Mantan Presiden Afghanistan Mengaku Tak Punya Pilihan Lain Selain Melarikan Diri dari Kabul
Kompas dunia | 31 Desember 2021, 07:56 WIBISLAMABAD, KOMPAS.TV - Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan tidak punya pilihan selain meninggalkan Kabul ketika Ibu Kota Afghanistan tersebut diserang Taliban.
Dalam wawancara dengan BBC, Kamis (30/12/2021), ia mengatakan bahwa seorang penasihat hanya memberinya waktu selama beberapa menit untuk memutuskan meninggalkan Kabul.
Dalam wawancara ini, dia juga membantah tuduhan yang tersebar luas bahwa dia meninggalkan Afghanistan dengan membawa uang curian.
Setelah diberitahu oleh penasihat keamanan nasionalnya Hamdullah Mohib bahwa pasukan perlindungan pribadinya tidak mampu membelanya, Ghani mengatakan dia memutuskan untuk pergi.
Baca Juga: Nasib Afghanistan Kemungkinan Berbeda jika Presiden Ashraf Ghani Tidak Kabur
Menurut Ghani, dia bahkan tidak yakin akan dibawa ke mana, bahkan setelah berada di helikopter dan bersiap-siap lepas landas.
Ghani tidak membahas keruntuhan militer Afghanistan yang cepat dalam minggu-minggu menjelang pengambilalihan Taliban, tetapi dia menyalahkan perjanjian yang telah ditandatangani Amerika Serikat dengan Taliban pada tahun 2020 atas keruntuhan pemerintahannya.
Perjanjian itu menetapkan kondisi untuk penarikan terakhir pasukan AS dan NATO yang tersisa yang mengakhiri perang terpanjang Amerika.
Perjanjian itu juga menyatakan akan memberikan pembebasan pada 5.000 tahanan Taliban, yang menurut Ghani memperkuat kekuatan pemberontak.
Kepergian Ghani yang tiba-tiba dan rahasia pada 15 Agustus membuat kota itu kehilangan kemudi.
“Pada pagi hari itu, saya tidak punya firasat bahwa pada sore hari saya akan pergi,” kata Ghani kepada radio BBC.
Baca Juga: Pembicaraan Telepon Joe Biden dan Ashraf Ghani sebelum Afghanistan Direbut Taliban Bocor, Ini Isinya
Namun pernyataan Ghani bertentangan dengan Mantan Presiden Hamid Karzai. Karzai mengatakan kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara awal bulan ini, bahwa kepergian Ghani membatalkan kesempatan bagi negosiator pemerintah untuk mencapai kesepakatan dengan Taliban, yang telah berkomitmen untuk tinggal di luar Ibu Kota.
Setelah memanggil Menteri Pertahanan Pemerintah Bismillah Khan, menteri dalam negeri dan kepala polisi dan menemukan semua pejabat telah melarikan diri dari Kabul.
Karzai mengatakan dia mengundang Taliban ke Kabul untuk melindungi penduduk sehingga negara dan kota tidak menjadi kacau.
Namun Ghani dalam wawancara radionya dengan Jenderal Inggris Sir Nick Carter, mantan kepala staf pertahanan, mengatakan dia melarikan diri untuk mencegah kehancuran Kabul.
Ia mengklaim ada dua faksi Taliban yang bersaing menyerang kota itu dan siap untuk masuk dan akan melancarkan serangan.
Namun demikian, tidak ada bukti tentang masuknya Taliban dari faksi-faksi saingan yang dimaksud Ghani.
Dalam wawancara dengan BBC, Ghani membantah tuduhan yang tersebar luas bahwa dia meninggalkan Afghanistan dengan setumpuk uang curian. Inspektur Jenderal Khusus AS untuk Rekonstruksi Afghanistan John Sopko telah ditugaskan untuk menyelidiki tuduhan tersebut.
Pemerintah Afghanistan serta kontraktor asing dan Afghanistan yang independen, telah dituduh melakukan korupsi.
Washington telah menghabiskan dana sebesar $AS 146 miliar untuk rekonstruksi di Afghanistan sejak penggulingan Taliban pada 2001.
Namun bahkan sebelum pemberontak kembali terjadi pada bulan Agustus lalu, tingkat kemiskinan di Afghanistan berada pada tingkat 54%.
Baca Juga: Pemerintah Rusia Menyalahkan Presiden Ashraf Ghani atas Kekacauan di Afghanistan
Awal pekan ini, Proyek Pelaporan Kejahatan dan Korupsi Terorganisir, sebuah organisasi liputan investigasi dengan 150 jurnalis di lebih dari 30 negara, memasukkan Ghani di antara para pemimpin paling korup di dunia.
Presiden Belarus Aleksandr Lukashenko dinobatkan sebagai pemimpin yang paling korup, dengan Ghani, Presiden Suriah Bashar al-Assad, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan mantan Kanselir Austria Sebastian Kurz di antara finalis untuk gelar pemimpin paling korup.
Penulis : Tussie Ayu Editor : Gading-Persada
Sumber : Associated Press, BBC