Museum Nasional Kabul Kembali Dibuka, Tentara Taliban Jadi Pengunjung Paling Antusias
Kompas dunia | 7 Desember 2021, 08:00 WIBKABUL, KOMPAS.TV - Museum nasional Afghanistan kembali dibuka untuk umum. Gerilyawan Taliban terlihat menjadi kelompok pengunjung yang paling antusias memperhatikan koleksi museum.
Padahal sebelumnya, mereka pernah menerobos masuk dan menghancurkan berbagai koleksi warisan nasional Afghanistan, seperti dilansir Associated Press, Selasa (06/12/2021).
Museum Nasional ini dibuka kembali lebih dari seminggu yang lalu untuk pertama kalinya sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada pertengahan Agustus di tengah penarikan pasukan AS dan NATO yang kacau balau.
Koleksi Museum Nasional Afghanistan yang terletak di Kabul barat daya, menyimpan dan mengkurasi artefak dari periode Paleolitik hingga abad ke-20.
Direkturnya, Mohammad Fahim Rahimi, dan stafnya sejauh ini mendapat izin melanjutkan posisi mereka meskipun seperti banyak pegawai negeri Afghanistan, mereka belum menerima gaji sejak Agustus.
Hanya penjaga keamanan yang berubah, kata Rahimi, dengan Taliban sekarang menggantikan kontingen polisi yang dulu menjaga gedung dan menyediakan penjaga keamanan wanita untuk memeriksa pengunjung wanita. Saat ini sekitar 50-100 orang mengunjungi museum setiap hari.
Pemadaman listrik sering terjadi dan generator museum telah rusak, membuat banyak ruang pameran menjadi gelap gulita.
Hari Jumat (03/12/2021), anggota Taliban, beberapa memanggul senapan serbu di bahu mereka, termasuk di antara pengunjung yang menggunakan lampu ponsel mereka untuk mengintip ke dalam kotak pajangan keramik kuno dan senjata abad ke-18.
Baca Juga: Dikutuk Barat atas Dugaan Eksekusi Mantan Anggota Pasukan Afghanistan, Taliban: Itu Fitnah!
“Ini dari sejarah kuno kami, jadi kami datang untuk melihatnya,” kata gerilyawan Taliban Mansoor Zulfiqar, seorang pria berusia 29 tahun yang berasal dari Provinsi Khost di Afghanistan tenggara yang kini ditunjuk sebagai penjaga keamanan di Kementerian Dalam Negeri.
“Saya sangat senang,” kata Mansour tentang kunjungan pertamanya ke museum, seraya mengagumi warisan nasional negaranya.
Zulfiqar mengatakan dia menghabiskan 12 tahun di penjara Pul-e-Charkhi yang terkenal di Kabul, terbesar di Afghanistan.
Saat berada di sana, katanya, seseorang berkisah tentang museum nasional dan dia memimpikan suatu hari Taliban akan memerintah Afghanistan kembali dan dia akan dapat mengunjungi museum itu.
Tetapi ketika Zulfiqar masih kecil pada tahun 2001, Taliban mengobrak-abrik museum, menghancurkan patung-patung yang tak ternilai harganya, terutama yang dianggap tidak Islami.
Salah satunya adalah sisa-sisa patung batu kapur yang diyakini sebagai raja dari abad ke-2, berdiri di pintu masuk gedung museum, yang sekarang dipugar oleh para ahli dari Prancis dan departemen restorasi museum itu sendiri.
Baca Juga: Dekrit Taliban: Perempuan Tidak Boleh Dipaksa Menikah dan Janda Berhak Atas Harta Mendiang Suami
Pada tahun yang sama, tahun 2001, Taliban meledakkan dua patung buddha raksasa abad ke-6 yang diukir di tebing di Bamiyan Afghanistan tengah atas perintah dari pemimpin Taliban Mullah Mohammed Omar, sebuah langkah yang disambut dengan angkara murka dunia internasional.
Jadi ketika Taliban menyapu Afghanistan musim panas ini, mengambil provinsi demi provinsi, ada kekhawatiran besar warisan budaya negara itu akan mengalami nasib serupa, terutama apa pun dari zaman pra-Islam. Setidaknya sejauh ini, hal ini tampaknya tidak terjadi.
Saifullah, seorang anggota Taliban berusia 40 tahun dari Provinsi Wardak dan guru di sebuah madrasah, sebuah sekolah agama Islam, mengatakan dia yakin penghancuran artefak tahun 2001 di museum dilakukan oleh anggota Taliban berpangkat rendah tanpa perintah dari pejabat Taliban saat itu.
Berkeliling museum untuk pertama kalinya, Saifullah mengatakan, dia akan mendorong murid-muridnya, beberapa di antaranya sekarang menjadi penjaga di museum itu sendiri, untuk mengunjungi Museum Nasional Afghanistan.
“Generasi dapat belajar dari ini, dan apa yang kita miliki di masa lalu,” katanya. “Kami memiliki sejarah yang kaya.”
Mungkin penguasa baru Afghanistan sekarang setuju dengan prasasti yang terukir di sebuah plakat di luar pintu masuk gedung museum: "Sebuah bangsa tetap hidup ketika budayanya tetap hidup."
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Associated Press