Ibarat Ular Boa yang Meremuk Mangsanya, Ini Alasan COP26 Disebut sebagai Kesempatan Terakhir
Kompas dunia | 31 Oktober 2021, 07:05 WIBGLASGOW, KOMPAS.TV – Perubahan iklim bisa diibaratkan seperti ular boa yang perlahan membelit dan meremuk mangsanya hingga tewas.
Selama tiga dekade belakangan, perubahan iklim pun berubah pelan-pelan dari isu kelas ecek-ecek yang tak nyaman jadi masalah global yang mengancam jiwa.
Meskipun negara-negara di dunia terus memperbarui komitmen memerangi perubahan iklim jelang KTT Perubahan Iklim PBB alias COP26, bumi terus mengalami peningkatan suhu hingga setidaknya 2,7 derajat Celsius abad ini, bahkan jika Perjanjian Paris berhasil terpenuhi. Ini, jelas membahayakan.
Baca Juga: UNFCCC: Gagalnya KTT COP26 Glasgow akan Antar Dunia ke Kekacauan dan Konflik akibat Perubahan Iklim
Fakta ilmiahnya jelas: kenaikan suhu dalam skala sebesar itu pada akhir abad ini dapat berarti kerusakan yang sungguh masif.
Di antaranya, peningkatan suhu sebesar 62 persen di area yang hangus oleh kebakaran hutan di Belahan Bumi Utara selama musim panas, hilangnya habitat sepertiga mamalia di dunia, dan lebih seringnya terjadi kekeringan selama 4 – 10 bulan.
Baca Juga: Bagi Petani Melarat Afghanistan, Dampak Perubahan Iklim Lebih Mengerikan daripada Perang
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meradang, dan blak-blakan menyebut kehancuran itu sebagai “malapetaka iklim”.
Bencana dalam tingkat mematikan itu pun sudah dirasakan di wilayah paling rentan di dunia seperti di sub-Sahara Afrika.
Pun, negara-negara kepulauan kecil yang terancam tenggelam oleh naiknya permukaan air laut.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Fadhilah
Sumber : UN News