Ekonomi Indonesia Diprediksi Melesat Tahun Ini Dipicu Lonjakan Ekspor Mineral Olahan dan Perkebunan
Kompas dunia | 16 Januari 2022, 16:18 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Didorong oleh ledakan harga komoditas, ekonomi Indonesia tampaknya bersiap untuk mantul dan melesat tinggi tahun 2022.
Seperti dilansir The Straits Times, Minggu (16/1/2022), hal itu dibantu penurunan yang signifikan dalam kasus dan kematian akibat Covid-19 yang mendorong pelonggaran pembatasan sosial, pembukaan kembali perbatasan, dan kegiatan ekonomi.
Indonesia saat ini adalah pengekspor batubara termal dan minyak sawit mentah terbesar di dunia, dan harga kedua produk tersebut melonjak tahun 2021. Indonesia juga pengekspor karet terbesar kedua di dunia.
Kaya akan sumber daya alam, Indonesia mengejutkan pengamat dunia karena ekspor besi dan bajanya melompat hingga senilai sekitar US$20 miliar, kira-kira setara nilai ekspor minyak sawit.
"Kami optimistis tahun ini bisa tumbuh 5 persen. Kalau semuanya lancar, (pertumbuhan ekonomi) bisa lebih dari 5 persen," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, pembantu dekat Presiden Joko Widodo, kepada The Straits Times, Rabu (12/1/2022).
Baca Juga: Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Buka-bukaan soal Prospek Tren Bisnis di 2022! Lihat di Sini
Laporan Prospek Ekonomi Global atau Global Economic Prospects terbaru Bank Dunia yang dirilis pada Selasa (11/1/2022), memperkirakan pertumbuhan Indonesia akan pulih menjadi 5,2 persen pada tahun 2022.
Pemulihan itu didukung permintaan domestik yang lebih kuat dan kenaikan harga komoditas. Pertumbuhan diperkirakan akan mencapai 5,1 persen pada 2023, kata laporan tersebut.
Tetapi Bank Dunia juga mengutip beberapa risiko penurunan untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia Tenggara, termasuk wabah baru Covid-19, dan pembatasan mobilitas dalam konteks kebangkitan pandemi.
Selain itu, vaksinasi yang tidak lengkap dan pengujian yang tidak memadai, terutama dalam menghadapi varian Omicron yang sangat menular walau tidak terlalu parah.
Laporan tersebut juga memperingatkan risiko keuangan sehubungan dengan meningkatnya utang.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia akan merilis angka ekonomi untuk tahun 2021 pada awal Februari 2022.
Jumlah infeksi Covid-19 serta kematian di Indonesia relatif mendatar. Angka rata-rata tujuh hari saat pandemi Covid-19 varian Delta terjadi pada pertengahan Juli lalu, sebesar 50.000 kasus setiap hari.
Indonesia meraih sukses luar biasa dalam penanganan pandemi Covid-19 di mana jumlah tersebut turun menjadi 1.700 kasus pada awal Oktober, dan kemudian menjadi 300 pada akhir tahun, tetapi rebound hingga mencapai sekitar 650 pada Jumat (14/1/2022) karena penyebaran varian Omicron.
Tingkat kematian juga turun dari puncak rata-rata tujuh hari pada angka 1.700 setiap hari pada awal Agustus menjadi sekitar 100 pada awal Oktober, dan hanya enam kematian pada Jumat lalu.
Baca Juga: Prediksi Pergerakan Ekonomi Indonesia di Tahun 2022, Apa Saja Faktornya?
Ekonom bank investasi Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy dan Imanuel Reinaldo, dalam catatan 9 Januari kepada investor mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai tingkat pra-pandemi pada 2022. Mereka juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi rebound ke 5,2 persen.
"Motor pertumbuhan akan bergeser dari pertumbuhan yang dipimpin oleh publik (pemerintah) ke pertumbuhan yang dipimpin oleh swasta, dengan konsumsi sebagai salah satu pendorongnya," kata kedua ekonom tersebut.
"Penghasilan menengah ke atas dan penghasil komoditas akan mendominasi kegiatan konsumsi di paruh kedua (Juli hingga Desember), sementara konsumsi oleh kelompok berpenghasilan rendah akan tertinggal karena pemulihan pasar tenaga kerja yang tidak merata."
Pada tahun 2021, harga batu bara melonjak sekitar 110 persen, minyak sawit mentah sebesar 32 persen dan bijih nikel sebesar 25 persen, menurut data yang dikumpulkan oleh Kementerian Keuangan Indonesia.
Luhut mencatat Indonesia mendapat manfaat dan keuntungan berlipat ganda dari kenaikan harga komoditas ini karena Indonesia naik tingkat dalam rantai nilai/value chain sejak secara bertahap mulai melarang ekspor mineral mentah dan mendorong ekspor mineral yang sudah diolah, dalam upaya menambah pendapatan negara.
Baca Juga: Terancam Krisis Listrik, Filipina Desak Indonesia Akhiri Pelarangan Ekspor Batu Bara
Mulai awal 2020, bijih nikel, bahan baku pembuatan besi baja, harus diproses di dalam negeri sebelum dikirim ke luar negeri. Indonesia melarang ekspor mineral lain seperti bauksit, yang digunakan untuk membuat aluminium, pada 2022.
Indonesia memiliki sekitar seperempat cadangan bijih nikel dunia, bahan penting untuk pembuatan baterai kendaraan listrik.
“Kita seharusnya tidak hanya berbicara tentang harga komoditas tetapi juga nilai tambah (yang dihasilkan dari pengolahan komoditas ini),” kata Luhut, yang mendapat pujian karena mengubah kota yang sunyi di Sulawesi Tengah bernama Morowali menjadi kawasan industri nikel terbesar di dunia.
Kawasan industri nikel serupa telah dibangun di Teluk Weda di provinsi Maluku Utara.
"Kami mengharapkan ekspor antara US$35 miliar dan US$40 miliar per tahun hanya dari Morowali dan Teluk Weda pada tahun 2024," kata Luhut.
Satu dekade lalu, Sulawesi Tengah hanya membukukan ekspor senilai kurang dari US$1 miliar per tahun, terutama dari bijih nikel yang belum diolah.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV/Straits Times