India Tuntut Kompensasi dan Pembayaran dari Negara Kaya atas Dampak Perubahan Iklim
Kompas dunia | 24 Oktober 2021, 02:05 WIBNEW DELHI, KOMPAS.TV - India menuntut kompensasi dan pembayaran atas kerugian yang mereka derita akibat bencana iklim, kata Kementerian Lingkungan India sambil memaparkan posisi negara itu pada isu-isu kritis yang akan dinegosiasikan pada KTT iklim COP26 PBB dalam beberapa minggu mendatang.
Seperti dilansir Bloomberg, Sabtu, (23/10/2021), India menyatakan, "Permintaan kami adalah, ini harus ada kompensasi untuk biaya yang dikeluarkan, dan itu harus ditanggung oleh negara-negara maju," kata Rameshwar Prasad Gupta, pegawai negeri paling senior di Kementerian Lingkungan India, Jumat (22/10/2021).
Dia menambahkan India berdiri bersama negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang lainnya dalam masalah ini.
Para pemimpin dan diplomat dari seluruh dunia akan berkumpul di Glasgow, Skotlandia, untuk menghadiri KTT COP tahunan, yang dipandang sebagai pertemuan darurat untuk mencegah memburuknya dampak perubahan iklim.
"Kompensasi untuk bencana iklim diharapkan menjadi poin utama dalam KTT COP 26 Glasgow, dan subjeknya adalah sesuatu yang telah diangkat India dengan utusan iklim Amerika Serikat John Kerry," kata Gupta.
Negara-negara kaya adalah penyumbang utama sebagian besar gas rumah kaca yang menyebabkan planet ini menghangat di atas tingkat praindustri.
Perjanjian iklim Paris 2015 termasuk bahasan untuk mengatasi "kerugian dan kerusakan", tetapi meninggalkan pertanyaan tentang kewajiban dan ganti rugi yang belum terjawab.
Diskusi dimulai sejak 2013 pada pertemuan puncak sebelumnya di Warsawa, tetapi rincian teknis tentang bagaimana transfer uang tersebut terjadi masih belum dibahas.
Baca Juga: PBB Sebut Banjir Terburuk Sudan Selatan akibat Perubahan Iklim
Gagasan luasnya adalah, berdasarkan kontribusi historis terhadap gas rumah kaca global, negara-negara maju harus memberikan kompensasi atas kerusakan yang akan ditimbulkan oleh polusi suatu hari nanti.
Negara-negara yang menderita dampak iklim kemudian dapat mengklaim uang untuk perbaikan setelah badai atau banjir yang dipicu oleh iklim.
Tetapi tidak semua bencana disebabkan oleh perubahan iklim, dan para ilmuwan baru saja memulai kerja mereka untuk dapat menghitung seberapa besar kontribusi bumi yang lebih panas terhadap peristiwa cuaca ekstrem.
India adalah penghasil emisi terbesar ketiga di dunia secara tahunan hari ini dan berada di antara 10 penghasil emisi terbesar, yang berarti juga harus menyumbangkan uang ke dalam dompet kompensasi tersebut.
Bahkan jika ganti rugi India untuk kerusakan kira-kira 4 persen, negara itu akan menerima pembayaran yang lebih besar untuk kerugian yang akan ditimbulkannya.
"Jika mereka ingin India menjadi bagian, kami mungkin bersedia," tambahnya.
India adalah satu-satunya ekonomi di antara 10 ekonomi terbesar di dunia yang tidak menetapkan tujuan dan kapan menghilangkan emisinya.
Bahkan tetangganya, China, memiliki komitmen untuk menghasilkan nol emisi tahun 2060, sedikit lebih lambat dari target tahun 2050 yang ditargetkan Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa.
Awal tahun ini, India mempertimbangkan untuk menetapkan tujuan nol emisi, tetapi sejak itu mundur.
Tidak semua negara perlu mengumumkan target nol emisi sebelum KTT COP Glasgow, menurut Menteri Lingkungan Bhupender Yadav.
"Pembiayaan iklim belum masuk," kata Gupta. "Untuk tujuan iklim yang lebih ambisius, biarkan ada lebih banyak pembiayaan,'' terlebih dahulu.
Baca Juga: Dampak Krisis Iklim: Gletser Afrika akan Sepenuhnya Mencair dalam Dua Dekade
Masalah ini juga akan menjadi poin pembicaraan lain di KTT Glasgow.
Negara-negara maju seharusnya menyediakan USD100 miliar dalam pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang setiap tahun mulai tahun 2020.
Uang itu akan digunakan untuk proyek-proyek yang mengurangi emisi dan membantu negara-negara beradaptasi dengan pemanasan global.
Angka terakhir mencapai sekitar USD90 miliar, dan harapan untuk komitmen penuh meredup saat konferensi Glasgow makin mendekat.
Seperti pertemuan COP sebelumnya, delegasi India juga berencana untuk mengangkat poin keadilan.
Emisi per kapita tahunan negara itu mencapai sekitar dua ton karbon dioksida, dibandingkan dengan lebih dari 16 ton emisi karbondioksida Amerika Serikat dan kurang dari setengah rata-rata per kapita global.
Krisis energi baru-baru ini, ditandai dengan melonjaknya harga gas alam, juga memberi India amunisi untuk terus menggunakan batu bara, satu-satunya bahan bakar fosil yang berlimpah.
Itu akan menjadi masalah bagi Inggris, negara tuan rumah, dengan presiden COP26 Alok Sharma yang mengatakan bahwa pembicaraan Glasgow dapat "mengantarkan batu bara ke dalam sejarah".
Perdana Menteri India Narendra Modi mengonfirmasi ia akan hadir di KTT COP26, bersama dengan 120 kepala negara lainnya. KTT Glasgow berlangsung dari 31 Oktober-12 November mendatang.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Bloomberg/Straits Times