PBB Desak Pemerintah Filipina Izinkan Maria Ressa ke Norwegia Terima Hadiah Nobel
Kompas dunia | 30 November 2021, 08:52 WIBNEW YORK, KOMPAS.TV - Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Senin (29/11/2021) mendesak pemerintah Filipina mengizinkan jurnalis pemenang Hadiah Nobel Maria Ressa melakukan perjalanan ke Norwegia bulan depan untuk menerima penghargaan tersebut, seperti dilansir Straits Times, Selasa, (30/11/2021)
Ressa, peraih Nobel pertama dari Filipina, berbagi Hadiah Perdamaian dengan jurnalis investigasi Rusia Dmitry Muratov, sebuah langkah yang secara luas dilihat sebagai dukungan terhadap hak kebebasan berbicara, yang saat ini mendapat tekanan di seluruh dunia.
Ressa sudah meminta persetujuan pemerintah Filipina melakukan perjalanan ke Norwegia untuk menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 10 Desember nanti.
Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, mengatakan PBB "sangat prihatin" atas pembatasan perjalanan yang diberlakukan pada Ressa oleh pemerintah Filipina.
"Kami mendesak pemerintah Filipina untuk segera mencabut pembatasan semacam itu dan mengizinkannya melakukan perjalanan ke Oslo," kata Dujarric kepada wartawan di New York.
Lisensi untuk situs berita Ressa, Rappler, ditangguhkan pemerintahan Rodrigo Duterte dan Ressa dilaporkan menghadapi tindakan hukum dengan berbagai alasan.
Pendukung Maria Ressa mengatakan dia menjadi sasaran bidik karena melalui medianya melakukan pengawasan kebijakan pemerintah, termasuk perang berdarah terhadap narkoba yang diluncurkan oleh Presiden Rodrigo Duterte.
Baca Juga: Maria Ressa Raih Nobel Perdamaian karena Sorot Dosa Rezim Duterte, Pemerintah Filipina Beri Selamat
Peringkat Filipina dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2021 turun dua tingkat menjadi 138 dari 180 negara, dan Committee to Protect Journalists menempatkan Filipina urutan ketujuh di dunia dalam indeks impunitas, yang mencatat tetap bebasnya pembunuh yang bertanggung jawab atas kematian jurnalis dan awak media.
Pemerintah Filipina menyangkal sudah memberangus media dan mengatakan setiap masalah yang dihadapi organisasi adalah legal, bukan politis. Pemerintah Filipina mengatakan mereka percaya pada kebebasan berbicara.
Maria Ressa sempat beberapa tahun bertugas sebagai jurnalis di Indonesia yang bahkan beberapa wartawan menyangka Ressa berdarah Indonesia.
Selama bertugas di Indonesia sejak 1995, Ressa berada ditengah berbagai peristiwa bersejarah di akhir tahun 1990an.
Pendiri media Rappler itu mengaku, banyak hal yang dipelajarinya dari Indonesia pada era 1990-an.
“Saya sangat mencintai Indonesia. Di sana saya belajar bagaimana menaklukkan diri sendiri, bagaimana memahami situasi yang dirasakan orang lain. Saya mempelajari berbagai konflik dengan cara yang belum pernah saya tangani sebelumnya,” ujar Ressa.
“Saya suka bahasanya, saya suka pencampuran budaya yang ada di Indonesia. Indonesia mengajarkan banyak hal kepada saya. Saya tidak akan bisa menjadi jurnalis seperti sekarang ini jika saya tidak pernah berada di Indonesia,” ujarnya.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV/Straits Times