Terungkap, Ini Alasan Warga Korea Utara Kembali Pulang usai Membelot ke Korea Selatan
Kompas dunia | 4 Januari 2022, 21:41 WIBSEOUL, KOMPAS.TV – Keputusan seorang warga Korea Utara (Korut) yang sebelumnya membelot ke Korea Selatan (Korsel), lalu kembali ke negara asalnya, terungkap. Pria itu disebut mengalami kehidupan yang sulit di Korsel sejak kedatangannya lebih dari setahun lalu.
Sehari sebelum melarikan diri dari Korsel, pria itu dilaporkan membuang segala harta benda miliknya.
“Dia mengeluarkan kasur dan tempat tidurnya, lalu membuangnya ke tempat sampah pagi itu. Aneh, karena benda-benda itu masih baru,” ujar seorang tetangga seperti dikutip dari kantor berita Yonhap.
“Saya sempat terpikir untuk memintanya memberikan pada kami, tapi akhirnya tak jadi, karena kami tak pernah saling bertegur sapa,” imbuh sang tetangga.
Pada Sabtu (1/1/2022), pria yang tak diungkap identitasnya itu dilaporkan menyeberang melintasi zona demiliterisasi berpenjagaan ketat yang memisahkan Korut dan Korsel sejak akhir Perang Korea pada 1950–1953.
Baca Juga: Kejadian Langka, Warga Korea Selatan Membelot ke Korea Utara
Kesulitan Keuangan di Korsel
Pembelot berusia sekitar 30 tahun itu melakukan perjalanan berbahaya kembali ke Korut setelah gagal berjuang dengan kehidupannya yang sulit di Korsel.
Pihak Korut belum berkomentar terkait tindakan pria itu, salah satu dari sekitar 30 pembelot Korut yang kembali pulang usai membelot ke Korsel dalam satu dekade terakhir.
Namun, melansir The Guardian pada Selasa (4/1), Korut mengakui telah menerima pesan dari militer Korsel tentang aksi pelarian pria itu.
Seorang perwira militer Korsel mengonfirmasi bahwa pria itu tampaknya telah mengalami kesulitan finansial selama tinggal di Korsel.
“Saya bisa bilang, dia dikategorikan termasuk kelas yang lebih rendah, nyaris tak bisa hidup (di Korsel),” tutur sang perwira, seraya menyebut bahwa si pria bekerja sebagai seorang tenaga kebersihan.
Baca Juga: Kim Jong-Un Ungkap Target Utama Korea Utara di 2022, Ternyata Bukan Senjata Nuklir
Militer Korsel meyakini, tak ada alasan untuk menduga bahwa pria itu telah melakukan kegiatan spionase untuk Korut.
Mereka juga telah menyelidiki bagaimana pria itu dapat melalui pagar kawat berduri perbatasan yang berdiri sepanjang 238 kilometer bertabur ranjau darat yang selalu dilintasi patroli tentara. Pria itu juga disebut tertangkap kamera pengintai beberapa jam sebelumnya.
Setelah melarikan diri dari Korut pada November 2020, penyelidik kementerian pertahanan Korsel menyebut, pria yang diidentifikasi sebagai mantan pesenam itu berhasil merayapi pagar kawat berduri berkat kelenturan tubuhnya.
Sejak tiba dari zona demiliterisasi yang sama, pria itu dilaporkan menerima dukungan dari pemerintah Korsel yang mencakup keamanan, perumahan, perawatan kesehatan dan pekerjaan.
Para Pembelot Alami Diskriminasi
Keputusannya untuk kembali ke Korut telah menimbulkan pertanyaan tentang perlakuan terhadap para pembelot di Korsel.
Laporan menyebut, banyak para pembelot harus menghadapi diskriminasi di bidang pekerjaan, pendidikan dan perumahan.
Sejak akhir 1990-an, lebih dari 33.000 warga Korut telah membelot ke Korsel untuk menghindari persekusi politik, kelangkaan makanan dan kemiskinan.
Meski sejumlah warga Korut berhasil dan sukses di tanah seberang, seperti anggota dewan Ji Seong-ho, namun banyak di antara mereka yang harus berjuang untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak.
Baca Juga: Kim Jong-Un Terlihat Makin Kurus, Ternyata Sedikit Makan karena Korea Utara Krisis Pangan
Data kementerian penyatuan Korsel menyebut, sekitar 56 persen pembelot dikategorikan berpenghasilan rendah.
Sementara, hampir 25 persen berada di kelompok terendah hingga berhak menerima tunjangan mata pencaharian dasar.
Dalam survei yang dirilis oleh Pusat Data untuk HAM Korut dan Penelitian Sosial Korut di Seoul bulan lalu, sekitar 18 persen dari 407 pembelot menyatakan bersedia kembali ke Korut. Sebagian besar menyatakan kerinduan akan negara yang telah mereka tinggalkan.
“Ada beragam faktor kompleks, termasuk kerinduan akan keluarga yang mereka tinggalkan di Korut. Juga, kesulitan emosional dan ekonomi yang muncul saat mereka bermukim kembali,” kata kementerian penyatuan Korsel.
“Pemerintah tetap melanjutkan melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki program dukungan kami untuk membantu mereka bermukim kembali dengan lebih baik di Korsel.”
Penulis : Vyara Lestari Editor : Gading-Persada
Sumber : Yonhap/The Guardian