Ilmuwan Temukan 14 Spesies Celurut Baru di Sulawesi
Kompas dunia | 27 Desember 2021, 20:01 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 14 spesies tikus celurut baru ditemukan oleh ilmuwan di Pulau Sulawesi. Temuan tersebut dilaporkan dalam Bulletin of the American Museum of Natural History yang dirilis pada 15 Desember 2021 lalu.
Spesies-spesies baru tersebut diidentifikasi oleh ilmuwan dari Universitas Negeri Louisiana, Amerika Serikat. Ilmuwan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Museums Victoria di Australia, serta Universitas California juga terlibat dalam penelitian.
Spesies celurut yang baru ditemukan di antaranya dinamai “Crocidura (C.) mediocris”, “C. normalis”, “C. ordinaria”, dan “C. solita”.
Menurut Jake Esselstyn, biolog Universitas Negeri Louisiana, nama-nama tersebut memuat arti mirip karena spesies-spesies baru tersebut sulit dibedakan.
Banyak spesies baru celurut memiliki ciri khas mirip, sehingga dinamai solita (lazim), ordinaria (biasa), dan normalis (normal). “Selain itu, saya tidak tahu harus menamakan mereka apa,” kata Esselstyn kepada Associated Press.
Baca Juga: Ekor Dinosaurus yang Menyerupai Kapak Baja Berusia 75 Juta Tahun Ditemukan, Diyakini Spesies Baru
Menurut Esselstyn, sudah 90 tahun sejak sebegitu banyak spesies celurut berhasil diidentifikasi dalam satu paper. Pada 1931, George Henry Hamilton mengidentifikasi 26 spesies baru di Amerika Selatan, tetapi ternyata 12 di antaranya tidak bisa dikelompokkan sebagai spesies tersendiri.
Esselstyn dan timnya sendiri sudah mengeksplorasi Sulawesi sedekade belakangan, meneliti celurut yang merupakan kerabat dari landak dan tikus tanah.
Spesies celurut di Sulawesi memiliki berat sekitar 3 hingga 24 gram. Spesies terbesar memiliki rata-rata panjang 95 milimeter.
Menurut Esselstyn, bentuk unik Pulau Sulawesi yang menyerupai huruf K berpengaruh pada keanekaragaman spesies celurut. Timnya menemukan tujuh zona persebaran spesies celurut yang berbeda di Sulawesi, terletak di tengah daratan dan masin-masing semenanjung.
“Terdapat perbedaan konsisten antarspesies, apakah itu katak, makaka, atau tikus. Itu mengindikasikan terdapat semacam mekanisme lingkungan yang terbagi,” kata Esselstyn.
Esselstyn menambahkan, timnya hendak melakukan analisis genetik untuk mengetahui lebih lanjut persebaran spesies celurut di Sulawesi. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah sejak kapan spesies-spesies ini terpisah dan apakah mereka tetap terlibat kontak setelah menjadi spesies tersendiri.
Baca Juga: Laporan IUCN 2021, Indonesia Punya 189 Fauna Kritis Terancam Punah, 26 Spesies Adalah Mamalia
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press