> >

Kedinginan dan Kelaparan, Pengakuan Migran yang Terjebak di Perbatasan Polandia-Belarusia

Kompas dunia | 13 November 2021, 14:57 WIB
Migran asal Timur Tengah menghangatkan diri di kamp pengungsian di perbatasan Polandia-Belarusia, Kamis (11/11/2021). (Sumber: Leonid Shcheglov/BelTA via Associated Press)

Belarusia menjadi pintu masuk favorit karena kemudahan akses. Minsk mempermudah pengurusan visa turis dari Timur Tengah dan Afrika ke negara itu.

Agen perjalanan pun menyambutnya dengan tawaran migrasi ke negara-negara Uni Eropa. Caranya dengan menempuh perjalanan mudah ke Belarusia, lalu berusaha diam-diam menembus perbatasan barat.

Kebijakan Belarusia tersebut membuat Uni Eropa marah dan menuding pemerintahan Alexander Lukashenko bermain-main dengan nyawa manusia.

Uni Eropa menuding Lukashenko menggunakan migran sebagai “bidak”. Belarusia dituduh mendorong para migran bermigrasi ke Eropa.

Berbagai kalangan menyebut langkah Minsk merupakan balasan atas sanksi tegas Uni Eropa. Belarusia disanksi karena tindakan keras Lukashenko terhadap demonstran dan oposisi yang mengecam hasil pemilu 2020 yang memperpanjang masa jabatannya.

Lukashenko sendiri membantah tuduhan tersebut dan menyebut Uni Eropalah yang menyengsarakan migran dengan menutup jalan aman bagi mereka.

Arus migran dari Belarusia menimbulkan adu mulut para pemimpin negara dan pengerahan pasukan di perbatasan.

Di lain pihak, konflik Belarusia-Uni Eropa dan situasi genting di perbatasan tak menyurutkan niat migrasi. Meskipun kabar krisis perbatasan Polandia-Belarusia telah menyebar, seorang calon migran asal Suriah justru bersiap melakukan perjalanan.

Suriah, juga Irak, termasuk wilayah di Timur Tengah yang hancur karena perang bertahun-tahun. Konflik Suriah sejak dekade lalu telah menewaskan 400.000 orang dan membuat ekonomi terpuruk.

“Tidak ada masa depan di sini (Suriah) bagi orang muda, entah itu dalam pendidikan, kebudayaan, atau kehidupan sosial,” kata seorang mekanik asal Suriah.

Mekanik itu minta namanya tak disebut karena takut pemberitaan akan mengganggu rencana migrasinya.

Baca Juga: Konflik Perbatasan Polandia-Belarusia Memanas, Inggris Kirim Pasukan Kecil ke Polandia

Mekanik itu sudah mendengar tentang krisis perbatasan Belarusia dari media sosial. Ketika tahu pemberitaan itu, ia justru pergi ke Damaskus untuk memesan tiket seharga 4.000 dolar AS atau Rp56,8 juta per orang demi perjalanan ke Belarusia.

Ia mengaku mendapatkan modal migrasi dari berutang. Ketika visanya terbit, sang mekanik akan mencoba mencapai Jerman bersama dua anaknya.

“Saya harus menjamin masa depan anak saya,” katanya.

Selagi sang mekanik menunggu visa terbit, Sarkawt Ismat justru menunggu kepulangan. Pada Kamis (11/11), pemerintah Belarusia mengizinkannya ke Minsk untuk kemudian dipulangkan ke Irak.

Kendati meninggalkan utang 10.000 dolar AS di rumah, ibu Sarkawt mengaku tak ambil pusing. Sang ibu hanya ingin anaknya pulang.

“Dia (Sarkawt) menelepon sambil menangis, berkata ‘Aku mau pulang ke Irak. Aku tidak ingin apa pun selain pulang. Aku kelaparan dan kedinginan’,” kata ibu Sarkawt, Adla Salim di Dohuk, Irak.

Adla Salim, ibunda Sarkawt Ismat, menunggu kepulangan sang anak di kediamannya di Dohuk, Kurdistan, Irak. Ketika foto diambil, Jumat (12/11/2021), sang anak sedang dalam perjalanan ke Minsk, Bulgaria untuk dipulangkan ke Irak. (Sumber: Rashid Yahya/Associated Press)

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press


TERBARU