
Rusia membantah mereka bermaksud menyerang Ukraina, tetapi menuntut jaminan dari Barat bahwa NATO tidak akan memperluas keanggotaan ke Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya atau menempatkan pasukan dan senjatanya di sana.
Ia juga telah mendesak NATO untuk menghentikan pengerahan pasukan dan senjatanya ke negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang bergabung dengan aliansi itu setelah berakhirnya Perang Dingin.
Washington dan sekutunya dengan tegas menolak tuntutan Moskow tetapi tetap membuka pintu untuk kemungkinan pembicaraan lebih lanjut tentang pengendalian senjata dan langkah-langkah membangun kepercayaan untuk mengurangi potensi permusuhan.
Ryabkov bersikeras, bagaimanapun tidak akan ada pembicaraan yang berarti mengenai masalah tersebut jika Barat tidak mengindahkan permintaan utama Rusia untuk non-ekspansi NATO.
Dia memperingatkan tuntutan Rusia yang terkandung dalam rancangan perjanjian dengan Amerika Serikat dan NATO.
"Hal ini merupakan sebuah paket, dan kami tidak siap untuk membaginya menjadi beberapa bagian, untuk mulai memproses beberapa dari mereka dengan mengorbankan yang lain,” katanya.
Baca Juga: Rusia Tuntut Jawaban tentang Jaminan Keamanan sebelum Setuju untuk Bahas Ukraina
Diplomat Rusia itu mengatakan, hubungan Ukraina yang semakin dekat dengan sekutu NATO menimbulkan tantangan keamanan besar bagi Rusia.
“Kami melihat ancaman, bahwa Ukraina menjadi semakin terintegrasi di NATO bahkan tanpa memperoleh status formal negara anggota NATO,” kata Ryabkov.
Ia menunjuk kekuatan Barat yang memasok Ukraina dengan senjata, melatih pasukannya dan melakukan latihan bersama.
“Ini adalah sesuatu yang langsung menuju pusat kepentingan keamanan nasional Rusia, dan kami akan melakukan yang terbaik untuk membalikkan situasi ini, untuk menyeimbangkan kembali situasi ini melalui cara-cara diplomatik,” katanya.
Rusia mencaplok Semenanjung Krimea dari Ukraina pada 2014 setelah protes massal mendorong pemimpin Ukraina yang bersahabat dengan Moskow itu melarikan diri ke Rusia.
Pada saat yang sama, Rusia juga memberikan dukungannya di belakang pemberontakan separatis yang melanda wilayah yang luas di Ukraina timur.
Lebih dari 14.000 orang telah tewas dalam hampir delapan tahun pertempuran di sana.
Ditanya apakah Rusia dapat menerima moratorium ekspansi NATO ke arah timur, sebuah gagasan yang diedarkan oleh beberapa pakar politik.
Ryabkov menjawab dengan tegas tidak, dengan mengatakan Moskow melihat Barat ingkar dari janji-janji sebelumnya.
Dia menekankan, "bagi kami, masalah prioritas adalah pencapaian jaminan yang mutlak dan mengikat secara hukum" bahwa Ukraina dan negara-negara bekas Soviet lainnya tidak akan bergabung dengan aliansi tersebut," katanya.
Ryabkov menyarankan Amerika Serikat juga dapat mengambil kewajiban sepihak untuk tidak pernah memilih keanggotaan NATO bagi Ukraina dan negara-negara bekas Soviet lainnya.
Rusia mendesak Amerika Serikat dan NATO untuk memberikan tanggapan tertulis dengan segera.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada wartawan, mereka berharap bisa menerima dokumen itu dalam beberapa hari.”
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV